Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sejarah Hukum Khamr dan Analisis Terhadap Pandangan Kontemporer
16 Juli 2024 6:04 WIB
·
waktu baca 13 menitTulisan dari Miftahur Rizqi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam Al-Qur'an dan Hadist sudah dibahas hukum keharaman khamr, dengan fokus pada konsep, sejarah, dan implikasinya dalam kehidupan sehari-hari umat Muslim. Khamr, yang mencakup segala jenis minuman yang memabukkan, dilarang keras dalam Al-Quran dan hadis, dengan alasan moral, sosial, dan kesehatan. Diskusi ini mencakup analisis hukum Islam terkait, argumen-argumen ulama, dan pandangan kontemporer tentang relevansi keharaman khamr dalam masyarakat modern. Artikel ini juga menggali dampak sosial dan individu dari konsumsi khamr serta upaya hukum dan sosial dalam mengatasi masalah terkait. Kesimpulannya, keharaman khamr bukan hanya sebagai aturan hukum, tetapi juga sebagai pedoman etis yang penting bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan yang sejalan dengan nilai-nilai agama dan moralitas.
ADVERTISEMENT
Syariat Islam telah mengharamkan khamr sejak empat belas abad yang lalu dan hal ini berkaitan dengan penghargaan Islam terhadap akal manusia yang merupakan anugrah Allah yang harus dipelihara sebaik-baiknya. Saat ini kalangan non-muslim mulai menyadari manfaat diharamkannya khamr setelah terbukti khamr dan sebagainya (penyalahgunaan narkotika, ganja) membawa bahaya bagi bangsa. Menyangkut pengharaman khamr dalam Islam maka hal tersebut dapat dilihat dari sekian banyak ayat Al-Qur’an maupun hadis yang menjelaskan dampak negatif dari khamr. Merujuk pada Al-Qur’an maka setidaknya ada empat tahap yang dilalui sampai terbentuknya label haram. Empat tahap tersebut dapat kita ketahui melalui pengkajian terhadap Asbab An-Nuzul ayat-ayat yang berkaitan dengan khamr (QS. al-Nahl/16: 67, Al-Baqarah/2: 219, al-Nisā/4: 43, alMāidah/5: 90-91). Berdasarkan penjelasan tentang larangan meminum khamr baik melalui dalil Al-Qur’an maupun hadis, maka dapat dikatakan bahwa motif keharaman khamr dikarenakan beberapa sebab. Pertama, merupakan perbuatan dosa (Al-Baqarah/2: 219). Kedua,merupakan perbuatan yang melampaui batas (Al-‘Arāf/7: 31). Ketiga, merusak nalar (Al-Nisā/4: 43). Keempat, merupakan perbuatan setan (Al-Māidah/5: 90-91). Kelima, minuman yang haram zatnya banyak atau sedikit tetap haram. Maka menjahui minuman ini guna menyelematkan kehidupan generasi mudadan bangsa adalah suatu keniscayaan. Menyangkut pengharaman khamr dalam Islam maka hal tersebut dapat dilihat dari sekian banyak ayat Al-Qur’an maupun Hadist yang menjelaskan dampak negatif dari khamr. Merujuk pada Al-Qur’an maka setidaknya ada empat tahap yang dilalui sampai terbentuknya label haram. Empat tahap tersebut dapat kita ketahui melalui pengkajian terhadap Asbab An-Nuzul ayat-ayat yang berkaitan dengan khamr.
ADVERTISEMENT
Tahap pertama surat al-Nahl (16) : 67 Al-Qur’an di dalam ayat makkiyah-nya secara tidak langsung mulai menganjurkan menghindari khamr dengan menunjukkan bahwa padanya terdapat unsur memabukkan seperti ditegaskan ayat berikut:
وَمِنْ ثَمَرٰتِ النَّخِيْلِ وَالْاَعْنَابِ تَتَّخِذُوْنَ مِنْهُ سَكَرًا وَّرِزْقًا حَسَنًاۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ
“Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan”. (An-Nahl (16) : 67.
Ayat ini turun sebelum diharamkannya khamr, dan nampaknya ayat ini adalah prolog bagi haramnya khamr, yang semula mereka anggap baik. Sebagian ulama berpendapat bahwa bagi yang membaca ayat ini dengan kedalaman instingnya akan berkata bahwa akan datang ketetapan atau hukum dari Allah tentang yang memabukkan. Saat itu khamr belum haram, sebab bagaimana dapat dikatakan ia telah diharamkan sementara disebutkan bersamaan dengan beberapa nikmat yang tidak haram (kurma dan anggur), sebab lain bahwa surat ini turun pada periode Mekah sementara pengharaman khamr terdapat pada surat al-Māidah. Maka dapat dikatakan bahwa ayat ini turun disaat khamr belum diharamkan. Oleh karena itu ayat di atas membicarakan minuman keras sebagai sesuatu yang berbeda dengan makanan yang baik. Namun bagi muslim yang memiliki kepekaan tinggi seperti Umar ibn Khattab, ayat ini sudah cukup membangkitkan kecurigaan menyangkut kebijaksanaan dan kesuciaan akan konsumsi khamr. Pada ayat di atas Allah sama sekali tidak menyinggung tentang dosa dan juga keharaman bagi peminum khamr. Dengan kata lain pada saat awal Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, datang khamr bukanlah minuman yang haram untuk dikonsumsi. Kemudian sejumlah muslim yang cerdas pergi kepada Nabi Muhammad SAW, menanyakan kebenaran melanjutkan kebiasaan minum khamr. Beberapa dari mereka langsung mengurangi takaran minumnya dan yang lain bahkan sama sekali berpantangan, meski minum minuman keras kal itu belum merupakan larangan dalam Islam. Oleh sebab itu tahap kedua dalam penyelesaian masalah ini berjalan lebih langsung namun masih bersifat hati-hati. Ayat Al-Qur’an yang diwahyukan di Madinah dan datang sebagai jawaban pertanyaan-pertanyaan para muslim menyangkut konsumsi khamr dan berjudi.
ADVERTISEMENT
Tahap kedua surat Al-Baqarah (2) : 219 :
يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِۖ وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَاۗ وَيَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ەۗ قُلِ الْعَفْوَۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَۙ
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya” (Al-Baqarah/2: 219).
Ayat itu turun ketika Umar bin Khatab, Muazd bin Jabal dan beberapa orang Anshor mendatangi Nabi Muhammad SAW., lalu meminta fatwa tentang minuman keras dan judi, beliau menjawab, “keduanya dapat menghilangkan akal dan menghabiskan harta.” Pertanyaan ini muncul sebab saat itu penduduk Madinah gemar meminum arak (minuman yang memabukkan) dan makan dari hasil perjudian. Dapat dikatakan bahwa ayat tersebut adalah ayat pertama yang menyinggung tentang larangan khamr. Kemudian mereka para sahabat kala itu menanyakan tentang kebiasaan tersebut. Sehubungan dengan hal itu Allah SWT., menurunkan ayat ke-219 dari Surah al-Baqarah tentang mereka yang menanyakan khamr. Setelah mendapat jawaban mereka berkata “Tidak diharamkan kita meminum khamr, hanya saja berdosa besar”. Oleh sebab itu mereka meneruskan kebiasaan tersebut. Menanggapi ayat ini maka dapat dikatakan bahwa umat Muslim ketika itu masih terpecah menjadi dua golongan. Sebagian meninggalkan minum khamr karena menyadari adanya dosa yang besar dan sebagian lagi tetap meminumnya karena melihat adanya aspek manfaat pada jenis minumanan tersebut. Oleh karenanya tidak langsung diharamkan sebab masih pada tahap kontek memberi nasehat dan arahan. Jadi ayat ini jelas memberi dukungan kepada mereka yang tingkat kesalehannya telah membuat mereka melihat adanya dosa besar dalam khamr, bahkan sebelum mereka diberi tahu tentang itu. Dikarenakan ayat ini belum sepenuhnya melarang konsumsi khamr, sejumlah besar muslim masih terus minum, khususnya di waktu pagi hari (subuh) dan pada siang menjelang sore atau pun malam, sebagaimana tradisi dan kebiasaan mereka saat itu. Namun, seperti yang diharapkan, banyak yang mulai mengurangi kosumsi minuman keras di siang harinya dan banyak lagi yang telah mengembangkan sejumlah perasaan bersalah terhadap minuman itu, yang mengandung dosa besar dan hanya mendatangkan sejumlah manfaat. Menurut Malik bin Nabi, ayat ini hanya menunjukkan “keburukan” alkohol ke dalam kesadaran kaum Muslim. Ini adalah cara yang paling jelas dalam merumuskan masalah; pertama dengan mengingat demikian banyaknya kesibukan sosial lain dari sebuah masyarakat yang baru terbentuk. Karena itu jeda ini barangkali merupakan inkubasi yang diperlukan; langkah psikologis ke arah penyelesaian problem. Hal senada juga dinyatakan oleh Munib Thaḥan bahwa tahap kedua ini menumbuhkan kesadaran bahwa meninggalkan khamr itu lebih baik, dan fokus ayat ini lebih pada bahaya dan manfaat khamr. Ketika masyarakat muslim siap dengan dosis berikutnya, tahap ke tiga dalam hirarki datang, yaitu pembatasan yang lebih besar.
ADVERTISEMENT
Tahap ketiga pembatasan konsumsi khamr surat al-Nisā (4): 43 :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكٰرٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan”. (An-Nisā (4): 43).
Ayat di atas merupakan tahapan selanjutnya sebelum pemberian label haram pada khamr. Imam al-Qurtubi dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ayat tersebut turun di latar belakangi suatu kejadian di mana ada seorang laki-laki yang meminum khamr kemudian maju untuk mengimami shalat. Karena khamr yang diminum menyebabkan ia mabuk, bacaan yang dibacanya pun menjadi keliru. Ia keliru membaca ayat dalam surat al-Kāfirūn berikut :
قُلْ يَأَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ نَحْنُ نَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَ
ADVERTISEMENT
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan”. (An-Nisā (4): 43).
Sehubungan dengan kejadian itu turunlah ayat ke-43 dari surah An-Nisa.19 Pembatasan ini amat penting bila ditinjau dari segi medis, psikologis, dan juga aspek ekonomi. Jika melihat bunyi redaksi ayat di atas maka kondisi mabuk sekarang dihadapkan langsung dengan praktek shalat, praktek ibadah terpenting dalam Islam. Nabi SAW., bersabda, “shalat adalah tiang agama.” Demikian pula apa yang disampaikan Umar ibn Khattab kepada para pekerjanya, “Sesungguhnya sepenting-pentingnya perkara kalian bagiku adalah shalat, barang siapa yang menjaga shalatnya maka telah menjaga segala urusan dan agamanya. Bagi yang meninggalkan shalat maka ia akan lebih mudah meninggalkan segala urusannya. Oleh sebab itu sejumlah ilmuwan muslim menganggap seseorang yang telah berhenti shalat sebagai orang yang murtad. Seperti diketahui, seorang muslim harus mempraktekkan shalatnya lima kali sehari. Pada waktu fajar, tengah hari, sore, ketika matahari terbenam dan di malam hari. Seorang muslim harus menjalankan shalat dalam waktu-waktu khusus dan jika ia tidak shalat sebab mabuk, berarti ia tidak boleh minum alkohol lagi, karena shalat wajib dijalankan sepanjang hari dengan pembagian waktu yang merata. Periode paling panjang adalah antara sholat malam (isya) sampai fajar, namun meskipun memiliki rentan waktu yang cukup panjang, pastilah ia akan datang ke tempat shalat dengan membawa pengaruh mabuk. Dengan rentan waktu yang demikian singkat antara satu waktu shalat ke waktu shalat yang lain dapat mempersempit ruang gerak atau kesempatan untuk minum minuman keras sebab pengaruh yang ditimbulkan tidak dapat hilang dengan cepat, maka priode ini adalah priode pembasmian kebiasaan minum minuman keras.
ADVERTISEMENT
Jadi ada sebuah konflik yang jelas antara perintah baru ini dengan tradisi Arab menyangkut konsumsi alkohol pada waktu subuh dan sore atau malam. Ini khususnya terjadi ketika orang-orang datang ke masjid untuk shalat di malam hari, dalam keadaan mabuk. Bagi mereka yang belum siap mengurangi minuman khamrnya sebelum turunnya ayat ini, merasakan pertempuran psikologis dan organis untuk menarik diri dari kebiasaan, sesuatu yang harus diperangi dengan baik. Di antara mereka ada yang menunda kontrol kebiasaan minumnya akan terus menjadi pecandu alkohol kompulsif, peminum yang sakit dan peminum neurotik. Sejumlah kecil mungkin menjadi pecandu alkohol dan fisiknya rusak oleh alkohol. Jadi secara medis, tahap ini dalam inhibisi (larangan/pencegahan) timbal balik kolektif merupakan sebuah fase penting menuju penantangan sepenuhnya. Mereka itu memerlukan waktu untuk mengatasi gejala-gejala menarik diri, karena tidak ada obat-obat yang telah diberikan guna mengurangi gejala yang menyakitkan ini. Fase ini juga memiliki akibat ekonomis. Banyak dari mereka yang sumber kehidupan utamanya berasal dari penjualan khamr setelah mengetahui risalah itu kemudian mencari barang dagangan lain. Satu hari, seseorang akan membayangkan bahwa konsumsi total dan penjualan khamr tentu telah berkurang sejak wahyu Al-Qur’an yang awal, yang menyatakan bahwa alkohol mengandung keburukan dan dosa yang lebih besar. Para pedagang dan penjual anggur muslim yang baik dan sensitif telah merasakan sikap negatif terhadap pekerjaan mereka dan akan mengganti atau berpikir untuk mengganti barang dagangannya. Bagaiman pun, ayat yang melarang dilakukannya shalat selama mabuk ini telah membuat jelas, bahkan terhadap para pedagang Kristen dan Yahudi, tahap lebih lanjut macam apa yang akan terjadi. Juga adanya pengurangan lebih besar dalam konsumsi khamr akan menjadi sebuah indikasi yang lebih konkrit. Meskipun demikian ternyata masyarakat Muslim bulumlah dapat meninggalkan kebiasaan mereka meminum minuman keras. Disebabkan belum adanya larangan tegas tentang keharaman meminumnya, dan kemudian turunlah tahap akhir dari larangan ini.
ADVERTISEMENT
Tahap keempat al-Māidah (5): 90-91:
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِنَّمَا الۡخَمۡرُ وَالۡمَيۡسِرُ وَالۡاَنۡصَابُ وَالۡاَزۡلَامُ رِجۡسٌ مِّنۡ عَمَلِ الشَّيۡطٰنِ فَاجۡتَنِبُوۡهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُوۡنَ
اِنَّمَا يُرِيۡدُ الشَّيۡطٰنُ اَنۡ يُّوۡقِعَ بَيۡنَكُمُ الۡعَدَاوَةَ وَالۡبَغۡضَآءَ فِى الۡخَمۡرِ وَالۡمَيۡسِرِ وَيَصُدَّكُمۡ عَنۡ ذِكۡرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ ۚ فَهَلۡ اَنۡـتُمۡ مُّنۡتَهُوۡن
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”. (al-Māidah/5: 90-91).
ADVERTISEMENT
Ayat di atas merupakan akhir dari tahap pengharaman khamr. Setelah ayat tersebut turun maka khamr menjadi haram. Imam Al-Qurthubi menyebutkan bahwa sampai-sampai sebahagian umat Muslim mengatakan bahwa Allah SWT tidak pernah mengharamkan sesuatu yang sangat dahsyat kecuali khamr. Abu Maisarah berkata, “Ayat ini turun sebab Umar bin Khattab. Sesungguhnya ia menyampaikan kepada Nabi SAW kelemahan-kelemahan khamr dan pengaruhnya terhadap manusia, maka ia pun berdo’a kepada Allah SWT., agar khamr diharamkan seraya berkata, “Ya Allah jelaskan kepada kami mengenai hukum khamr dengan penjelasan yang memuaskan” maka turunlah ayat-ayat tersebut. Kemudian umar berkata, “kami menyudahinya, kami menyudahinya.” Adapun salah satu hikmah dari tahapan-tahapan pengharaman khamr ialah bukti bahwa Islam bukanlah agama yang memberatkan umatnya. Islam mengajarkan bahwa untuk mencapai suatu tujuan yang besar diperlukan tahapan yang tidak sebentar. Ini juga menunjukan bahwa untuk membiasakan suatu hal yang baru haruslah dimulai dari tahap yang paling mudah tidak langsung kepada tahap yang sulit. Gambaran unik sejarah ini merupakan saksi keberhasilan kampanye, dan dari contoh tersebut, disusun langkah-langkah pendekatan Islami sebagai berikut: keteladanan pemimpin (al-Aḥzāb/33: 21), penyebaran informasi tentang bahaya penyalahgunaan (al-Baqarah/2: 219), langkah legislatif yang gradual disertai dengan perubahan kehidupan sosial yang lebih baik dari masyarakat (al-Nisā/4: 43), hukum pelarangan dan pelaksanaan hukuman bagi penyalahguna muncul terakhir (al-Māidah/5: 90-91). Langkah-langkah ini berdelikan dua aspek utama yaitu aspek spiritual dan aspek sosial, yang dipadukan secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Menyangkut priodesasi pengharaman khamr dalam Al-Qur’an sebagaimana hal tersebut terjadi di zaman Nabi Muhammad SAW. Maka ketika Al-Qur’an melarang seorang muslim dalam keadaan mabuk mengerjakan shalat sehingga ia sadar, larangan tersebut adalah tindakan preventif Al-Qur’an dalam mencegah manusia berperilaku buruk. Jika seorang muslim tidak dibenarkan melakukan shalat di saat ia mabuk, maka ini adalah sinyalemen bahwa larangan meminum-minuman keras yang bersifat preventif bagi pelakunya. Al-Qur’an melarang seorang muslim untuk meminum-minuman keras, karena mudharat atau bahayanya jauh lebih besar dari manfaatnya. Sementara larangan yang menyebutkan mudharat lebih besar dari kemanfaatan merupakan metodologi AlQur’an dengan menggunakan pendekatan kuratif. Semantara upaya rehabilitatif dengan memperbanyak amalan-amalan shaleh dan menjahui kemungkingan-kemungkinan terjebak dalam kemaksiatan dan dosa juga banyak kita temukan dalam Al-Qur’an. Pendekatan rehabilitaf ini adalah bagian dari menifestasi taubat dengan imbalan amal shaleh dan peningkatan keimanan dan ketakwaan. Jika dari penjelasan sejarah pengharaman khamr pada masa Rasullah SAW., dapat kita jadikan pelajaran yang kemudian diwujudkan dengan langkah yang nyata menggunakan langkah-langkah preventif, kuratif dan rehabilitatif maka hal tersebut dipastikan dapat menjamin kehidupan sosial yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Analisis terhadap konsep khamr (minuman keras) dari sudut pandang kontemporer melibatkan pemahaman tentang bagaimana pandangan sosial, ekonomi, hukum, dan kesehatan saat ini mempengaruhi penilaian terhadap praktik ini dalam masyarakat.
Secara tradisional, hukum Islam melarang konsumsi khamr berdasarkan dalil-dalil Al-Quran dan hadis yang menunjukkan bahayanya bagi individu dan masyarakat. Namun, dalam konteks kontemporer, ada berbagai perspektif yang perlu dipertimbangkan:
1. Aspek Kesehatan : Analisis medis tentang dampak kesehatan dari konsumsi alkohol telah menjadi fokus utama. Pandangan kontemporer sering menyoroti risiko kesehatan seperti kecanduan, penyakit hati, dan dampak negatif lainnya.
2. Aspek Sosial : Konsumsi khamr sering kali terkait dengan masalah sosial seperti kekerasan dalam rumah tangga, kecelakaan lalu lintas, danpenyalahgunaan zat. Perspektif kontemporer cenderung menyoroti dampak negatif ini terhadap masyarakat.
ADVERTISEMENT
3. Aspek Hukum : Di banyak negara, regulasi terkait penjualan, distribusi, dan konsumsi alkohol dibentuk berdasarkan pertimbangan hukum dan kepentingan publik. Pandangan kontemporer dapat mencakup perdebatan tentang regulasi dan kebijakan terkait alkohol.
4. Aspek Ekonomi : Industri minuman keras memiliki dampak ekonomi yang signifikan, baik dari segi pendapatan maupun dampak sosial ekonomi lainnya. Analisis kontemporer sering mencakup pertimbangan ini dalam diskusi tentang khamr.
5. Perspektif Budaya dan Religius : Masyarakat kontemporer juga memiliki berbagai sudut pandang budaya dan agama terkait khamr. Diskusi tentang pluralisme budaya dan toleransi sering kali menjadi bagian dari analisis ini.
Analisis terhadap khamr dalam konteks pandangan kontemporer membantu kita memahami kompleksitas sosial,
kesehatan, hukum, dan budaya yang terlibat dalam diskusi tentang minuman keras di zaman modern. Itu juga mempertimbangkan bagaimana nilai-nilai dan norma berubah atau bertahan seiring waktu.
ADVERTISEMENT