Konten Media Partner

Pakar Hukum: Lina Dedy Berpotensi Jadi Tersangka Kasus Kekerasan Koas Luthfi

18 Desember 2024 20:12 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lina Dedy saat meminta maaf usai diperiksa polisi. Foto : Abdullah Toriq/ Urban Id
zoom-in-whitePerbesar
Lina Dedy saat meminta maaf usai diperiksa polisi. Foto : Abdullah Toriq/ Urban Id
ADVERTISEMENT
Profesor Febrian, Pakar Hukum dari Universitas Sriwijaya (Unsri), menilai ada kemungkinan status tersangka akan disematkan kepada Sri Meilina alias Lina Dedy dalam kasus kekerasan terhadap dokter koas Muhammad Luthfi di Palembang. Menurutnya, Fadillah alias Datuk (37), yang telah ditetapkan sebagai tersangka, kemungkinan bukan pelaku utama dalam peristiwa tersebut. "Kemungkinan tersangka baru pasti ada. Karena dia (Datuk) pelaku, tetapi bukan otak kekerasan. Saya yakin ada aktor intelektual di balik kasus ini," ujar Febrian, Rabu 18 Desember 2024. Febrian menilai Lina, yang merupakan majikan Datuk, bisa menjadi pihak yang relevan untuk ditetapkan sebagai tersangka. Polisi, menurutnya, harus menyelidiki lebih jauh motivasi di balik tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Datuk, terutama mengapa ia melakukan penganiayaan yang menyebabkan korban mengalami luka serius hingga harus menjalani perawatan medis. "Anaknya tidak bisa dijadikan tersangka karena tidak ada di tempat kejadian.Namun, keterlibatan Lina sebagai pihak yang menemui korban perlu diperiksa karena itu bisa menjadi pemicu kekerasan," tambahnya. Febrian juga menjelaskan bahwa kasus ini dimulai dari aduan akademik anak Lina kepada orang tuanya, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Lina dengan menemui korban. Namun, aduan akademik tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai masalah hukum, melainkan hanya masalah internal di institusi pendidikan. "Aduan anak soal akademik adalah hal biasa, bukan kriminal. Namun, tindakan lanjutan yang menyebabkan kekerasan tidak dibenarkan dan dilarang oleh hukum," tegasnya. Febrian meminta penyidik untuk memisahkan mana yang termasuk tindak pidana dan mana yang sekadar persoalan akademik. Kejadian ini, menurutnya, tidak dapat dilihat sebagai inisiatif tunggal dari sopir (Datuk), melainkan bisa jadi dipicu oleh langkah Lina yang menemui korban. "Tindakan akademik tidak boleh berujung pada tindak pidana seperti penganiayaan. Hal ini harus menjadi fokus dalam proses penyidikan," katanya.
ADVERTISEMENT