Konten dari Pengguna

Demi Cantik, Rela Mati?

Fara Lubis
Mahasiswi Fakultas Hukum USU
1 Oktober 2024 9:42 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fara Lubis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan, begitulah kesehatan diatur dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Yang mana, kesehatan merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang dimiliki semua orang, tanpa terkecuali. Apabila kita menilik pengertian dari sehat itu sendiri, bersumber dari pasal 1 Undang-Undang No.17 Tahun 2023, dinyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat seseorang, baik secara fisik, jiwa, maupun sosial dan bukan sekadar terbebas dari penyakit untuk memungkinkannya hidup produktif.
Sumber : Fara Amelia Lubis
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Fara Amelia Lubis
A. Alasan Pentingnya Isu Kesehatan bagi Negara
ADVERTISEMENT
Salah satu unsur terpenting dari perkembangan suatu negara adalah index kesehatan warga negaranya yang baik, untuk itu setiap negara harus memiliki sistem pengaturan pelaksanaan bidang kesehatan tersebut agar tujuan menyehatkan masyarakat tercapai. Sistem pengaturan tersebut dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang nantinya dapat dijadikan sebagai pedoman yuridis dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada warga negara. Untuk itu pemahaman tentang hokum kesehatan sangat penting tidak hanya bagi profesi tenaga kesehatan dan masyarakat sebagai konsumen pelayanan kesehatan tetapi juga bagi pihak akademisi dan praktisi hukum. Terkait pemahaman hukum kesehatan sangat penting untuk diketahui agar dalam pelaksanaannya sesuai dengan prosedur kesehatan.
Kita dapat menyimpulkan bahwa hukum kesehatan menyangkut hak dan kewajiban seluruh subjek dalam hukum kesehatan. Adapun yang termasuk subjek hukum dalam hukum kesehatan yaitu pemerintah, rumah sakit, tenaga medis dan tenaga kesehatan, pasien dan masyarakat. Semua subjek ini memiliki hak dan kewajiban masing-masing dalam Undang-Undang Kesehatan guna penyelenggaraan kesehatan yang baik dan merata di seluruh wilayah Indonesia.
ADVERTISEMENT
Setiap profesi tentu memiliki etik, sama halnya dengan profesi dokter yang mempunyai etik profesi yang harus diamalkan. Begitu pula rumah sakit sebagai suatu instansi dalam pelayanan kesehatan juga mempunyai etika yang di indonesia terhimpun dalam etik rumah sakit indonesia (ERSI). Menurut para ahli, etika profesi adalah seperangkat nilai, prinsip, dan norma moral yang mengatur perilaku dan tindakan individu dalam konteks profesinya. Etika profesi berfungsi sebagai panduan moral yang membantu para profesional dalam mengambil keputusan yang tepat, bertanggung jawab, dan etis. Dalam hukum kesehatan sendiri juga memberikan pengertian yang sama, dimaksudkan salah satunya adalah agar tidak terjadinya malpraktik dalam pelayanan kesehatan.
B. Malpraktik, kelalaian kah?
Membahas terkait malpraktik, tidak jarang kita melihat banyak kasus tenaga medis yang melakukan kesalahan akibat kelalaian. Salah satunya adalah kasus yang sedang hangat diperbincangkan di media, yaitu kasus kematian yang disebabkan oleh malpraltik operasi sedot lemak di sebuah klinik kecantikan. Klinik kecantikan yang saat ini banyak dicari dan dibutuhkan, tidak hanya wanita tetapi juga pria, yang digadang-gadang dapat memberikan kebahagiaan dan kepuasan terkait mengubah penampilan seseorang menjadi lebih baik, justru merenggut hidup seseorang. Di klinik kecantikan kita bisa memperbaiki semua permasalahan kulit, tidak hanya pada wajah tetapi juga hampir seluruh tubuh. Banyak treatment ataupun tindakan bahkan obat yang ditawarkan oleh dokter kecantikan kepada para pasien. Pada awalnya pasien tentu akan melakukan pengecekan atau konsultasi kulit terlebih dahulu, setelah mengetahui permasalahan kulit, pasien akan diberikan informed consent. Informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien kepada dokter untuk melakukan tindakan kedokteran tertentu setelah mendapatkan penjelasan dari dokter. Informed consent penting dilakukan karena setiap pasien berhak mengetahui manfaat dan risiko dari tindakan medis yang akan dijalaninya. Informed consent juga bertujuan untuk meningkatkan komunikasi antara dokter dan pasien, serta memberikan perlindungan hukum untuk keduanya.
ADVERTISEMENT
Namun, tidak sedikit ada dokter yang berpikiran bahwa dengan pasien menyetujui atau mengisi pernyataan perjanjian itu, lantas akan membebaskan dokter tersebut dari tindak pidana. Padahal, hal ini sama sekali tidak benar. Dalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggung-jawaban (etik dan disiplin profesinya. Persidangan MKEK bertujuan untuk mempertahankan akuntabilitas, profesionalisme dan keluhuran profesi. Saat ini MKEK menjadi satu-satunya majelis profesi yang menyidangkan kasus dugaan pelanggaran etik dan/atau disiplin profesi di kalangan kedokteran. Di kemudian hari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), lembaga yang dimandatkan untuk didirikan oleh UU No 29 / 2004, akan menjadi majelis yang menyidangkan dugaan pelanggaran disiplin profesi kedokteran.
ADVERTISEMENT
Terutama terkait malpraktik, dalam malpraktik yang dapat menimbulkan kerugian pada pasien, dapat diajukan gugatan atas dasar wanprestasi dan atau perbuatan melawan hukum. Mendudukkan hubungan tenaga medis dengan pasien yang mempunyai landasan hukum, dapat dimulai dengan pasal 1313 KUH Perdata “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Dengan demikian kedudukan pasien dan tenaga medis dalam pelayanan kesehatan seharusnya seimbang. Di satu sisi pasien membutuhkan tenaga medis untuk mengatasi masalah kesehatannya, sedangkan di lain pihak tenaga medis membutuhkan pasien untuk mendapatkan penghasilan sekaligus untuk mempraktekkan ilmu medis yang telah dipelajarinya di bangku pendidikan.
C. Penegakan Hukum di Indonesia
Pasal 440 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 menyebutkan bahwa jika kealpaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian, setiap Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Jelas sudah bahwa kealpaan atau kelalaian yang disebabkan oeh tenaga medis atau tenaga kesehatan dapat dipidana. Hal inipun sudah tertera dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
ADVERTISEMENT
Pertanggungjawaban dalam hukum perdata terhadap seseorang, tenaga kesehatan dan/atau pelaku usaha (klinik kecantikan) yang menimbulkan kerugian terhadap orang lain akibat dari kesalahan atau kelalaian dalam melakukan prosedur kecantikan maka dapat dimintakan pertanggungjawabannya yang sesuai dengan unsur dari KUHPerdata Pasal 1365, Pasal 1366, dan Pasal 1367. Pertanggungjawaban tersebut berupa ganti rugi atas tindakannya kepada pasien tersebut, tidak hanya ganti rugi materil yang berupa uang/barang namun juga ganti rugi immaterial dalam bentuk memberikan pengobatan hingga wajah pasien kembali membaik seperti semula.