Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Marak Terjadi di Indonesia, Begini Korupsi dalam Hukum Positif dan Islam
20 Maret 2023 8:05 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari FITHA AYUN LUTVIA NITHA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Lagi-lagi internal pemerintahan kita kembali mendapatkan kritikan keras oleh rakyatnya sendiri. Belum lama ini sedang hangat diperbincangkan sejumlah pegawai pajak Indonesia diduga melakukan korupsi.
ADVERTISEMENT
Khususnya Rafael Alun yang cukup disorot masyarakat Indonesia, buntut dari kasusnya bahkan menjerat sejumlah rekan Rafael, tak terkecuali Kepala Kantor Pajak Madya Jakarta Timur Wahono Saputro. Kini Wahono ikut masuk radar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikarenakan istrinya memiliki saham di perusahaan properti istri eks pejabat pajak, Rafael Alun Trisambodo, Ernie Meike.
Tepatnya di hari Selasa (14/3), Wahono Saputro dijadwalkan menjalani klarifikasi harta kekayaan oleh KPK. Bahkan pihak Wahono Saputro disebut-sebut jaksa KPK dalam sidang kasus suap pengurusan pajak Country Director PT Eka Prima Ekspor Indonesia (PT EKP), Ramapanicker Rajamohanan Nair.
Maraknya kasus suap pajak ini menjadi satu kesatuan yang harus segera dibereskan. Peristiwa ini nantinya akan berimbas serius. Jika kasus ini terus terjadi maka akan menggerus kepercayaan masyarakat sehingga membuat masyarakat enggan membayar pajak akibat krisis percaya tadi.
Dilansir Indonesia Corruption Watch (ICW), dalam laman resminya mencatat sepanjang 2005 hingga 2019 sedikitnya terdapat 13 kasus korupsi perpajakan yang menunjukkan adanya kongkalikong antara pihak pemerintah dan swasta. Dari seluruh kasus itu, terdapat 24 orang pegawai pajak yang terlibat.
ADVERTISEMENT
Menurut ICW, modus umum dalam praktik korupsi pajak adalah suap menyuap. Total nilai suap dari keseluruhan kasus tersebut mencapai Rp 160 miliar. Nominal ini belum dihitung nilai kerugian negara akibat berkurangnya pembayaran pajak oleh wajib pajak korporasi.\
Berikut di antaranya faktor-faktor yang menyebabkan sejumlah pejabat nekat melakukan korupsi. Pertama yakni faktor internal yang mencakup sifat serakah, tamak, rakusnya manusia, kemudian gaya hidup konsumtif, serta moral dan spiritual keagamaan yang lemah.
Selanjutnya yakni untuk faktor eksternal, seperti aspek sosial yang meliputi pergaulan sekitar, kemudian aspek kepentingan politik, sisi hukum yang lemah atau tidak tegas dalam mengatur pelarangan dan penghukuman korupsi, dan terakhir sisi ekonomi yang mendesak.
Sanksi Hukum Positif Indonesia dalam Tangani Kasus Korupsi
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur hukuman untuk tindak pidana korupsi, tepatnya pada Pasal 603. Hukuman tersebut berupa pidana penjara dan denda.
ADVERTISEMENT
Di dalam pasal ini memuat penjelasan bahwa orang yang secara sah melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI.
Kemudian terkait kategorisasi denda diatur dalam Pasal 79 KUHP. Denda kategori II sebesar Rp10 juta, sedangkan kategori VI sebesar Rp2 miliar.
Selain aturan di atas terkait sanksi hukuman tindak pidana korupsi juga termuat dalam aturan khusus yakni UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pada Pasal 2 UU Tipikor menyebut hukuman penjara bagi koruptor paling sedikit empat tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Maksimal hukuman penjara bagi koruptor adalah 20 tahun. Selain itu, UU Tipikor mengatur denda bagi koruptor paling kecil Rp200 juta. Denda paling besar Rp1 miliar.
UU Tipikor juga mengatur hukuman mati bagi koruptor yang korupsi saat negara dalam keadaan bahaya. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Larangan Korupsi dalam Islam
Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 188:
وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Artinya: Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.
ADVERTISEMENT
Dalam Islam, korupsi berupa konflik kepentingan. Dan, suap-menyuap merupakan hal yang dilarang keras. Menurut buku Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi yang merupakan karya dari kumpulan bahtsul masail ulama-ulama NU disebutkan, hal paling mendasar dalam konflik kepentingan adalah adanya kepentingan kelompok maupun pribadi yang ingin berkesinambungan. Baik itu di lingkup pengusaha, eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
Pada masa Rasul, terdapat contoh konflik kepentingan antara petugas pemungut zakat yang juga sekaligus pendakwah Islam di Yaman. Kala itu, petugas tersebut ditugaskan di Yaman karena masyarakatnya sedang dibina mengenai zakat.
Nabi kemudian mengutus Mu’az bin Jabal ke Yaman sebagai juru dakwah. Dalam hadis shahih riwayat Ahmad: Rasulullah memanggil kembali Mu’az dan juga berpesan kepadanya untuk tidak melakukan korupsi terhadap apapun selama bertugas menjadi pendakwah dan pejabat di Yaman.
ADVERTISEMENT
Kemudian berdasarkan hadis riwayat At-Tirmizi diceritakan: “Dari Mu’az bin Jabal, ia berkata: Rasulullah mengutus saya ke Yaman. Ketika saya baru berangkat, beliau memerintahkan seseorang untuk memanggil saya kembali. Maka saya pun kembali dan beliau berkata: “Apakah engkau tahu aku mengirimmu orang untuk kembali? Janganlah kamu mengambil sesuatu tanpa izin saya, karena hal itu adalah ghulul. Dan barangsiapa berlaku ghulul, maka ia akan membawa barang yang digelapkan atau dikorupsi itu pada hari kiamat. Untuk itulah aku memanggilmu. Sekarang berangkatlah untuk tugasmu,”.
Atas dasar hadis tersebutlah, cakupan ghulul pada tahun ke-10 hijriah bukan hanya sebatas pada harta rampasan perang sebagaimana yang terjadi di tahun sebelumnya. Uang tip, pelicin, dan uang keamanan masuk dalam kategori tindakan korupsi.
ADVERTISEMENT
Dalam istilah Nabi, uang-uang ini disebut al-maksu atau pungutan liar. Dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwasannya perbuatan korupsi sangatlah merugikan, tak hanya hukum di Indonesia yang melarang dalam islam pun mengharamkannya. Semoga bermanfaat.