Konten dari Pengguna

Memahami Jalan Terjal Indonesia dalam Transisi Energi Bersih

Verawati Fratiwi
Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional di Universitas Satya Negara Indonesia
18 Juli 2023 13:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Verawati Fratiwi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Transisi Energi Bersih (Foto : Unsplash)
zoom-in-whitePerbesar
Transisi Energi Bersih (Foto : Unsplash)
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia perlu meningkatkan kerja sama dan kolaborasi dengan sektor swasta, baik di dalam maupun di luar negeri, demi mewujudkan energi bersih. Peningkatan kerja sama dan kolaborasi ini penting karena transisi menuju energi bersih membutuhkan dana besar.
ADVERTISEMENT
Dalam pidatonya, Presiden Joko Widodo menyatakan keseriusan Indonesia dalam mewujudkan energi bersih sebagai upaya negara mengatasi dampak buruk perubahan iklim. Transisi energi bersih ini diharapkan mampu menggantikan ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil.
Namun, masih belum jelas kapan sektor energi Indonesia akan benar-benar keluar dari ketergantungan pada energi fosil dan beralih sepenuhnya ke energi bersih dan terbarukan. Transisi energi bersih merupakan bagian dari upaya Indonesia untuk mencapai target Emisi Nol Bersih pada 2060.
Selain transisi menuju energi bersih, Indonesia juga berkomitmen untuk menurunkan deforestasi dan menerapkan moratorium pembukaan hutan.

Pentingnya Emisi Nol Bersih

Ilustrasi Pelepasan Emisi Karbon (Foto : Pixels)
Dengan dukungan dari negara-negara lain, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berkomitmen untuk mencapai target Emisi Nol Bersih (ENB) pada 2060. Pencapaian target tersebut tidak mudah karena memerlukan dana besar, teknologi canggih, dan sumber daya manusia mumpuni.
ADVERTISEMENT
ENB adalah keadaan di mana jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer tidak melebihi jumlah emisi yang dapat diserap oleh bumi sehingga tidak ada emisi yang terlepas ke atmosfer yang dapat menyebabkan pemanasan global.
Pada pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali tahun lalu, isu peralihan energi menjadi salah satu isu prioritas. Pembahasan mengenai isu ini menghasilkan kesepakatan bersama antar kepala negara, seperti apa yang tertulis di poin 11 dan 12.
Adapun kedua poin tersebut menegaskan betapa pentingnya NEB untuk menyediakan energi yang terjangkau, stabil, dan juga terbuka bagi seluruh masyarakat.
Proses transisi energi bersih bukan hal yang mudah. Merujuk data Kementerian ESDM, sampai tahun 2022, porsi penggunaan energi bersih dalam bauran energi nasional baru mencapai 11,31 persen pada 2020, 12,2 persen pada 2021, dan 12,8 persen 2022. Untuk meningkatkan angka itu menjadi 23 persen pada 2050 merupakan pekerjaan besar.
ADVERTISEMENT
Upaya yang dilakukan untuk mencapai ENB membutuhkan proses yang bertahap dengan durasi waktu yang panjang. Transisi menuju ENB juga harus memperhatikan faktor-faktor lain, seperti ketersediaan energi dan potensi energi terbarukan, neraca perdagangan, dan kesiapan infrastruktur.

Pentingnya Kolaborasi

Ilustrasi Aksi Masyrakat Dalam Menyuarakan Perubahan Iklim (Foto : Pixels)
Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk membatasi suhu pemanasan Bumi tidak lebih dari 1,5 derajat celsius. Sayangnya, komitmen itu belum diikuti dengan aksi kongkret yang maksimal. Produksi energi berbasis energi fosil seperti batu bara, gas, dan minyak masih tinggi. Angkanya mencapai 94,9 persen.
Dengan mengupayakan kolaborasi yang lebih kuat dengan sektor swasta dari dalam dan luar negeri, target NEB akan lebih mudah dicapai sesegera mungkin. Transisi menuju energi bersih membutuhkan dana besar terutama sejak Covid-19.
ADVERTISEMENT
Dalam pertemuan G20, Indonesia berhasil mendapatkan dukungan keuangan dari lembaga internasional dan negara besar untuk peralihan energi.
Salah satunya adalah dukungan pendanaan sebesar 20 miliar dolar AS melalui Just Energy Transition Program Partnership (JETP) untuk membantu Indonesia meningkatkan penggunaan sumber energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan pada batu bara.
Indonesia perlu terlibat dalam pembangunan rendah emisi karbon bukan hanya sebagai tujuan untuk kelestarian lingkungan dan masyarakat, tetapi juga sesuai dengan prioritas utama pembangunan yang masih berlaku saat ini.