Konten dari Pengguna

Tentang Kamu dan 'Topengmu'

Wina Christiana
@Kementerian Pertahanan
7 September 2021 10:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wina Christiana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi topeng. Foto : Pixabay.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi topeng. Foto : Pixabay.
ADVERTISEMENT
Pernahkah diliputi perasaan sedih, disaat yang sama berusaha menceritakannya pada sahabat. Menampilkan diri terlihat tabah dan kuat. Merespon kondisi dengan tersenyum bahkan tertawa.
ADVERTISEMENT
Meyakinkan sekitar bahwa "I am okay." Walaupun jelas merasa dalam keadaan tidak baik-baik saja.
Salah satu teman kuliah, yang sudah saya anggap adik. Sempat mencurahkan emosinya mengenai hal pribadi. Dari pesan yang dikirimkan, jelas saya menangkap kesedihan yang berusaha ditutupi. Mimpinya pudar seketika karena dinamika kehidupan yang tidak mungkin terhindarkan.
"Aku sedih banget kak." sapanya di pagi hari dengan emoticon tertawa. Sedikit bergurau, aku merespon "kalau sedih emoticon-nya begini." Selanjutnya aku kirimkan emoticon dengan ekspresi menangis. Setelah itu terbukalah tentang apa yang dirasakannya.
Perilaku yang sama mungkin kerap kita tunjukkan. Berusaha terlihat tegar, padahal hati ini merasa sakit.
Berusaha menyembunyikan kerapuhan kondisi dan menjadi pribadi yang terlihat kuat. Menolak emosi yang ada dalam diri, dengan mengenakan topeng "aku baik-baik saja." Berselisih jalan dengan hati yang senyatanya ingin menangis. Tapi topeng manusia penuh senyuman bahagia yang kita pilih untuk ditampilkan.
ADVERTISEMENT
Ya, topeng atau persona. Individu mengenakannya dengan tujuan diterima orang lain. Menampilkan hal yang terbaik dari dirinya, meski kadang bukan menjadi dirinya.
Kita belajar dan berproses mengenal norma yang berlaku di keluarga bahkan masyarakat sejak kecil. Bahkan beberapa tokoh psikologi meyakini adanya sisa psikis manusia yang menumpuk dari generasi ke generasi. Selanjutnya diwariskan kepada generasi selanjutnya dalam etnis atau suku tertentu.
Topeng dikenakan juga untuk menjaga keharmonisan berelasi. Salah satu tokoh Psikologi bernama Carl Jung menjelaskan bahwa persona merupakan topeng yang dipakai manusia sebagai respon terhadap tuntutan-tuntutan kebiasaan dan tradisi masyarakat.
Topeng menjadi wajah sosial. Individu akan menyesuaikan topengnya dengan lingkungan yang serupa untuk mendapatkan penerimaan. Topeng A akan digunakan di lingkungan A. Topeng B akan dikenakan saat berada di lingkungan B, demikian adaptasi selanjutnya.
ADVERTISEMENT
Topeng yang berbeda diperlukan untuk berinteraksi. Di kantor kita menunjukkan kewibawaan. Lain hal di rumah, kita menjadi familly man, yang penuh cinta kasih. Disebabkan yang kita hadapi adalah keluarga serta anak-anak.
Saat profesi kita sebagai pelayan masyarakat. Meski di kondisi cukup lelah, tetap berusaha menyapa dengan topeng bernuansa senyum. Mengabaikan rasa lelah dan tidak menunjukkan hal tersebut di depan pelanggan (customer). Meski ego dalam diri ingin meraih waktu rehat.
Terkadang ketika jejak waktu melewati rutinitas kerja. Pimpinan mendelegasikan tugas, disaat sudah bersiap pulang. Kerap kita gunakan topeng loyalitas sebagai pekerja. Walau ego di diri sebenarnya menolak karena pekerjaan ini masih dikerjakan esok hari.
Namun, ada juga yang lupa menanggalkan topengnya. Disebabkan sudah nyaman dengan 1 (satu) topeng. Dapat diambil contoh, seorang pimpinan yang terbiasa mengatur pegawai. Topeng itu masih dikenakan saat mengendarai mobil di jalan. Egopun berjalan, lalu berdampak pada perilakunya yang tidak memberikan jalan kendaraan lain melaju di hadapannya. Karena dia masih menggunakan topeng sebagai bos.
ADVERTISEMENT
Penting tidaknya topeng yang kita kenakan, kembali kepada diri kita sendiri untuk menilai persona apa yang harus kita tampilkan. Topeng juga dikenakan untuk menutupi perilaku negatif dalam diri, untuk disembunyikan dalam-dalam dari orang di sekitar kita.
Secara alam bawah sadar manusia akan merespon apa yang diinginkan oleh lingkungan di sekitarnya. Gunakan topeng yang selaras dengan harmoni di mana kita berada.
Jangan terintervensi dengan mengikuti keinginan orang lain untuk menggunakan topeng yang tidak kamu sukai. Adaptasi bukan berarti kamu harus mewujudkan keinginan orang lain dan tidak menampilkan jati diri kamu.
Gunakanlah topeng yang terbaik untuk menjalani kehidupan kita. Bukan berpura-pura menjadi orang lain untuk dapat diterima, tapi untuk menghargai orang lain karena setiap manusia berbeda.
ADVERTISEMENT