Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Bersyukur dan Meraih Mimpi di Tengah Lemahnya Kaki
27 September 2018 15:58 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
Tulisan dari Ukun Rukaendi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saya lahir di lingkungan keluarga yang hobi olahraga, terutama almarhum bapak dan kakak-kakak saya yang menyukai bulu tangkis. Namun, saya berbeda dari anak-anak kebanyakan. Saya memang terlahir normal, hingga di umur 2 tahun musibah menimpa yang membuat salah satu kaki saya lemah dan sulit berjalan.
ADVERTISEMENT
Kebetulan saya anak paling kecil, jadi sering kali ikut bermain bersama bapak dan kakak-kakak. Awalnya hanya disuruh mengisi posisi yang kosong saat bermain game ganda bulu tangkis. Dari sinilah, olahraga, khususnya bulutangkis mulai memotivasi saya.
Lama-kelamaan saya banyak belajar dari kakak dan almarhum bapak. Saat itu saya juga baru mengenal Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC) dan dari situlah motivasi saya di bidang bulu tangkis merekah.
Saya masih teringat pesan orang tua yang mengatakan meskipun saya terbatas dan berbeda, tetap harus menghindari hal-hal yang negatif. Inilah prinsip yang selalu saya pegang. Olahraga jadi andalan saya untuk menjaga kesehatan fisik yang terbatas ini.
Memulai Karier Profesional
Lambat tapi pasti, hobi bermain bulu tangkis saya tersalurkan ketika saya masih berprofesi sebagai guru dan ada kejuaraan bulu tangkis antar-guru sekabupaten Garut. Tapi sebelum masuk ke tingkat kabupaten, saya ikut seleksi di tingkat kecamatan.
ADVERTISEMENT
Alhamdulillah atas izin Tuhan, walaupun kondisi saya terbatas tapi bisa menjadi salah satu wakil kecamatan yang bermain di tingkat kabupaten. Tak disangka-sangka saya bisa juara.
Bak gayung bersambut, saat saya bermain di tingkat kabupaten ada perwakilan BPOC -kini berganti nama menjadi National Paralympic Committee (NPC)- yang mendatangi dan menawarkan saya bergabung. Waktu itu tahun 2006 dan saya merasa ini kesempatan terbaik untuk mengembangkan hobi bulu tangkis saya, jadi kenapa tidak?
Karena saya merasa mendapat dukungan yang kuat dari keluarga. Tidak hanya keluarga, teman-teman, dan lingkungan, pelatih juga selalu mendukung mendoakan sehingga saya mantapkan tekad untuk maju. Tak disangka-sangka dari sinilah nanti saya banyak mengenal luar negeri dan dapat banyak rezeki, syukur alhamdulillah.
ADVERTISEMENT
Di usia 30 tahunan saya baru mengenal BPOC dan tidak ada kata terlambat. Saya merasa bersyukur dengan kekurangan ini, dan tak menyangka bisa mengenal dunia lewat bulu tangkis. Pertemuan saya dengan Harry Susanto, partner saya, juga berawal saat kami sama-sama bermain mewakili daerah masing-masing di kejuaraan Pekan Olahraga Cacat Daerah tahun 2006.
Karier tingkat Internasional
Waktu berlalu dan saya mulai mencicipi karier internasional. Tahun 2011 saya direkrut untuk mewakili negara dalam ASEAN Para Games 2011. Kala itu, Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan. Alhamdulillah, saya berhasil menyabet medali emas di nomor tunggal dan ganda putra. Bangga sekali rasanya.
Di tingkat Asia, saya mendapat kesempatan bermain di Incheon, Korea Selatan. Ya, Asian Para Games. Atlet mana yang tidak ingin berkompetisi hingga tingkat ini. Saya bermain di nomor tunggal dan ganda putra. Dan lagi-lagi, Alhamdulillah, medali emas bisa saya bawa pulang ke Tanah Air.
ADVERTISEMENT
Semenjak itu, saya selalu berdo’a mudah-mudahan Tuhan meridai bisa mengulang keberhasilan saya, kalau bisa lebih dari pada Asian Para games waktu di Incheon.
November 2017, saya masih teringat perjuangan kala berusaha meraih gelar juara dunia. Waktu itu saya tergabung dalam tim National Paralympic Commitee Indonesia (NPCI) mengikuti ajang Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis Paralimpik BWF di Ulsan, Korea Selatan. Saya mengikuti nomor tunggal dan ganda putra. Saat itu saya berpasangan dengan Hari Susanto.
Singkat cerita, kami berhasil meraih peringkat satu dunia di nomor ganda putra. Kalau di nomor tunggal saya hanya berhasil sampai di peringkat 5 sampai saat ini.
Hal yang hingga kini tetap saya pegang teguh adalah bersyukur. Ya, bersyukur bisa seperti ini. Teman-teman saya ada jauh yang lebih parah, bahkan sulit mencari pekerjaan di tengah keterbatasan. Saya berjuang seperti ini karena merasa Tuhan masih memberikan kesempatan kepada saya untuk mengenal dunia, dan saya tunjukkan mengabdi kepada negara.
ADVERTISEMENT
Di usia yang telah menginjak 48 tahun ini, saya masih punya mimpi, bermain hingga tingkat Olimpiade. Tentunya saya juga harus tetap menjaga kondisi. Mudah-mudahan Tuhan meridai sampai tahun 2020.