Konten dari Pengguna

Mendengarkan Cerita Melalui Membaca: Resensi Novel Dawuk Karya Mahfud Ikhwan

Uliana Hidayatika
Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24 Oktober 2022 6:55 WIB
clock
Diperbarui 18 November 2022 13:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Uliana Hidayatika tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh Uliana Hidayatika
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh Uliana Hidayatika
ADVERTISEMENT
Judul Buku: Dawuk: Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu
Penulis: Mahfud Ikhwan
ADVERTISEMENT
Penerbit: CV. Marjin Kiri, Serpong, Tangerang Selatan
Cetakan: 4, Februari 2021
Halaman: 181 halaman
Genre: Fiksi
ISBN: 978-979-1260-69-5
Melihat sampul buku bertuliskan “DAWUK” dengan gambar hutan yang gelap di belakangnya, membuat seorang penakut seperti saya berulang kali berpikir untuk membelinya. Sampul buku ini seperti hutan angker yang kerap kali kita lihat di film horor. Awalnya pun saya menduga novel ini berisi cerita horor. Namun, setelah mengetahui bahwa novel ini memenangkan Kusala Sastra Khatulistiwa 2017, saya yang sedang berupaya menyukai buku-buku sastra pun tidak ragu lagi untuk membelinya.
Sesuai dengan judulnya, latar tempat novel ini adalah Rumbuk Randu, pesisir utara Jawa Timur, dekat kawasan perhutani. Cerita novel ini dikemas dalam bualan cerita Anwar Tohari atau Warto Kemplung di warung kopi Bu Siti. Warto menjual bualannya untuk rokok dan kopi gratis dari para pendengarnya. Penulis juga membuka novel ini dengan isu politik yang belum lama terjadi di daerah itu.
ADVERTISEMENT
Penyajian cerita novel ini melalui karakter Warto Kemplung mengenalkan kita pada karakter masyarakat di desa Rumbuk Randu yaitu gemar bergosip. Masyarakat desa ini juga terkenal dengan religiusnya yang tinggi tetapi tidak dibarengi dengan kebaikan budi pekerti. Di desa ini penuh dengan hutan yang tidak sulit kita temukan di dalamnya pasangan belum menikah sedang bercinta. Di desa ini juga penduduknya miskin-miskin hingga banyak yang mengadu nasib di Malaysia. Selain itu, kepercayaan terhadap hal-hal mistis juga masih dipercayai.
Warto Kemplung menceritakan sosok Mat Dawuk dan Inayatun. Mulai dari masa kecilnya, kehidupannya, hingga masalah keluarganya. Mat Dawuk atau pria berwajah seram dengan nama asli Muhammad Dawud ini kisah hidupnya sangat memprihatinkan. Ia dijauhi lingkungannya, kehilangan ibunya sejak baru lahir, ditinggal mati ayahnya yang brengsek, dan ditinggalkan kakeknya sejak berumur 5 tahun. Berbeda dengan cerita hidup Inayatun, anak dari Pak Imam, tokoh agama Rumbuk Randu. Ina sangat cantik, ia kembang desanya Rumbuk Randu.
ADVERTISEMENT
Faktor keturunan dan lingkungan tidak berpengaruh bagi karakter Ina dan Mat. Walaupun keturunan kiai, akhlak Ina tidak secantik parasnya. Sebelum tamat Madrasah Ibtidaiyah, sebagian teman laki-laki Ina telah meremas payudaranya dan memegang bokongnya. Sedangkan Mat yang tidak berpendidikan malah mencerminkan sebaliknya. Tuturannya sangat sopan walaupun kepada orang yang telah menyakitinya dan tidak menganggapnya sebagai menantu.
Singkat cerita Mat dan Ina pergi ke Malaysia. Mat yang awalnya hendak menjadi buruh, ia malah menjadi pembunuh bayaran. Mat dan Ina tidak sengaja bertemu di salah satu stasiun di Malaysia. Saat itu Ina sedang menangis karena takut pada lelaki yang cinta mati dan berlaku kasar terhadapnya. Mat Dawuk pun menyelamatkannya Ina. Pertemuan ini menjadi awal percintaan mereka.
ADVERTISEMENT
Selain menceritakan kisah cinta Mat Dawuk dan Inayatun, novel ini juga menceritakan konflik antara sinder, mandor, para pesanggem dan blandong. Bahkan konflik ini menghadirkan dendam 3 turunan. Lalu bagaimana cerita dendam 3 turunan itu? Bagaimana akhir kisah cinta Mat dan Ina? Bagaimana kisah Mat yang berprofesi sebagai pembunuh bayaran?
Selain para pendengar Warto Kemplung yang di dalamnya terdapat seorang wartawan yaitu Mustofa Abdul Wahab yang keracunan kisah ini dan menjadikannya sebagai cerita bersambung, saya pun ikut keracunan cerita Warto si pembual. Bedanya, saya menikmatinya dengan cuma-cuma, tanpa harus mengeluarkan sogokan. Anda juga bisa seperti saya yang mendengarkan Warto Kemplung bercerita secara cuma-cuma. Sungguh seru dan banyak nilai kehidupan dalam novel ini. Jadi, mari selesaikan kegiatan mendengarkan bualan Warto Kemplung lewat membaca novel ini.
ADVERTISEMENT