Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten Media Partner
Pengamat Sarankan Pertamina Diaudit Terkait Subsidi BBM
13 Oktober 2022 11:24 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Hal itu dikatakan anggota DPR RI periode 2014-2019 ini usai melakukan lawatan ke Malaysia. Tepatnya di ujung utara Kalimantan, dataran tinggi Kinabalu wilayah pedalaman Sabah yang berjarak lebih dari 3.300 km dari Kuala Lumpur.
Hasilnya, Bambang mendapati BBM di wilayah tersebut berlimpah, di mana pasokan BBM ini didistribusikan oleh 3 perusahaan besar. Yaitu Petronas, Shell, dan Petron.
"Saat saya melakukan observasi, terlihat bahwa harga dari bahan bakar tersebut sama persis dengan yang saya lihat bulan lalu di Kuala Lumpur, yaitu sebesar 2,05 ringgit atau setara dengan Rp 6.700 untuk Oktan 95 yang disubsidi di Malaysia," katanya, Kamis (13/10).
Menurutnya, harga ini jauh lebih murah dari Pertalite oktan 90 yang disubsidi di Indonesia, yaitu sebesar Rp 10.000 saat ini. Bahan bakar subsidi di wilayah pedalaman Malaysia tersebut pun sangat mudah didapatkan oleh masyarakat setempat.
ADVERTISEMENT
Pria yang akrab disapa BHS ini bilang, bahan bakar Diesel (Solar) untuk angkutan logistik di Malaysia juga berkecukupan di wilayah tersebut dan disubsidi. Misalnya; Shell Fuelsave Diesel, harganya hanya sebesar 2,15 ringgit atau setara dengan Rp 7.095 dan tersedia di semua SPBU yang ada di wilayah tersebut.
"Sedangkan di Indonesia, Shell Fuelsave Diesel dijual dengan harga mahal yaitu Rp 18.140, dan di Indonesia solar bersubsidi campuran minyak sawit 30 persen harganya Rp 6.800. Namun di wilayah pedalaman Kalimantan di Indonesia sering kehabisan. Hal ini diperburuk dengan masyarakat yang harus membeli dengan harga mahal, bisa mencapai dua kali lipat dari harga yang sebenarnya. Hal ini banyak terjadi di wilayah pedalaman Kaltim, Kalbar, dan Kalteng," katanya.
ADVERTISEMENT
Selain mengamati langsung distribusi BBM di negara bagian Malaysia, mantan Wakil Sekjen Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat ini juga membandingkan jumlah total subsidi yang disediakan oleh pemerintah Malaysia di tahun 2022. Sebagaimana data yang diperoleh, anggaran BBM adalah sebesar 30 miliar ringgit atau setara dengan Rp 99 triliun.
"Jumlah tersebut untuk mensubsidi kebutuhan 15,5 juta mobil dan 17,5 juta motor dengan konsumsi BBM Oktan 95. Demikian juga Diesel juga disubsidi untuk angkutan logistik dan publik tanpa batasan kuota," katanya.
Sedangkan di Indonesia, pemerintah mensubsidi BBM Pertalite dengan Oktan 90 dan Biodiesel berkualitas rendah untuk angkutan publik dan logistik massal sebesar Rp 650 triliun di tahun 2022 yang disediakan untuk kendaraan berjumlah 15,6 juta mobil dan 112 juta motor, dengan aturan batasan kuota. Bahkan beberapa daerah sulit untuk mendapatkan BBM subsidi di sebagian besar wilayah Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dengan data tersebut, kata Bambang, terlihat perbedaan yang mencolok dari total subsidi padahal jumlah kendaraan mobil di Malaysia dengan Indonesia hampir sama, tetapi kualitas BBM yang disubsidi di Malaysia jauh lebih baik serta tanpa batasan kuota dan mudah untuk mendapatkan BBM subsidi tersebut.
"Dapat dikatakan, total anggaran nilai subsidi yang ada di Indonesia dengan tingkat pelayanan jauh di bawah Malaysia adalah tidak masuk akal, dan sudah sepatutnya Pertamina harus di audit oleh lembaga independen," katanya.
Selain itu, banyak rumor di Indonesia murahnya harga BBM subsidi di Malaysia karena sebagai negara pengekspor minyak. Memang benar Malaysia hanya pengekspor minyak mentah seperti halnya Indonesia, dan bahkan Indonesia jauh lebih besar ekspor minyak mentahnya ke luar negeri. Sedangkan Malaysia sama dengan Indonesia sebagai negara pengimpor minyak konsumsi dari berbagai negara. Seperti; Australia, Brunei, dan Singapura. Di mana mayoritas negara negara tersebut merupakan produsen minyak yang sama untuk impor di Indonesia
ADVERTISEMENT
Bambang melanjutkan, total subsidi yang ada di Malaysia tersebut memperhatikan untuk kebutuhan kendaraan logistik dan transportasi publik massal dengan memberikan kuota yang cukup untuk penggunaan bahan bakar Diesel dengan harga yang sangat murah. Hal ini diperkuat bahwa Pemerintah Malaysia juga menyediakan subsidi bahan bakar gas (CNG) untuk kendaraan logistik, angkutan publik massal dan taksi dengan harga setengahnya dari harga bahan bakar Diesel bersubsidi.
Sehingga, dapat dikatakan Pemerintah Malaysia sangat peduli dan paham bahwa angkutan logistik dan publik bisa membawa pengaruh yang sangat besar terhadap multiplier effect economy dan kesejahteraan masyarakat secara nasional. Sebaliknya di Indonesia, seperti kurang peduli dan tidak paham akan masalah ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh BBM subsidi untuk transportasi logistik dan publik massal.
ADVERTISEMENT
"Pertamina pun juga tidak profesional dalam menjalankan tata kelola dan distribusi minyak di Indonesia. Oleh karena itu, dugaan monopoli dan kartel tata kelola BBM di Indonesia harus ditiadakan, sehingga pemerintah dapat menunjuk perusahaan-perusahaan migas swasta profesional untuk berpartisipasi dalam tata kelola dan distribusi bahan bakar tanpa kartelisasi yang merugikan masyarakat Indonesia, seperti yang di lakukan oleh Pemerintah Malaysia," katanya. (Advertorial)