Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Cerpen: Mengulik Kebudayaan Wayang
27 Desember 2021 19:09 WIB
Tulisan dari Asep Setiono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hingga suatu malam, ada seorang anak muda yang merantau dari Jakarta menuju Yogyakarta. Ketika itu dia hendak berjalan di salah satu tempat yang kisarnya tidak jauh dari malioboro. Sempat melihat ada pertunjukan wayang kulit yang sangat ramai penonton. Akhirnya, dia merasakan tertarik untuk melihat. Karena dia sedikit tahu apa itu wayang kulit dan kebetulan tokoh yang di mainkan oleh sang dalang adalah tokoh semar. Anak muda ini bertanya yang berada di samping.
ADVERTISEMENT
“Selamat malam pak,”
“Nama saya Dista, asal Jakarta,”
“Selamat malam,”
“Kamu suka wayang, dik?”
“Suka Pak, cuma gak terlalu kenal dalam tokoh-tokoh tersebut,”
“Yang kamu lihat itu menceritakan tokoh semar yang dimana pada saat itu membangun sebuah kayangan,”
“Oke siap, terima kasih banyak Pak,”
“Salam sejahtera,” (sambil menyalam dari kedua tangan)
Setelah berbincang mengenai wayang tadi, aku sedikit kaget karena ada bahasa jawa yang tersirat. Sebagai orang belum lancar berbahasa jawa, dia tidak jadi masalah dengan hal tersebut. Hari sudah semakin pagi, banyak orang yang sudah tidak kuat karena mata mengantuk. Hingga pada puncak acara di tutup dengan gunungan wayang. Aku mulai mencoba memberanikan diri untuk bertanya kepada dalang serta jajaran.
ADVERTISEMENT
Setelah acara selesai, aku perlu menunggu peralatan dan yang lain setelah di kemas. Sambil membeli makanan, warung yang ada di pertunjukan tersebut ternyata masih buka hingga pukul 02.00. setelah aku makan dan melihat dalang sedang mengambil air minum di warung yang aku tempat tadi. Akhirnya kami mengobrol.
“Mohon maaf Pak, apakah saya boleh bertanya sedikit mengenai wayang?”
“Sangat boleh dik, saya suka dengan adanya anak muda yang bertanya wayang,”
“Terima kasih pak. Saya tahu sedikit tentang wayang, apa yang menyebabkan seseorang terpaku pada wayang, tentu orang jawa,” tanya dengan penasaran,”
“Begini anak muda, filosofi wayang ibarat dengan berbagai sifat manusia, jadi jangan salah dengan budaya wayang yang melekat sampe sekarang,”
ADVERTISEMENT
“Lalu apakah budaya wayang bisa di tinggal begitu saja? Karena memang sebagian orang tidak mementingkan,” tanya penuh semangat tinggi,”
“Jadi, jika menurut saya sendiri. Karena memang mereka jarang menonton pentas seni wayang, selain menghibur dan tertawa bersama, juga memberikan nilai positif dan tentu sangat berpengaruh pada orang lain jika paham secara mendalam,”
Pada waktu bersamaan, aku menutup dulu percakapan sambil mengucapkan salam. Dan setelah pergi aku ke rumah kakak. Tidak jauh dari tempat pentas wayang tersebut. Kemudian tidur hingga pagi hari. Sekitar pukul jam 10 pagi, kakak sudah menyiapkan sarapan pagi untuk saya. Kemudian saya mandi, sehabis mandi kakak memanggil untuk makan bersama.
“Ayo sarapan dik,”
“Baik kak, sebentar aku lagi cari baju,”
ADVERTISEMENT
“Aku tunggu,”
Setelah akhirnya makan bersama, aku lanjut jalan ke tepi rumah yang indah dan juga pemandangan bagus. Aku langsung mencari kamera untuk foto dengan gaya yang menarik. Terkadang aku juga sempat memnggil kakak untuk berfoto berdua. Ada sebuah kolam kecil dan banyak ikan yang membuat sangat kagum. Pemandangan yang begitu indah.
Rumah dekat pantai, jadi membuat nyaman aku tinggal di sini dan tentu banyak hal utama adalah budaya wayang yang legendaris sampai saat ini. Sayang, anak muda kurang begitu dekat mengenal budaya wayang. Maka dari itu, aku beruntung bisa bertemu dalang secara langsung.
Menjelang sore, karena aku di rumah sendiri dari pagi. Kakak pulang dengan membawa satu bungkus nasi goreng dan langsung makan bersama. Ketika hendak pergi pada malam itu, kakak mengajak hiburan ke sebuah tempat yang di mana ada sebuah pertunjukan wayang. Aku sangat gembira akan hal itu.
ADVERTISEMENT
“Dik, kamu senang di ajak ke sini?”
“Sangat suka dan senang, karena sebelum ke rumah kakak, aku sudah melihatnya,”
“Wow, bagus sudah mencintai budaya wayang, dik,”
“Sudah menjadi hak saya untuk mencintai dan melestarikan,”
Setelah menonton hingga larut malam. Kami terasa ingat kata dalang dan kebetulan dalam lakon menceritakan seorang tokoh jahat dan akhir yang begitu sulit di terima oleh keadaan. Ternyata wayang tersebut banyak nilai pendidikan serta nilai budaya warisan yang kental. Kemudian berjiwa besar dalam struktur keindahan.
Aku sempat berpikir dengan rasa percaya diri. Adanya wayang tersebut memberikan efek yang sangat baik. Serta tahu sifat manusia iri dengki, serakah dan yang lain. Banyak sosial media yang mengunggah. Hal ini tentu harapan budaya wayang semakin berkembang dan akan terus ada sampai generasi selanjutnya.
ADVERTISEMENT