Konten dari Pengguna

Menakar Regulasi “Bayi Desainer”, Antara Impian dan Bencana

wahyu andrianto
Aktivitas: Anggota Aktif World Association for Medical Law, Dosen Tetap FHUI, Konsultan Hukum Kesehatan
24 Desember 2024 16:46 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Rekayasa genetika menawarkan harapan besar, tetapi juga menyimpan potensi risiko, terutama dalam konsep "bayi desainer." Regulasi yang lebih detail dan pengawasan yang efektif sangat dibutuhkan untuk memastikan teknologi ini dimanfaatkan secara bertanggung jawab. Tanpa regulasi yang kuat, impian kesehatan yang lebih baik dapat berubah menjadi mimpi buruk.”
ADVERTISEMENT
Rekayasa genetika telah mengalami kemajuan pesat dalam beberapa dekade terakhir. Awalnya, teknik-teknik seperti Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) dan Polymerase Chain Reaction (PCR) memungkinkan ilmuwan untuk memanipulasi dan menganalisis DNA. Kemajuan yang paling signifikan terjadi dengan munculnya teknologi pengeditan gen yang lebih presisi, terutama CRISPR-Cas9. Sistem ini, yang berasal dari sistem kekebalan bakteri, memungkinkan para ilmuwan untuk memotong DNA pada lokasi yang sangat spesifik. Ibarat gunting molekuler, CRISPR-Cas9 terdiri dari dua komponen utama yaitu, enzim Cas9 (yang memotong DNA) dan RNA penuntun (yang membimbing Cas9 ke lokasi target). Selain CRISPR-Cas9, terdapat juga teknik pengeditan gen lainnya, seperti Zink Finger Nucleases (ZFNs) dan TALENs (Transcription Activator-Like Effector Nucleases).
Kemajuan dalam rekayasa genetika, terutama CRISPR-Cas9, telah memunculkan konsep "Bayi Desainer" (Designer Babies). Istilah ini merujuk pada bayi yang gennya telah dimodifikasi sebelum kelahiran, biasanya melalui fertilisasi in vitro (IVF) dan Preimplantation Genetic Diagnosis (PGD) yang dikombinasikan dengan teknik pengeditan gen. Karakteristik utama yang diasosiasikan dengan konsep "Bayi Desainer" meliputi, Modifikasi Genetik Pra-Implantasi (perubahan genetik terjadi pada embrio sebelum ditanamkan ke rahim ibu), Pemilihan Sifat (Orang tua mungkin ingin memilih sifat-sifat tertentu untuk anak mereka, seperti warna mata, tinggi badan, atau kecerdasan), dan Pencegahan Penyakit (tujuan yang lebih umum dan diterima secara etis adalah untuk mencegah bayi mewarisi penyakit genetik yang diketahui). Manfaat utama “Bayi Desainer” adalah potensi mencegah bayi lahir dengan penyakit genetik yang diturunkan, seperti cystic fibrosis, thalassemia, penyakit huntington, penyakit tay-sachs, dan sickle cell anemia. Proses untuk menciptakan "Bayi Desainer" melibatkan beberapa teknik, meliputi Fertilisasi In Vitro atau IVF (proses pembuahan sel telur oleh sperma di luar tubuh, di laboratorium), Preimplantation Genetic Diagnosis atau PGD (setelah IVF, embrio yang dihasilkan diuji untuk kelainan genetik. Beberapa sel diambil dari embrio untuk dianalisis DNA-nya. PGD dapat mendeteksi berbagai penyakit genetik, seperti cystic fibrosis, thalassemia, dan sindrom Down. Embrio yang sehat kemudian dipilih untuk ditanamkan ke rahim), dan Penyuntingan Gen (teknologi seperti CRISPR-Cas9 memungkinkan ilmuwan untuk memodifikasi gen secara langsung pada embrio. Teknologi ini bisa digunakan untuk memperbaiki gen yang rusak atau, secara teoritis, untuk menambahkan atau mengubah gen untuk "meningkatkan" sifat tertentu). Konsep "Bayi Desainer" merupakan persimpangan antara kemajuan ilmiah yang luar biasa dan dilema etis yang kompleks. Meskipun potensi manfaatnya untuk mencegah penyakit genetik sangat besar, penting untuk mempertimbangkan implikasi etis dan sosial dari teknologi ini.
ADVERTISEMENT
Konsep "Bayi Desainer" memicu perdebatan etis yang kompleks dan intens. Jika teknologi ini hanya tersedia bagi orang kaya, maka dapat menciptakan "kelas genetik" yang superior dan memperburuk ketidaksetaraan sosial. Akses yang tidak merata dapat menyebabkan diskriminasi dan marginalisasi terhadap individu yang tidak memiliki akses ke teknologi ini. Muncul juga kekhawatiran bahwa orang tua akan memilih sifat-sifat tertentu untuk anak mereka, berdasarkan preferensi pribadi, yang dapat mengarah pada diskriminasi terhadap individu dengan sifat-sifat yang dianggap "kurang ideal." Hal ini dapat menciptakan tekanan sosial yang besar bagi individu untuk memiliki gen "sempurna." Oleh karena itu, banyak yang berpendapat bahwa memodifikasi gen manusia, terutama untuk tujuan peningkatan (enhancement), melampaui batas dan merupakan bentuk "bermain Tuhan." Mereka berpendapat bahwa manusia tidak seharusnya mencampuri kodrat atau tatanan alam. Kekhawatiran bahwa bayi akan diperlakukan sebagai produk yang dirancang sesuai pesanan, merendahkan nilai kemanusiaan. Ini dapat mengarah pada pandangan instrumental terhadap anak, di mana mereka dinilai berdasarkan karakteristik genetik yang mereka miliki. Efek jangka panjang dari pengeditan gen pada manusia belum sepenuhnya dipahami. Ada kekhawatiran tentang efek samping yang tidak diinginkan atau konsekuensi yang tidak terduga di masa depan. Teknologi pengeditan gen, meskipun semakin presisi, masih memiliki risiko off-target effects (pemotongan di lokasi yang tidak diinginkan). Efek jangka panjang dari modifikasi genetik pada manusia belum sepenuhnya dipahami, dan ada kemungkinan efek samping yang tidak terduga di masa depan.
ADVERTISEMENT
Regulasi terkait rekayasa genetika dan isu-isu terkait, seperti bayi desainer, bervariasi di berbagai negara. Di Amerika Serikat, tidak ada larangan federal yang eksplisit terhadap pengeditan gen germline manusia, tetapi Food and Drug Administration (FDA) melarang penggunaan dana federal untuk penelitian yang melibatkan modifikasi genetik embrio manusia. National Institutes of Health (NIH) juga tidak mendanai penelitian semacam itu. Namun, beberapa penelitian swasta sedang berlangsung. Inggris memiliki kerangka regulasi yang lebih jelas. Human Fertilisation and Embryology Authority (HFEA) mengawasi penelitian dan praktik yang berkaitan dengan fertilisasi in vitro (IVF) dan embriologi. HFEA telah memberikan izin untuk penelitian pengeditan gen pada embrio manusia, tetapi hanya untuk tujuan penelitian dasar dan dengan persyaratan yang ketat. Implan embrio yang telah diedit secara genetik dilarang. China telah menjadi pusat kontroversi terkait pengeditan gen. Pada tahun 2018, seorang ilmuwan China mengumumkan kelahiran bayi kembar yang gennya telah diedit menggunakan CRISPR sehingga memicu kecaman internasional. Meskipun China memiliki pedoman etika untuk penelitian genetik, penegakannya masih menjadi perhatian. Setelah kejadian tersebut, regulasi diperketat, tetapi masih ada kekhawatiran tentang pengawasan dan transparansi.
ADVERTISEMENT
Indonesia memiliki beberapa peraturan perundang-undangan yang relevan dengan rekayasa genetika, di antaranya adalah Undang-Undang Kesehatan 2023 dan Peraturan Pemerintah pelaksananya. Meskipun demikian, belum ada regulasi yang secara eksplisit dan komprehensif mengatur pengeditan gen germline manusia (seperti yang terkait dengan "Bayi Desainer"). Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang lebih spesifik dan komprehensif, terutama terkait pengeditan gen germline manusia, untuk memastikan penggunaan teknologi ini secara bertanggung jawab dan etis.
Munculah beberapa tantangan dalam regulasi, khususnya dalam konteks rekayasa genetika dan isu terkait seperti bayi desainer. Perkembangan teknologi rekayasa genetika, terutama pengeditan gen seperti CRISPR-Cas9, berjalan sangat cepat. Seringkali, regulasi tertinggal di belakang inovasi, menciptakan kesenjangan hukum. Sulit bagi pembuat kebijakan untuk merumuskan regulasi yang relevan dan efektif dalam waktu singkat untuk mengimbangi kemajuan teknologi yang pesat. Selain itu, pandangan etis dan budaya tentang rekayasa genetika dan isu-isu terkait, seperti modifikasi gen germline, sangat bervariasi di berbagai negara dan budaya. Beberapa masyarakat lebih terbuka terhadap teknologi ini, sementara yang lain memiliki keberatan etis atau agama yang kuat. Perbedaan ini mempersulit upaya harmonisasi regulasi internasional. Penegakan hukum dan pengawasan yang efektif membutuhkan sumber daya dan kapasitas yang memadai, termasuk personel yang terlatih, infrastruktur yang memadai, dan sistem pemantauan yang efektif. Negara-negara dengan sumber daya terbatas menghadapi tantangan dalam menerapkan dan menegakkan regulasi terkait rekayasa genetika. Tantangan regulasi dalam rekayasa genetika sangat kompleks dan multidimensional. Mengatasi tantangan ini membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif, melibatkan pembuat kebijakan, ilmuwan, ahli etika, perwakilan masyarakat, dan organisasi internasional.
ADVERTISEMENT
Sumber foto: https://pixabay.com/id/photos/bayi-anak-cucu-kaki-kaki-bayi-6823431/