Konten dari Pengguna

Kakak Terhebat di Hidupku

Via Marchellinda Gunanto
Mahasiswa Penerbitan Jurnalistik, Politeknik Negeri Jakarta.
8 Juni 2024 14:54 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Via Marchellinda Gunanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kakak terhebat di hidupku. Foto: Via Marchellinda Gunanto
zoom-in-whitePerbesar
Kakak terhebat di hidupku. Foto: Via Marchellinda Gunanto
ADVERTISEMENT
Aku adalah anak kedua dari dua bersaudara. Ya benar, aku mempunyai kakak perempuan satu-satunya di keluarga kecil ini. Usiaku terpaut empat tahun darinya. Semua rasa kehidupan mulai dari manis, asam, hingga pahit sudah ia coba. Ia dan aku sangat berbeda jauh. Ia selalu mendapatkan rangking sepuluh besar dari TK hingga kuliah. Sedangkan aku, tidak ada yang terlalu bisa diharapkan dan dibanggakan.
ADVERTISEMENT
Menurutku, mempunyai kakak perempuan adalah anugerah terbesar yang Tuhan berikan sekaligus cobaan yang berat. Mengapa demikian? Karena di satu sisi, kakak adalah sosok yang penuh kasih sayang, selalu siap mendukung dan memberikan nasihat bijak di saat aku menghadapi masalah.
Kehadiran kakak memberikan rasa aman dan kenyamanan yang tak tergantikan untuk aku. Namun di sisi lain, kakak juga bisa menjadi tantangan tersendiri. Jika kakak sukses menjalani kehidupannya, maka di kemudian hari aku yang akan dituntut untuk lebih darinya.
Sekarang, aku mengalami hal itu. Dari dulu hingga saat ini orang-orang di sekitarku selalu membedakan aku dengan kakak. Sakit rasanya, tapi harus bagaimana lagi.
Namun di balik itu semua, aku tahu bagaimana perjuangan kakak yang terlahir sebagai anak pertama. Perjuangannya sangat berat. Ia dituntut untuk selalu berhasil. Berhasil dalam hal apa pun.
ADVERTISEMENT
Waktu itu, pertama kalinya aku melihat kakak meluapkan emosinya kepada bapak, dan aku ingat sekali kata-kata yang keluar darinya saat itu.
"Kenapa aku yang harus selalu dituntut untuk mendapatkan nilai bagus atau harus masuk sekolah negeri yang bagus? Kenapa adik enggak? Kenapa Bapak selalu mengusahakan agar adik bisa sekolah walaupun di sekolah swasta, sedangkan aku enggak pernah dapat perlakuan yang sama?" ujar kakak dengan penuh emosi.
Saat kejadian itu, menangis diam-diam di malam hari sudah menjadi rutinitasnya. Tertekan oleh ekspektasi yang tak manusiawi, kakak tetap bangun esok harinya dengan menggunakan topeng senyum yang ia gunakan setiap hari sejak kejadian itu. Seolah tak ada beban yang menghalanginya, meski kenyataannya banyak sekali beban di pundaknya.
ADVERTISEMENT
Terhitung hari itu, kejadian tersebut masih menempel dan tersimpan baik di kepalaku. Aku tak pernah melupakannya.
Pernah suatu ketika jelang terakhir pembayaran UKT, aku belum bisa menentukan akan kuliah di mana. Sampai bapak datang padaku dan duduk di sampingku.
Bapak bilang kepadaku bahwa aku beruntung tinggal memilih di mana akan berkuliah, sementara yang lain masih bingung karena tidak lolos ujian. Bapak menjelaskan banyak sekali kelebihan dan kekurangan jika aku kuliah di kampus A, B, dan C. Beliau merekomendasikan aku agar memilih kampus C yang mana kakakku pernah kuliah di sana. Namun, aku masih ragu dan tak kunjung juga berani untuk menentukan pilihan.
Aku sangat takut untuk menentukan di mana akan berkuliah. Takut jika pada akhirnya aku salah memilih jalan. Takut ke depannya tidak bisa menjadi apa-apa. Sampai pada akhirnya aku membaringkan tubuhku di tepi tempat tidur, dengan air mata mengalir deras.
ADVERTISEMENT
Setelah bapak pergi, kakak masuk ke kamar dan duduk di sampingku. Tanpa berkata-kata, ia menggenggam tanganku erat.
"Jangan ikutin pilihan bapak ya dan jangan ikutin aku. Kuliah itu susah, mentalnya bakalan capek kalo kamu enggak kuat. Jadi, pilih sendiri ya. Jangan karena ini, kamu sampe stress atau mau bundir. Sekali lagi, pikirin yang bener dan jangan lupa berdoa untuk minta jalan yang terbaik," ujarnya dengan suara pelan.
"Kamu harus berubah kalau kamu milih ingin kuliah di kampusku. Karena masih banyak adik kelas yang kenal aku. Kalau kamu nggak berubah, nanti dan seterusnya kamu akan dibeda-bedakan olehku," katanya dengan sangat hati-hati.
"Kamu pikir baik-baik ya, jangan sampai salah langkah. Aku selalu ngedukung apa yang jadi pilihan kamu. Tapi aku harap kamu ingat ya pesanku tadi," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Dari saat itu, aku mulai belajar untuk menentukan pilihanku dan berusaha berdamai dengan diri sendiri. Kakak mengajarkanku bahwa hidup ini bukan tentang menjadi yang terbaik menurut orang lain, melainkan menjadi yang terbaik menurut diri kita sendiri.
Dalam perjalanan ini, aku banyak belajar tentang apa arti sebenarnya dari sebuah ekspektasi dan bagaimana dampaknya pada kehidupan seseorang. Kakak sering bercerita tentang pengalamannya menjalani tekanan demi tekanan yang datang dari orang tua, guru, bahkan teman-temannya. Ia sering kali merasa bahwa dirinya harus menjadi contoh yang sempurna, tanpa cela, terutama untuk aku.
Meskipun begitu, ia tak pernah berhenti memberi dukungan dan semangat. Kakak selalu berkata bahwa setiap orang memiliki jalan hidupnya sendiri dan tidak adil jika hidup kita diukur dengan standar orang lain.
ADVERTISEMENT
Ia pernah berkata kepadaku, "Hidup ini bukan tentang siapa yang lebih dulu sampai di garis finish, tapi bagaimana kita menikmati setiap langkah yang kita ambil. Kamu nggak harus jadi seperti aku atau siapa pun itu. Kamu cuma perlu jadi versi terbaik dari dirimu sendiri."
Kata-kata tersebut selalu menjadi pengingat bahwa aku punya nilai dan kemampuan sendiri yang unik, meski tidak selalu terlihat sama dengan pencapaian kakak. Dukungan kakak yang tanpa syarat memberiku keberanian untuk mencoba hal-hal baru dan menantang diri sendiri.
Seiring berjalannya waktu, aku mulai menyadari bahwa hidup ini penuh dengan tantangan atau masalah yang harus dihadapi dengan kepala tegak bukan malah melarikan diri.
Tuntutan dan ekspektasi pasti selalu ada, tapi cara kita meresponsnya yang menentukan bagaimana kita akan menjalani hidup. Kakak telah mengajarkan aku untuk tidak menyerah dan terus berjuang meskipun terasa berat sekalipun.
ADVERTISEMENT
Sekarang, aku sedang berusaha untuk tidak terlalu membandingkan diriku dengan kakak atau siapa pun. Aku belajar untuk menghargai setiap pencapaian kecil dan menjadikannya sebagai motivasi untuk terus berkembang. Aku juga belajar bahwa penting untuk memiliki seseorang yang bisa dijadikan sandaran, seseorang seperti kakak yang selalu ada di saat-saat sulit.
Pengalaman hidupku dengan kakak telah membentukku menjadi pribadi yang lebih kuat dan mandiri. Meskipun kami memiliki perbedaan yang mencolok, kasih sayang dan dukungan kakak adalah hal yang membuatku terus maju. Aku berterima kasih karena memiliki kakak yang selalu mendukung dan mengajarkan banyak hal berharga dalam hidup ini.
Aku tahu bahwa perjalanan hidupku masih panjang dan banyak tantangan yang harus dihadapi. Namun, dengan segala pelajaran hidup yang telah aku dapatkan dari kakak, aku merasa lebih siap untuk menjalani setiap langkah dengan penuh keyakinan dan keberanian.
ADVERTISEMENT
Terakhir, aku hanya ingin mengatakan bahwa hidup ini bukan tentang mencapai kesempurnaan, melainkan tentang bagaimana kita menikmati dan belajar dari setiap proses yang ada. Terima kasih, kak, atas semua pelajaran berharga yang telah kamu berikan.