Konten dari Pengguna

Benarkah Politik Identitas Ancaman bagi Keutuhan NKRI?

Fara Sahida Sakiman
Mahasiswa aktif S1 kebidanan di Universitas Muhammadiyah Surabaya
8 Maret 2025 18:28 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fara Sahida Sakiman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi dalam berbagai kontestasi politik https://www.pexels.com/id-id/pencarian/politik%20identitas%20kerap%20menjadi%20perbincangan%20hangat%20dalam%20dinamika%20demokrasi%20di%20indonesia./
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi dalam berbagai kontestasi politik https://www.pexels.com/id-id/pencarian/politik%20identitas%20kerap%20menjadi%20perbincangan%20hangat%20dalam%20dinamika%20demokrasi%20di%20indonesia./
ADVERTISEMENT
Politik identitas kerap menjadi perbincangan hangat dalam dinamika demokrasi di Indonesia. Dalam berbagai kontestasi politik, identitas berbasis suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sering kali digunakan sebagai alat kampanye untuk meraih dukungan. Namun, benarkah politik identitas menjadi ancaman bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)?
ADVERTISEMENT
Politik Identitas: Sebuah Keniscayaan dalam Demokrasi
Secara umum, politik identitas bukanlah sesuatu yang sepenuhnya negatif. Dalam demokrasi, keberagaman identitas adalah hal yang wajar, bahkan bisa menjadi kekuatan jika dikelola dengan baik. Masyarakat yang memiliki latar belakang berbeda tentu memiliki aspirasi politik yang beragam, dan itu perlu dihormati dalam sistem demokrasi.
Di banyak negara, politik identitas justru menjadi alat untuk memperjuangkan hak kelompok-kelompok yang selama ini terpinggirkan. Di Indonesia, misalnya, perwakilan kelompok perempuan, kaum disabilitas, dan masyarakat adat dalam politik adalah contoh bagaimana politik identitas dapat digunakan untuk memperjuangkan kepentingan tertentu secara positif.
Ketika Politik Identitas Menjadi Ancaman
Meski politik identitas adalah hal yang lumrah, ia menjadi ancaman ketika digunakan untuk memecah belah masyarakat. Dalam beberapa kasus, politik identitas dimanfaatkan sebagai strategi kampanye dengan menyebarkan narasi kebencian terhadap kelompok lain.
ADVERTISEMENT
Kita bisa melihat bagaimana pada pemilu atau pilkada, sentimen SARA sering kali dimanfaatkan untuk kepentingan politik jangka pendek. Alih-alih menawarkan gagasan dan program yang solutif, sebagian politisi justru menggunakan isu identitas untuk menciptakan polarisasi di masyarakat. Akibatnya, muncul gesekan sosial yang berkepanjangan, bahkan setelah pesta demokrasi usai.
Sejarah menunjukkan bahwa politik identitas yang ekstrem dapat mengancam stabilitas negara. Kita bisa belajar dari berbagai konflik horizontal yang pernah terjadi di Indonesia, seperti di Ambon dan Poso, yang dipicu oleh ketegangan berbasis identitas. Jika politik identitas terus dimainkan tanpa batas, bukan tidak mungkin ancaman serupa kembali terjadi.
Menjaga Keutuhan NKRI di Tengah Keberagaman
Keberagaman adalah realitas bangsa ini. Pancasila sebagai dasar negara telah memberikan pedoman bagi kita untuk hidup berdampingan dalam perbedaan. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak—baik pemerintah, elite politik, maupun masyarakat—untuk mengelola politik identitas secara bijaksana.
ADVERTISEMENT
Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:
1.Mengedepankan Politik Gagasan
Alih-alih memainkan isu identitas, para pemimpin dan politisi seharusnya lebih fokus pada program kerja dan solusi atas permasalahan bangsa. Masyarakat juga perlu lebih kritis dalam memilih pemimpin berdasarkan kapasitas, bukan sekadar kesamaan identitas.
3.Meningkatkan Literasi Politik Masyarakat
Edukasi politik yang baik akan membantu masyarakat memahami bahwa politik identitas yang bersifat destruktif justru merugikan bangsa. Kampanye anti-hoaks dan literasi digital juga penting untuk mencegah penyebaran informasi yang memperkeruh perbedaan.
4.Memperkuat Rasa Kebangsaan
Nilai-nilai kebangsaan harus terus dipupuk, baik melalui pendidikan formal maupun ruang-ruang sosial lainnya. Generasi muda harus didorong untuk memahami bahwa persatuan lebih penting daripada kepentingan politik sesaat.
Fara Sahidah Sakiman, mahasiswa sarjana kebidanan Universitas Muhammadiyah Surabaya
ADVERTISEMENT