Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten Media Partner
Harga Murah, Petani Pilih Gudangkan Garam
10 Desember 2018 12:47 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:04 WIB
ADVERTISEMENT
Memasuki musim penghujan, harga garam di Kabupaten Probolinggo mulai terjun bebas. Petani pun memilih menyimpan di gudang ketimbang menjualnya secara murah.
ADVERTISEMENT
Saat ini, harga garam di tingkat petambak antara Rp800-Rp900 per kilogram. Pada awal mulai panen pada bulan Juli 2018, harganya mencapai Rp1.000 per kilogramnya. Kemudian di bulan Oktober meningkat menjadi Rp1.300 per kilogram.
Petani garam pun mengeluhkan rendahnya harga jual garam, sedangkan biaya produksi cenderung meningkat.
“Sudah mulai turun sejak sepekan yang lalu. Mudah-mudahan tidak turun lagi,” kata Abdul Aziz, petani garam asal Desa Kebon Agung, Kecamatan Kraksaan, Senin (10/12/2018).
Suparyono, petani garam lainnya, mengatakan untuk bersaing di pasaran, petani dituntut memproduksi garam yang bagus. Untuk memproduksi garam dengam kualitas baik, mereka dituntut menggunakan geomembran. Sehingga petani masih harus terbebani dengan biaya pembelian geomembran yang harganya mencapai Rp4,1 juta untuk setiap 100 meter.
ADVERTISEMENT
“Garam yang diproduksi tanpa menggunakan geomembran, kurang laku di pasaran dengan alasan selain tidak berkualitas. Warnanya yang tidak putih kurang menjadi daya tarik pembeli,”kata Suparyono.
Kehadiran teknologi produksi garam menggunakan geomembran, kata dia, memang sangat membantu, terutama dalam hal produktivitas, yang disebutnya semakin meningkat. Dalam jangka waktu tidak sampai sepekan, petani garam sudah bisa panen. Terlebih kondisinya terik. Sekali panen, bisa menghasilkan garam 10 ton garam.
Hanya saja, untuk bisa menghasilkan garam dalam jumlah banyak, selain didukung cuaca yang terik juga harus didukung dengan ketersediaan airnya.
“Kalau seperti saat ini masih bisa berproduksi, meski tidak semaksimal waktu musim kemarau,” tambahnya.
Sementara untuk menyiasati harga yang semakin murah, petani memilih untuk menyimpan di gudanh. Harapannya pada saat musim penghujan, akan dijual dengan harga lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
“Saat ini gudang-gudang penuh dengan garam. Ya dijual saat musim hujan, ketika petani tidak memproduksi garam,” tandas ketua kelompol tani Kalibuntu Sejahtera ini.