Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Saya Memilih Berbeda
28 Agustus 2022 18:10 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Vika Ramadhana Fitriyani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menjadi perempuan yang lahir dan besar di Desa adalah sebuah tantangan. Tantangan untuk terus tumbuh dan keluar dari budaya yang telah ada. Sejak masih kecil hingga sekarang saya selalu memiliki impian yang besar. Saya telah berencana untuk melanjutkan studi master setelah lulus sarjana. Hal ini dikarenakan motivasi kegagalan pada saat saya ingin melanjutkan studi sarjana. Saya bertekad agar dapat sekolah di Perguruan Tinggi Negeri yang menolak saya pada saat itu.
ADVERTISEMENT
Kemudian berbicara keluarga, tentu saya sangat bersyukur bisa tumbuh dalam keluarga yang tidak banyak menuntut saya dalam hal apa pun termasuk menikah. Namun tidak dapat dipungkiri usia 24-an adalah masa-masa sulit untuk menentukan hidup, ditambah serangan undangan pernikahan para bestie-bestie dari kanan dan kiri yang tak henti-hentinya.
Sedikit meresahkan, hingga rasanya juga ingin menikah haha. Pilihan untuk menikah atau S2 dulu sempat terlintas dalam pikiran, namun sepertinya jodoh belum tampak mendekat. Hingga akhirnya saya memilih berbeda dengan yang lainnya yakni menuntaskan mimpi saya melanjutkan studi.
Belum berhenti di situ, godaan untuk turun ke lapangan menjadi seorang perawat selalu muncul ketika melihat teman seperjuangan memperlihatkan aktivitas mereka di Rumah Sakit. Rasanya aneh kenapa saya memilih jalan yang tidak dipilih oleh teman-teman saya. Memilih bolak balik pergi ke Pare kemudian Yogyakarta untuk belajar bahasa inggris yang membuat saya menangis setiap kali akan speaking practice haha.
ADVERTISEMENT
Alhamdulillah, semua akan indah pada waktunya. Allah berikan hal yang luar biasa dengan memberi kesempatan untuk kuliah di Perguruan Tinggi Negeri di Luar Negeri di tahun ini. Selain itu, selama berproses Allah pilihkan support system yang selalu mendampingi dan mendukung studi saya. Tidak ada kata yang pantas di ucapkan selain rasa syukur dan terima kasih kepada FOKAL IMM UMSurabaya.
Sekali lagi saya katakan tidak apa-apa bahkan tidak ada salahnya untuk memilih jalan yang berbeda dari yang lainnya. Apa pun pilihannya mau menikah/ bekerja/ kuliah, semua harus dipertanggungjawabkan dengan bijak.
Belenggu Perempuan Berpendidikan
Memilih melanjutkan studi master tentu juga banyak cuitan sana sini. Tidak terkecuali keluarga, seruan chat group WhatsApp yang mengirimkan berita CPNS menghantui setiap harinya. Memang tidak dapat dipungkiri olok-olokan bahwa “calon menantu idaman itu adalah PNS” masih melekat dalam masyarakat kita. Biarkan saja, saya akan mencari calon mertua versi saya hehe.
ADVERTISEMENT
Beruntungnya lagi orang tua memberi kebebasan saya untuk memilih jalan hidup dengan tetap berdiskusi atas pilihan yang diambil. Namun, di balik itu masih banyak orang di luar sana yang memperdebatkan pilihan seorang perempuan untuk melanjutkan pendidikannya.
Sebenarnya di Indonesia, perempuan yang menyandang pendidikan tinggi memang kerap dihujani komentar-komentar negatif. Misalnya “ngapain sekolah tinggi-tinggi entar juga akan jadi ibu rumah tangga”
Selain itu, saya kira tidak asing di telinga kita ucapan seperti “Jangan sekolah tinggi-tinggi, apalagi kamu seorang perempuan.” Atau “Jangan terlalu memikirkan pendidikan karena nanti akan kesulitan menemukan pasangan.” Alias laki-laki akan insecure mendekati kita.
Beginilah pandangan sebagain besar masyarakat Indonesia. Anggapan bahwa perempuan tidak bisa lebih baik atau lebih hebat dari laki-laki. Padahal hal ini tidak perlu diperdebatkan lagi bahwa laki-laki dan perempuan punya potensi yang sama di segala bidang.
ADVERTISEMENT
Laki-laki Segan Mendekati
Jika kamu menemukan bahwa alasan laki-laki segan mendekatimu karena kualitasmu yang membuat mereka minder, kamu tidak perlu berbuat apa-apa, tidak perlu menurunkan kualitasmu hanya untuk disukai laki-laki yang kamu harapkan. Tinggalkan saja, jika laki-laki itu orang yang tepat maka akan berusaha dengan sendirinya untuk maju bersama.
Suatu ketika sahabat laki-laki saya memberitahukan kabar bahagia bahwa dia akan menikah. Sontak saya mengirimkan guyonan untuk dia “Katanya mau nungguin aku, tapi kok malah nikah sama orang lain?”.
“Aku insecure kalau sama kamu. Apalagi mau S2, tambah minder aku mau deketin kamu” Balas dia
Dia melanjutkan, “Jangan terlalu ambisius, nanti enggak ada yang mau sama kamu”
Belum lama ini juga ada yang mengatakan “Kamu mah kelas atas, nanti juga kalau sudah lulus kuliah luar negeri akan mencari pasangan yang juga lulusan luar negeri”. Perkataan serupa sering kali saya dengar menggambarkan bahwa saya perlu disukai oleh orang dengan latar belakang pendidikan yang sama. Bagi sebagian orang, ambisi dan kehendak saya menuntut saya harus mencari pasangan dengan kualifikasi “tinggi”. Yang sebetulnya sama sekali tidak benar.
ADVERTISEMENT
Saya pernah merasa gagal dengan seseorang dengan alasan yang sama yakni merasa insecure karena akan melanjutkan studi luar negeri. Sempat terlintas bahwa mimpi saya menghalangi saya untuk bersama seseorang yang saya inginkan haha (pemikiran yang tak perlu diteruskan). Namun hal ini dapat disimpulan bahwa perempuan harus menjadi biasa-biasa saja jika ingin menemukan pasangan. Tentu hal ini tidak adil, apakah perempuan tidak boleh bermimpi untuk berpendidikan tinggi?
Laki-Laki Dan Perempuan Bisa Menjadi Orang Yang Hebat Bersama
Budaya Indonesia telah lama memprioritaskan laki-laki dalam pendidikan dan karier. Memperkuat keyakinan bahwa laki-laki adalah orang yang harus lebih pintar, lebih besar, dan mendominasi. Laki-laki sama dengan kuat dan perempuan sama dengan lemah. Laki-laki ditakdirkan untuk mempunyai segala kehebatan, sementara perempuan ditakdirkan untuk hal biasa-biasa saja.
ADVERTISEMENT
Kita perlu mengubah cara berpikir kita tentang perempuan dalam kaitannya dengan cara mereka menemukan pasangan. Janganlah kita melanggengkan sebuah keyakinan yang keliru bahwa perempuan baik-baik saja dengan pendidikan rendah atau ditakdirkan hanya punya satu pilihan: Menjadi ibu rumah tangga.
Perempuan bisa dan boleh menjadi lebih dari itu. Jangan mengecilkan hati mereka yang bertujuan tinggi untuk diri mereka sendiri dan jangan menghakimi mereka yang bersemangat dan mandiri. Mari dukung mereka dan beri tahu orang-orang bahwa laki-laki dan perempuan bisa menjadi orang yang hebat bersama tanpa perlu merasa terintimidasi oleh satu sama lain. Terakhir, mungkin saya memilih berbeda namun kita bisa tumbuh dan maju bersama.