Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pilkada dan Apatisme di Tengah Masyarakat
16 November 2024 1:54 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Wardokhi - tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menyongsong Pilkada serentak yang semakin dekat, atmosfer di masyarakat tampak berbeda. Berbeda dari saat Pemilihan Presiden (Pilpres) yang disambut dengan antusias dan adu argumen penuh gairah, masyarakat kini cenderung apatis, bahkan cenderung acuh tak acuh. Banyak yang mempertanyakan manfaat dari partisipasi aktif dalam Pilkada, seolah-olah memilih hanyalah formalitas. Padahal, kepala daerah yang terpilih nantinya akan mengelola dan memengaruhi langsung kehidupan di tingkat lokal, seperti desa dan kecamatan.
ADVERTISEMENT
Di sejumlah desa, beberapa warga bahkan mulai bertanya satu sama lain, “Di desa ini kira-kira harus pilih pasangan siapa, ya?” Sebuah pertanyaan yang sekilas terlihat sederhana, namun sebenarnya menyiratkan fenomena yang lebih dalam. Sifat rahasia dalam pemilihan yang biasanya dianggap sebagai hak pribadi kini seolah menjadi wajar untuk dibicarakan secara terbuka. Hal ini dipengaruhi oleh beragam alasan, mulai dari faktor adanya tim sukses di desa tersebut, ketertarikan pada janji-janji kandidat, hingga harapan akan “imbal balik” dalam bentuk proyek atau bantuan.
Pertanyaan “Desa ini dapat apa dari calon?” menjadi sebuah fenomena sosial yang tak bisa diabaikan. Di sisi lain, muncul pertanyaan kritis: apakah fenomena ini menunjukkan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap calon pemimpin lokal? Atau apakah ini mencerminkan kegelisahan masyarakat yang kerap merasa dilupakan setelah pemilu usai?
ADVERTISEMENT
Fenomena ini mengingatkan kita pada pentingnya membangun kembali kepercayaan publik dalam politik lokal. Alih-alih merasa “ini desa dapat apa,” masyarakat semestinya lebih didorong untuk mempertimbangkan rekam jejak dan visi-misi kandidat. Peran tokoh masyarakat dan aparat lokal menjadi penting untuk memberikan edukasi tentang dampak langsung dari Pilkada yang kompeten.
Di era yang penuh dengan informasi, pemerintah daerah bersama lembaga terkait perlu lebih gencar mendorong sosialisasi agar masyarakat tidak sekadar memilih, tetapi memilih dengan dasar informasi yang tepat. Mendorong partisipasi politik yang sehat adalah upaya bersama, bukan hanya milik penyelenggara pemilu. Jika ini bisa dibangun, apatisme yang kita lihat hari ini mungkin bisa berubah menjadi partisipasi aktif yang lebih bermakna.
Dalam menjalankan hak pilih, warga tidak hanya menentukan pemimpin, tetapi juga memberikan harapan untuk masa depan daerah yang lebih baik. Momen Pilkada seharusnya menjadi kesempatan bagi setiap warga, terutama di tingkat desa, untuk berkontribusi dalam pembangunan yang lebih maju dan akuntabel. Masyarakat yang melek politik di tingkat lokal akan membantu terciptanya pemimpin yang amanah dan memprioritaskan kepentingan publik daripada kepentingan politik semata.
ADVERTISEMENT
Dosen Universitas Pamulang