Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.9
Konten dari Pengguna
Potensi dan Permasalahan Perlindungan Data Pasien dalam Big Data Kesehatan
8 Maret 2025 15:08 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari wahyu andrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam bidang kesehatan, Big Data merujuk pada kumpulan data kesehatan yang bervolume besar, diproduksi dengan kecepatan tinggi, beragam jenisnya, dan kompleks. Data ini berasal dari berbagai sumber dan memiliki potensi besar untuk dianalisis guna mendapatkan wawasan baru yang dapat meningkatkan kualitas layanan kesehatan, penelitian medis, dan kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Data Big Data kesehatan berasal dari berbagai sumber, yang dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis utama yaitu, Rekam Medis Elektronik (Electronic Health Records - EHR), Data Genomik, Data Wearable dan Sensor Kesehatan, Data Sensor Lingkungan, Data Media Sosial dan Platform Online, Data Klaim Asuransi Kesehatan, Data Registri Penyakit, Data Citra Medis, Data Penelitian Klinis dan Farmasi, dan Data Demografi dan Sosial Ekonomi.
ADVERTISEMENT
Big Data kesehatan dicirikan oleh 5 karakteristik utama, yang sering disebut sebagai 5V, yaitu Volume (Volume), Velocity (Kecepatan), Variety (Variasi), Veracity (Keakuratan/Kebenaran), dan Value (Nilai).
Volume (Volume), mengacu pada jumlah data yang sangat besar. Data kesehatan dihasilkan dalam skala terabyte, petabyte, bahkan exabyte. Volume data ini terus bertambah dengan cepat setiap harinya seiring dengan digitalisasi layanan kesehatan, penggunaan perangkat wearable, dan kemajuan riset genomik. Velocity (Kecepatan), mengacu pada kecepatan data dihasilkan dan kecepatan data perlu diproses. Data kesehatan seringkali dihasilkan secara real-time atau near real-time dan perlu diproses dengan cepat untuk pengambilan keputusan yang tepat waktu, terutama dalam situasi kritis seperti wabah penyakit atau kondisi darurat medis. Variety (Variasi), mengacu pada beragamnya jenis dan format data. Data kesehatan tidak hanya berupa data terstruktur (misalnya, data tabel dalam EHR), tetapi juga data tidak terstruktur (misalnya, catatan dokter dalam format teks bebas, citra medis, video endoskopi, audio rekaman konsultasi pasien). Data juga bisa berupa data semi-terstruktur (misalnya, data log perangkat, data e-mail).
ADVERTISEMENT
Veracity (Keakuratan/Kebenaran), mengacu pada kualitas dan kebenaran data. Data kesehatan seringkali noisy, tidak lengkap, tidak konsisten, atau bias. Memastikan veracity data sangat penting untuk menghasilkan insight yang akurat dan dapat diandalkan dari analisis Big Data kesehatan. Value (Nilai), mengacu pada potensi nilai yang dapat digali dari data. Tujuan utama analisis Big Data kesehatan adalah untuk mengekstrak insight yang berharga yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan, penelitian medis, dan kesehatan masyarakat. Nilai ini bisa berupa diagnosis penyakit yang lebih awal dan akurat, pengobatan yang lebih personal, prediksi wabah penyakit, peningkatan efisiensi sistem kesehatan, atau penemuan obat baru.
Big Data menawarkan potensi luar biasa dalam merevolusi bidang kesehatan, terutama dalam menghadapi tantangan wabah penyakit menular. Kemampuan untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis volume data yang sangat besar dan beragam membuka pintu untuk pemahaman yang lebih mendalam tentang penyakit, penyebaran wabah, dan efektivitas intervensi kesehatan. Hal ini memungkinkan sistem kesehatan menjadi lebih proaktif, responsif, dan personal.
ADVERTISEMENT
Big Data memungkinkan analisis pola penyakit yang kompleks dan mungkin tidak terlihat oleh metode tradisional. Dengan menganalisis data dari berbagai sumber (EHR, data surveilans, data media sosial, data lingkungan), algoritma machine learning dapat mengidentifikasi pola penyebaran penyakit berdasarkan waktu, lokasi geografis, kelompok populasi, faktor risiko, dan lain-lain. Sistem Big Data dapat memantau data kesehatan secara real-time dan mendeteksi peningkatan kasus penyakit secara dini, bahkan sebelum sistem surveilans tradisional memberikan sinyal. Data dari media sosial, data pencarian internet, dan data wearable dapat menjadi indikator awal peningkatan aktivitas penyakit di masyarakat. Dengan menganalisis data mobilitas manusia (data perjalanan udara, data GPS dari ponsel), data demografi, data lingkungan, dan data epidemiologi historis, model Big Data dapat memprediksi bagaimana wabah penyakit akan menyebar secara geografis.
ADVERTISEMENT
Penggunaan Big Data dalam kesehatan menawarkan potensi luar biasa, tetapi juga membawa risiko signifikan yang perlu dipahami dan dikelola dengan hati-hati. Untuk melindungi privasi pasien, data kesehatan seringkali dianonimkan sebelum digunakan untuk analisis Big Data. Proses anonimisasi bertujuan untuk menghilangkan informasi identitas langsung (seperti nama, alamat, nomor identifikasi) agar data tidak lagi dapat dikaitkan dengan individu tertentu. Meskipun data telah dianonimkan, risiko identifikasi ulang (re-identification) tetap ada. Ini berarti bahwa, dengan menggunakan teknik analisis data yang canggih dan menggabungkan data anonim dengan sumber informasi lain yang tersedia secara publik (misalnya, data demografi, data geografis, data media sosial), ada kemungkinan untuk mengidentifikasi kembali individu dari data yang seharusnya anonim.
Algoritma Big Data machine learning dilatih menggunakan data historis. Jika data historis tersebut mencerminkan bias sosial yang sudah ada (misalnya, bias rasial, bias gender, bias sosio-ekonomi dalam akses layanan kesehatan atau hasil kesehatan), algoritma yang dihasilkan juga dapat mewarisi dan bahkan memperkuat bias tersebut. Keputusan yang dihasilkan dapat diskriminatif dan merugikan kelompok populasi tertentu.
ADVERTISEMENT
Data kesehatan dalam format Big Data disimpan dan diproses secara digital, sehingga rentan terhadap serangan siber (misalnya, hacking, malware, ransomware) dan kebocoran data akibat kelalaian manusia (misalnya, kesalahan konfigurasi sistem keamanan, phishing, kehilangan perangkat penyimpanan data). Data kesehatan sangat berharga di pasar gelap karena mengandung informasi pribadi yang sensitif dan dapat digunakan untuk berbagai tujuan kriminal (misalnya, pencurian identitas, penipuan asuransi, pemerasan). Hal ini menjadikan sistem kesehatan sebagai target utama serangan siber.
Pasien biasanya memberikan persetujuan terbatas untuk penggunaan data kesehatan mereka untuk tujuan perawatan medis langsung. Namun, dalam era Big Data, data kesehatan memiliki nilai komersial yang tinggi dan dapat digunakan untuk berbagai tujuan lain di luar perawatan medis, seperti riset farmasi, pemasaran produk kesehatan, atau pengembangan algoritma AI. Ada risiko bahwa data kesehatan yang dikumpulkan untuk tujuan perawatan pasien dapat digunakan secara sekunder untuk tujuan komersial atau tujuan lain yang tidak etis tanpa persetujuan eksplisit dari pasien atau di luar tujuan yang disetujui semula.
ADVERTISEMENT
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) maupun Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) tidak secara eksplisit mendefinisikan "Big Data kesehatan". UU Kesehatan lebih fokus pada Rekam Medis Elektronik (RME) dan sistem informasi kesehatan yang terintegrasi, tetapi tidak secara mendalam membahas karakteristik unik dan tantangan Big Data. UU PDP sangat menekankan perlindungan privasi data pribadi, termasuk data kesehatan. Ini adalah hal yang positif. Namun, dalam konteks Big Data kesehatan, penekanan yang berlebihan pada persetujuan individu (consent) yang ketat untuk setiap penggunaan data berpotensi menghambat inovasi dan riset yang memerlukan analisis dataset besar. Kedua UU mengakui pentingnya anonimisasi data untuk melindungi privasi. Namun, dalam era Big Data, teknik anonimisasi tradisional tidak lagi cukup efektif untuk mencegah identifikasi ulang, terutama dengan kemajuan teknik analisis data dan ketersediaan external datasets yang dapat digunakan untuk re-identification attacks.
ADVERTISEMENT
UU PDP mengatur transfer data pribadi lintas negara dengan cukup ketat. Meskipun hal ini penting untuk perlindungan data, aturan yang terlalu kaku dapat menghambat kolaborasi riset kesehatan internasional yang seringkali memerlukan pertukaran data lintas batas untuk analisis Big Data skala global (misalnya, riset pandemi, riset penyakit global). Pengawasan kepatuhan terhadap regulasi Big Data kesehatan memerlukan keahlian teknis dan sumber daya yang signifikan. Otoritas pengawas menghadapi tantangan untuk mengawasi dan menegakkan regulasi Big Data kesehatan secara efektif, mengingat kompleksitas teknologi dan volume data yang besar.
Ekosistem Big Data kesehatan melibatkan berbagai pihak ketiga, seperti vendor teknologi, penyedia layanan cloud, perusahaan analisis data, mitra riset, dan lain-lain. UU Kesehatan dan UU PDP perlu lebih jelas mengatur peran, tanggung jawab, dan akuntabilitas pihak ketiga ini dalam pengelolaan dan perlindungan data kesehatan dalam konteks Big Data. Selain privasi, Big Data kesehatan juga menimbulkan isu etika lain yang penting, seperti keadilan (fairness), transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), beneficence (manfaat), dan non-maleficence (tidak merugikan). UU Kesehatan dan UU PDP lebih dominan fokus pada aspek privasi, dan perlu untuk mencakup pertimbangan etika yang lebih luas dalam pemanfaatan Big Data kesehatan.
ADVERTISEMENT
Pemerintah harus segera menyusun peraturan pelaksana dari UU Kesehatan dan UU PDP yang lebih detail dan spesifik, khususnya terkait dengan pengelolaan dan perlindungan Big Data kesehatan. Peraturan pelaksana ini harus memberikan definisi yang lebih jelas tentang Big Data kesehatan, panduan tentang teknik anonimisasi yang sesuai, mekanisme persetujuan yang fleksibel untuk riset, aturan tentang penggunaan AI dan machine learning, serta panduan tentang transfer data lintas negara dalam konteks riset kesehatan global. Pengembangan standar dan pedoman praktik terbaik untuk pengelolaan Big Data kesehatan oleh organisasi profesi kesehatan, asosiasi industri teknologi kesehatan, dan lembaga pemerintah terkait. Standar dan pedoman ini dapat memberikan panduan praktis bagi fasyankes dan pihak terkait dalam menerapkan prinsip-prinsip perlindungan data dan etika dalam pemanfaatan Big Data kesehatan.
ADVERTISEMENT
Pemerintah harus meningkatkan kapasitas otoritas pengawas dalam hal sumber daya manusia, keahlian teknis, dan anggaran untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum terkait Big Data kesehatan secara efektif. Pemerintah perlu melibatkan berbagai stakeholder (praktisi kesehatan, ahli teknologi, ahli hukum, ahli etika, organisasi masyarakat sipil, perwakilan pasien) dalam dialog berkelanjutan untuk membahas isu-isu etika, privasi, dan regulasi Big Data kesehatan. Partisipasi publik juga penting untuk membangun kesadaran dan kepercayaan masyarakat terhadap pemanfaatan Big Data kesehatan yang bertanggung jawab. Peningkatan pendidikan dan literasi data kesehatan bagi tenaga kesehatan, pasien, dan masyarakat umum sangat penting. Hal ini mencakup pemahaman tentang potensi dan risiko Big Data kesehatan, hak-hak pasien terkait data kesehatan, dan pentingnya perlindungan privasi.
ADVERTISEMENT