Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Bahagia itu Relatif: antara Mudah dan Susah
21 Agustus 2024 12:35 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Hidayat Nor Wahit tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Banyak orang mengatakan bahwasannya bahagia itu di saat jiwa raga merasa puas ketika mendapatkan sesuatu yang sebelumnya kita inginkan tapi belum tercapai. Entah itu berbentuk apresiasi ataupun material yang harganya sangat mahal. Akan tetapi setiap orang pasti memiliki perspektif berbeda mengenai porsi bahagia.
ADVERTISEMENT
Perlu di ingat, hidup bukanlah persaingan. Jadi tak perlu bersaing dengan cara menjatuhkan orang lain untuk mencapai kebahagiaan, cukup bersaing dengan cara yang sehat dan mendatangkan keberkahan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Bahagia adalah keadaan atau perasaan senang dan tentram. Dalam artian seseorang sudah melakukan semua tanggung jawab yang diemban, sehingga terbebas dari segala bentuk konsekuensi ataupun hal-hal yang dapat menyakitkan.
Sehingga tidak sedikit seorang yang menjadikan kebahagiaan sebagai salah satu goals dalam hidup. Meskipun pada dasarnya tolok ukur kebahagiaan bersifat subjektif dan bagi sebagian orang sulit didefinisikan.
Sedangkan menurut psikolog Daniel Kahneman, kebahagiaan adalah perasaan senang sementara yang kita rasakan saat melakukan sesuatu yang kita sukai. Efek bahagia tersebut berjangka pendek dan mudah hilang ketika faktor pemicunya berakhir. Seperti halnya mendengarkan musik, main game, atau membaca novel favorit di saat mood kurang baik mengerjakan tugas kuliah ataupun tugas sehari-hari. Menarik sekali rasanya ketika sedang bosan saat bekerja dari rumah.
ADVERTISEMENT
Orientasi terhadap hal-hal yang semata-mata bersifat kesenangan material atau biasa disebut dengan hedonisme, bukanlah ukuran bagaimana seseorang dapat mencapai kebahagiaan dalam hidup. Pemikiran hedonistik pada dasarnya mempunyai prinsip memaksimalkan kesenangan dan kebahagiaan serta meminimalisasi rasa gengsi sebagai jalan utama menuju kebahagiaan.
Memang benar hidup tidak hanya terfokuskan pada materi saja. Contoh dari fenomena ini, misalnya jika kita memutuskan untuk membeli sesuatu yang berharga, seperti pakaian branded. Tentu saja kita akan senang setelah membelinya. Bahkan, kita mungkin sibuk mengeksplorasi pakaian baru kita yang harganya lumayan mahal selama berhari-hari, bahkan sampai berminggu-minggu setelah pembelian.
Tapi, apakah perasaan bahagia yang kita rasakan saat membeli barang baru ini akan bertahan lama? Mayoritas jawabannya pasti perasaan bahagia tidak akan bertahan lama. Kebahagiaan dan kegembiraan memiliki barang berharga yang baru saja kita beli bisa terasa memudar hanya dalam beberapa bulan, atau bahkan kurang. Alasannya tak lain dan tak bukan karena kebahagiaan yang bersifat material pasti akan mengalami masa pembaharuan yang dampaknya setiap orang pasti pernah merasa bosan dan tertarik buat beli barang yang lebih baru.
ADVERTISEMENT
Namun tak jarang orang berpendapat kalau bahagia itu sederhana yang mahal biayanya. Hanya dengan bermodalkan senyum di saat bertemu dengan orang lain, sudah merupakan bentuk rasa hormat sekaligus menggambarkan kebahagiaan kita dengan kehadiran orang lain. Hanya saja tak sedikit orang yang lebih mengedepankan egonya. Kalau tidak dihormati lebih dulu dia tidak akan menghormati orang lain.
Padahal tidak merugikan kalau kita menghormati lebih dahulu serta mengakui semua kekurangan yang ada dalam diri kita dan belajar lebih baik untuk menutupi semua kekurangan diri kita semampunya, itu lebih cepat untuk menemukan nikmat kebahagiaan yang sebenarnya dan sederhana.
Di sisi lain mungkin dari kita pernah mendengar ungkapan yang tak jauh beda dengan yang di atas, kebahagiaan itu mudah. Namun benarkah kebahagiaan itu semudah yang kita ucapkan? Kita sering juga mendengar ungkapan, bahagia itu sederhana, sesederhana mengatakan kamu bahagia.
ADVERTISEMENT
Bahkan ada agamawan yang berkata, “Bahagia itu sederhana, cukup menjauhi larangannya dan menaati perintahnya”. Nah, melalui berbagai ungkapan bahagia tersebut, setidaknya kita akan mengingat hal-hal baik yang bisa diraih dengan cara sederhana yaitu cukup dengan bersyukur meski sedang melalui masa-masa sulit.
Dalam psikologi positif, syukur adalah perasaan bahagia atau syukur atas pencapaian hidup, emosi positif yang mengungkapkan kebahagiaan dalam segala bentuk kebaikan yang diterima. Rasa syukur membantu kita merasa lebih positif dan puas, mencapai kesehatan yang baik dan meningkatkan aktualisasi diri, tekad, motivasi, dan kebahagiaan.
Menurut (Hemarajarajeswari & Gupta, P, 2021) menyatakan banyak keistimewaan bersyukur dan bahwa manusia yang bersyukur juga memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi. Seseorang yang selalu mensyukuri apa yang telah diberikan, baik itu dalam keadaan sedih maupun sangat sesuai dengan ekspektasi, akan mensyukuri apa yang dirasakan dan yang dilakukannya.
ADVERTISEMENT
Rasa syukur yang sering diungkapkan akan memberikan benefit pada seseorang. Contohnya cara seseorang dalam menghadapi kesulitannya dengan bersyukur orang tersebut tidak akan pesimis terhadap rasa bahagia walaupun kesulitan selalu melanda. Rasa syukur menjadi faktor yang mempengaruhi kebahagiaan yang ada pada diri manusia (Lee, 2020).
Dengan demikian, bahwa seseorang yang senantiasa bersyukur dalam kehidupannya akan selalu berusaha mengungkapkan rasa syukurnya secara nyata. Pengungkapannya dengan cara berterima kasih atas nikmat yang telah dikasih Tuhan padanya.
Ketika orang merasa bersyukur, mereka mampu menjalani hidup dengan lebih positif. Dan rasa syukur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi bahagia. Rasa syukur juga membuat seorang merasa lebih bahagia dan optimis dalam menjalani hidup.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, jika seseorang bersyukur maka ia akan terus memaknai hidup dan hidup bahagia sepenuh hati. Itu karena hati dan pikiran mereka percaya pada ketetapan Tuhan. Dengan kata lain, kita dapat mengatakan bahwa bersyukur membantu kita menjadi bahagia.
Dari uraian di atas dapat di tarik benang merahnya bahwa esensi kebahagiaan akan terasa sulit untuk di rasakan kalau kita hanya berpatokan kepada hal-hal yang bersifat material tanpa di imbangi hal-hal yang bersifat spiritual.
Sebab kalau kita hanya fokus pada kebahagiaan yang bersifat material saja, waktu dari kebahagiaan itu pasti tidak akan bertahan lama seiring berjalannya waktu. Sedangkan kalau kita mengimbangi dengan kebahagiaan spiritual, pastinya kita tidak akan tiada hentinya menikmati kebahagiaan itu walaupun material yang kemaren tidak semenarik material yang baru.
ADVERTISEMENT
Karena itu, ketika menjalani hidup, sempatkan waktu menikmati masa kini dengan selalu bersyukur dan menikmati atas apa yang kita miliki. Tentu dengan tetap melihat ke sekeliling kita, apakah masih ada orang yang bahagia atau malah sebaliknya. Agar eksistensi bahagia yang kita rasakan, dapat menghasilkan kemaslahatan.