Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Film sebagai Media Kampanye HAM: Menggugah Kesadaran Melalui Kisah Tragis Vina
26 Juni 2024 11:24 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Gek Diah Julya Pramuditha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sejak awal penemuannya, industri perfilman terus mengalami perkembangan. Hingga saat ini, menonton Film telah menjadi hal yang biasa dilakukan oleh sebagian orang untuk mengisi waktu luang. Selain untuk mengisi waktu luang dan menjadi sumber hiburan, terdapat banyak sekali manfaat positif lainnya dari menonton film diantaranya, menjadi wadah pengenalan budaya, sumber inspirasi, media pembelajaran, hingga memberikan pengalaman emosional.
ADVERTISEMENT
Memiliki keunggulan dalam menyuguhkan audio dan visual, kini Film dilirik sebagai media yang efektif dalam mengkampanyekan isu-isu sosial, termasuk juga Hak Asasi Manusia (HAM). Dikutip dari laman resmi Komnasham.go.id, Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, Sandrayati Moniaga, menyampaikan bahwa para sutradara atau pembuat film memiliki peran penting dalam proses mengkampanyekan HAM di Indonesia, khususnya terkait dengan anak-anak dan para tahanan perempuan.
Salah satu contoh film sebagai alat kampanye HAM yang saat ini tengah ramai adalah film “Vina Sebelum 7 Hari”. Film ini merupakan film yang didasarkan pada kisah nyata dari seorang perempuan bernama Vina yang tewas ditangan geng motor pada tahun 2016 silam di Cirebon. Lantas bagaimana kisah Vina dapat dijadikan sebagai edukasi terkait HAM?
ADVERTISEMENT
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan seperangkat norma hukum dan moral yang tujuannya adalah untuk mendefinisikan serta melindungi kebebasan dasar yang dimiliki oleh setiap individu. Namun sayangnya, pendekatan HAM konvensional gagal mendeteksi bahwa kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan juga merupakan pelanggaran HAM. Di Indonesia, kasus-kasus pelanggaran hak perempuan dan diskriminasi gender masih menjadi isu yang sering terjadi, contoh yang paling sering kita jumpai adalah kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual lainnya. Kasus pemerkosaan yang terjadi terhadap Vina adalah salah satu bukti nyata dari kasus pemerkosaan tragis yang berujung pada femisida.
Femisida merupakan tindakan pembunuhan terhadap perempuan yang dipicu oleh kebencian terhadap perempuan. Tindakan pemerkosaan sering kali menjadi bagian dari pola kekerasan yang eskalatif. Pelaku mulai melakukan tindakan-tindakan kekerasan setelah merasa terancam oleh tindakan korban seperti tindakan pembelaan diri hingga melapor kepada polisi. Kasus Vina jelas menunjukan bagaimana kekerasan seksual dapat meningkat menjadi kasus pembunuhan. Dalam hal ini, pelaku bertujuan untuk menghilangkan “bukti” dari kejahatan yang ia lakukan.
Kasus Vina di Cirebon merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM berbasis gender serius terutama terhadap hak untuk hidup dan keamanan. Dalam kasus ini Vina sebagai seorang perempuan, telah mengalami kekerasan seksual dan fisik hingga meregang nyawa akibat status gendernya. Yang tentu hal ini dapat menjadi contoh bahwa kekerasan terhadap perempuan dan ketidaksetaraan gender di masyarakat Indonesia masih terjadi hingga saat ini. Film “Vina Sebelum 7 Hari”, jika dilihat melalui kacamata HAM, dapat dijadikan sebagai alat untuk menyuarakan isu-isu terkait HAM dan Femisida dan tentu dapat menjadi media pembelajaran yang memberikan gambaran mendalam terkait penderitaan korban serta alasan-alasan dibalik terjadinya Femisida.
ADVERTISEMENT
HAM, Femisida dan Film dapat berkolaborasi untuk menyoroti pentingnya pemahaman dan penanganan isu-isu kekerasan terhadap perempuan sebagai bagian integral dari perlindungan HAM, serta peran media dan seni dalam meningkatkan kesadaran dan mendorong perubahan sosial.