Konten dari Pengguna

Saya Hidup dari Wayang Golek

Vika Aprilia Wardani
Mahasiswa Jurnalistik, Fikom, Unpad yang memiliki ketertarikan dalam bidang komunikasi dan kejurnalistikan. Isu sosial, politik, dan budaya dan wisata menjadi fokus utama saya dalam menulis berita.
3 Juli 2024 10:14 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Vika Aprilia Wardani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ramdan (63), Pengrajin Wayang Golek, Jalan Braga, Kota Bandung, Jawa Barat. (Sumber: Vika Aprilia Wardani)
zoom-in-whitePerbesar
Ramdan (63), Pengrajin Wayang Golek, Jalan Braga, Kota Bandung, Jawa Barat. (Sumber: Vika Aprilia Wardani)
ADVERTISEMENT
“Bagaimanapun cobaan ini, kita harus pertahankan, kita sehat, jangan sampai punah...” semangat yang lirih terdengar dari seorang pria paruh baya berusia 63 tahun, Ramdan, sembari terduduk di depan ruko ditemani oleh deretan wayang golek buatannya.
ADVERTISEMENT
Sudah sejak kelas satu SD tahun 1960-an Ramdan giat membantu orang tuanya berjualan wayang golek di Jalan Braga, Bandung. Baginya, pelestarian wayang golek dapat dikatakan semakin terkikis, tetapi tidak untuk kecintaannya terhadap wayang golek.
Tidak ada kebahagiaan yang berarti bagi Ramdan dibandingkan dengan melihat kedua anaknya telah lulus sarjana dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Semua itu dihasilkan dari wayang golek. Ya, Ramdan hidup dari wayang golek yang dijualnya. Tak hanya melampiaskan kecintaannya kepada wayang golek, ia juga dapat menghidupi istri hingga meluluskan bangku perkuliahan anak-anaknya.
“Kadang kita juga, gatau neng, membuat ya… happy aja meskipun ini secara komersial ga ada apa-apanya,” lirihnya seakan berdamai dengan realita.

Segalanya Berasal dari Hati

Rumah Kediaman Ramdan, Jalan Braga, Kota Bandung, Jawa Barat. (Sumber: Vika Aprilia Wardani)
Ia tinggal bersama istrinya dan ramai oleh wayang-wayangnya di rumah. Tinggal di gang kecil belakang Jalan Braga City Walk, setiap pagi Ramdan menyiapkan wayang goleknya dibantu oleh sang istri. Pukul 08.00 Ramdan sudah berada di depan toko kasur milik orang lain untuk berjualan wayang golek. Dulu ia sering berjualan hingga malam hari, tetapi kini melihat kesehatan dan usianya, ia hanya mampu berjualan hingga siang atau sore hari.
ADVERTISEMENT
“Kadang bapak juga manasin nasi, manasin eee… lontong juga, sayur juga, waduh, ya gitulah saya,” ungkapnya.
Tak jarang Ramdan juga harus menyiapkan keperluan dan kebutuhannya sendiri. Segalanya ia jalani dengan senang hati. Ia percaya bahwa segala hal yang berasal dari hati akan membuahkan hasil yang manis. Benar saja, ia dapat menikmati masa tuanya dengan melihat kedua anaknya telah sukses atas jerih payahnya.

Rasa Cinta Tak Lekang oleh Waktu

Ragam Wayang Golek Dibuat oleh Ramdan, Jalan Braga, Kota Bandung, Jawa Barat. (Sumber: Vika Aprilia Wardani)
Di tengah gempuran modernisasi saat ini, Ramdan merupakan satu dari sedikit pengrajin wayang golek yang tetap bertahan. Kecintaannya terhadap wayang selama puluhan tahun membuktikan perkataannya bahwa jika dikomersilkan wayang golek tidak ada apa-apanya, tetapi jika dilihat dari segi warisan budaya wayang golek sangatlah berharga.
ADVERTISEMENT
Tak hanya sekedar berjualan semata, Ramdan juga mengetahui betul apa arti dan cerita dari setiap wayangnya. Tiap ukiran yang ia buat memiliki makna dan cerita tertentu. Wayang-wayang itu seperti Arjuna, Shinta, Nakula, hingga Cepot. Dari mulai melukis, mengukir, dan memasangkan pakaian semuanya dilakukan oleh tangan seni seorang Ramdan.

“Mungkin Cucu Saya yang Akan Meneruskan”

Ramdan (63), Pengrajin Wayang Golek, Jalan Braga, Kota Bandung, Jawa Barat. (Sumber: Vika Aprilia Wardani)
Melihat kedua anaknya yang sudah sukses dan memiliki keterampilan serta pekerjaan sesuai dengan bidangnya masing-masing, menyebabkan adanya pemikiran Ramdan bahwa tidak akan ada lagi penerusnya untuk membuat dan berjualan wayang.
Namun, ia masih menaruh harapan tersebut kepada salah satu cucunya yang cukup sering ia ajak melihat dan mengikutinya ketika membuat wayang golek. Baginya siapapun nanti yang meneruskan serta ada atau tidak adanya keluarga yang meneruskan usaha wayang golek, ia tidak mempermasalahkan hal tersebut.
ADVERTISEMENT
“Selagi anak-anak saya bekerja dengan nyaman di bidangnya masing-masing, tidak apa-apa neng,” ungkap Ramdan sembari duduk memegangi wayang di tangannya.

Menjaga Warisan, untuk Harapan

Ramdan (63), Pengrajin Wayang Golek, Jalan Braga, Kota Bandung, Jawa Barat. (Sumber: Vika Aprilia Wardani)
Ramdan melihat bahwa wayang golek ini merupakan amanah sekaligus warisan dari almarhum orang tuanya. Hal itu yang membuatnya terus merasa optimis hingga ia dapat menjaga warisan budaya Jawa Barat selama puluhan tahun ini.
“Tidak ada yang lebih membahagiakan selain melihat banyak turis dan masyarakat melihat atau membeli wayang golek yang saya buat,” ungkapnya.
Tak jarang turis asing dari luar negeri seperti belanda, australia, jerman dan lain sebagainya tertarik dan membeli wayang golek Ramdan tersebut. Dapat berinteraksi dengan orang asing dan mengenal beragam budaya lain itulah yang membuat ramdhan merasa senang dan tertantang. Maka tak heran bahwa Ramdan dapat dengan fasih berbicara bahasa Inggris.
ADVERTISEMENT
Lamanya masa berjualan yang telah dilalui oleh Ramdan membuatnya dikenal sebagai penjual wayang golek legend oleh masyarakat di daerah Braga bahkan wisatawan dari luar daerah. Lambaian tangan dan sambutan hangat dari setiap pemandu wisata bus terdengar lantang menyebutkan dan memperkenalkan nama Ramdan kepada para wisatawan ketika melewati lokasi Ramdan berjualan.
“Saya hidup dari wayang golek,” ujarnya sembari berharap wayang golek sebagai warisan budaya Jawa Barat ini tidak akan lekang oleh waktu. Walaupun secara harta memang tidak menjanjikan, setidaknya ia bisa hidup dan mensukseskan anak-anaknya dari wayang golek.