Konten Media Partner

Pengusaha Sebut Kenaikan Tarif Penyeberangan 11 Persen Tidak Rasional

10 November 2022 19:07 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap), Khoiri Soetomo. (ist)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap), Khoiri Soetomo. (ist)
ADVERTISEMENT
Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) menolak penyesuaian tarif penyeberangan sebesar 11 persen dari Kemenhub.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Gapasdap, Khoiri Soetomo, mengatakan keputusan tersebut tidak berdasar pada perhitungan yang benar. Sebagaimana yang diajukan operator angkutan penyeberangan dan telah disetujui atas dasar perhitungan dan analisa yang dilakukan Kemenhub beserta Gapasdap dengan melibatkan stakeholder.
"Mengacu pada Permenhub nomor 66 tahun 2019, formulasi perhitungan tarif angkutan penyeberangan terdiri dari ke pelabuhanan PT. ASDP, perwakilan konsumen YLKI, asuransi Jasa Raharja dan bahkan juga melibatkan Kemenko Marves," katanya.
Khoiri bilang, saat itu perhitungan tarif masih kurang 35,4 persen dari HPP operasional kapal penyeberangan, kekurangan tarif tersebut jauh sebelum adanya kenaikan BBM subsidi dari pemerintah sebesar 32 persen.
Menurutnya, bila kenaikan hanya 11 persen di KM 184/2022, maka kenaikan itu tidak berdasarkan pada PM 66/2019, karena perhitungannya tidak melibatkan stakeholder tarif sesuai dengan peraturan dan dianggap melanggar perundang-undangan.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Khoiri mempertanyakan pernyataan Menhub yang mengatakan kenaikan tarif sebesar 35,4 persen akan mengakibatkan dampak kenaikan inflasi yang tinggi, pernyataan ini tidak berdasarkan analisa dan perhitungan yang benar.
"Kami Gapasdap siap dipertemukan Kemenhub, pengamat kebijakan publik, YLKI, dan Badan Kebijakan Transportasi Balitbang Kemenhub," katanya.
Dia menjelaskan, pengaruh kenaikan tarif angkutan penyeberangan 35,4 persen dampak kenaikan tersebut terhadap harga komoditas hanya sebesar 0,11 persen. Sebagai contoh, truk pengangkut beras seberat 30 ton yang menyeberang di lintas Merak-Bakauheni tarifnya sebesar Rp 974.278.
Bila naik sebesar 35,4 persen, maka biaya menyeberang tersebut akan menjadi Rp 1.319.172, sehingga besaran kenaikan adalah Rp 344.894 untuk 30 ton beras. Di mana harga komoditas beras 30 ton adalah Rp 300 juta dengan estimasi per kilo Rp 10 ribu.
ADVERTISEMENT
"Kenaikan terhadap harga komoditas yang diangkut truk hanya sebesar 0,11 persen saja atau sebesar Rp 11,4 per kg. Dampak kenaikan tarif angkutan penyeberangan apabila naik 35,4 persen sangat kecil bila dibanding dengan harga komoditas beras awal sebelum menyeberang adalah Rp10 ribu per kg, sehingga harga beras setelah menyeberang menjadi Rp 10.014 saja," katanya.
Oleh karena itu, kata Khoiri, tidak ada alasan Kemenhub tidak bisa menaikkan tarif dengan besaran perhitungan yang sebenarnya. Di mana Kemenhub ikut terlibat menghitung besarannya, karena kenaikan itu untuk menjamin standardisasi keselamatan dan standardisasi pelayanan kenyamanan sebagai representatif bentuk tanggung jawab Menteri Perhubungan terhadap keselamatan dan kenyamanan transportasi laut sesuai dengan UU Pelayaran nomor 17/2008.
"Kenapa tarif Angkutan penyeberangan didiskriminasi bila dibanding dengan angkutan darat lainnya yang mengalami kenaikan," katanya.
ADVERTISEMENT
Seperti angkutan darat logistik (truk) dibolehkan naik sebesar 25-45 persen dan angkutan publik (bus) AKAP kelas ekonomi secara resmi dinaikkan sebesar 33 persen, dan bahkan angkutan bus AKDP maupun AKAP ada yang menaikkan tarif sebelum ditetapkannya dari Kemenhub sebesar 40-60 persen satu hari setelah kenaikan BBM, itu pun dibiarkan oleh petugas Kementerian Perhubungan.
Harusnya, Kemenhub memahami jumlah transportasi publik dan logistik yang menggunakan angkutan Ferry jumlahnya sangat kecil dibandingkan dengan yang tidak mengikuti angkutan Ferry. Misalnya di lintas Merak-Bakauheni yang terpadat dalam satu hari hanya menyeberangkan 5 ribu truk dan bus. Sedangkan jumlah angkutan logistik yang ada di Indonesia ada 6,5 juta unit dan jumlah angkutan publik ada 200 ribu unit, sehingga total ada 6,7 juta unit.
ADVERTISEMENT
"Bila dibanding dengan 5 ribu unit kendaraan yang diangkut oleh angkutan penyeberangan tidak lebih dari 0,07 persen dibanding dengan jumlah unit yang beroperasi diluar angkutan penyeberangan," katanya.
Sehingga dampak kenaikan harga logistik yang tidak menggunakan angkutan Ferry jauh lebih besar dan tentunya mengakibatkan inflasi lebih tinggi bila dibanding dengan yang menggunakan angkutan Ferry.
"Maka pernyataan Menteri Perhubungan tentang dampak inflasi yang disebabkan oleh kenaikan tarif Ferry adalah sangat tinggi terlihat tidak berdasar pada analisa yang benar," katanya.
Terkait dengan kemarahan publik yang dikaitkan dengan kenaikan tarif Ferry, Khoiri menyebut, apakah Kemenhub tidak memahami bahwa keselamatan transportasi adalah segalanya, dan tidak tahu sebenarnya penyebab kemarahan publik terhadap kenaikan tarif di semua moda transportasi publik adalah karena dipicu oleh kenaikan harga BBM dan komoditas lainnya.
ADVERTISEMENT
"Sebetulnya masyarakat bisa paham bahwa kenaikan tarif angkutan penyeberangan untuk melindungi keselamatan dan menjamin kenyamanan selama menggunakan angkutan penyeberangan. Seperti yang terjadi kenaikan tarif yang cukup tinggi di angkutan bus dan truk yang tersebar di Indonesia," katanya. (Adv)