Konten Media Partner

Manfaatkan “Katup Gadis”, Siasat Petambak Garam Probolinggo di Musim Hujan

12 Januari 2019 12:48 WIB
clock
Diperbarui 15 Maret 2019 3:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Manfaatkan “Katup Gadis”, Siasat Petambak Garam Probolinggo di Musim Hujan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Musim hujan menjadi momok bagi petani garam di seluruh Indonesia. Berbeda dengan kebanyakan petambak garam lainnya, di Kabupaten Probolinggo petambak masih berpoduksi, memanfaatkan metode buka tutup garam jadi super (Katup Gadis).
ADVERTISEMENT
Sundari Adi Wardhana, Probolinggo
SISTEM Katup Gadis (Buka Tutup, Garam Jadi Super) beroperasi dengan cara memanfaatkan terpal plastik. Lahan tambak garam dilapisi dengan terpal untuk bagian bawahnya. Kemudian, di atasnya diberi penyangga sebagai tempat terpal lain menutup lahan dibawahnya. Jadi kalau lagi terik, terpal yang diatas dibuka. Tetapi jika hujan datang, maka terpal itu digunakan sebagai penutup garam yang masih dalam hamparan.
“Ya meski musim hujan, kami tetap berproduksi. Itulah nilai tambah dari inovasi ini,” kata Suparyono, Ketua Kelompok Petambak Garam Kalibuntu Sejahtera.
Jadi, kata Suparyono, ada dua alasan yang melandasi ketika berinovasi dengan sistem ini. Pertama, percepatan produksi yang tidak dipunyai sistem lainnya. Yang kedua, adalah kualitas garam yang dihasilkan, lebih putih mengkristal.
ADVERTISEMENT
Inovasi Katup Gadis asal Desa Kalibuntu, Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, menjadi juara I Inovasi Teknologi Award Provinsi Jatim tahun 2018. Inovasi itu menerapkan sistem buka tutup (On-Off System) dalam Rumah Produksi Garam (RPG) yang dikembangkan oleh petambak garam Kalibuntu Sejahtera.
Teknologi ini, dikembangkan sejak 2016 lalu, lewat sejumlah pelatihan. Seiring dengan kegagalan petambak garam berproduksi pada musim hujan. Meski sudah menerapkan sistem terpal atau teknologi geo membrane sebagai meja kristalisasi air garam. Awalnya hanya sepetak lahan, tak lebih dari 4×10 meter. Setahun berikutnya, mulai melakukan uji coba dan hasilnya cukup bagus.
“Inovasi ini melindungi tambak garam dari hujan yang dapat turun sewaktu-waktu dan merusak tambak. Saat hujan turun, tambak akan ditutup. Kemudian setelah hujan reda, tutup kembali dibuka. Dengan demikian, garam bisa terlindungi dari hujan. Kalau sudah kena hujan, tambak garam jadi rusak semua,” ujanya.
ADVERTISEMENT
Dengan kata kunci “terlindungi” itu, kemudian di awal tahun 2018, diterapkan oleh Kelompok Petambak Garam Kalibuntu Sejahtera pada lahan dengan ukuran 4×30 meter. Dengan mengaplikasikan teknik ini, mampu menghasilkan garam sebanyak 3 ton dalam 10 hari di musim kemarau. Sementara pada musim penghujan, selama 10 hari mendapat 2 ton garam.
Hasil produksi itu, ternyata secara kuantitas dan kualitas lebih bagus dibanding teknik terpal. Sebab pada pukul 07.00 WIB, garam sudah mengkristal, lebih cepat 3 jam dibanding teknik terpal. Apalagi jika dibandingkan dengan teknik tradisional, yang bahkan tak bisa produksi jika musim hujan. “Rencananya tahun ini, ada lahan seluas 500 meter persegi yang akan menggunakan sistem Katup Gadis ini,” ungkap Suparyono.
ADVERTISEMENT
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Probolinggo, Dedy Isfandi berencana memperluas penerapan inovasi itu. Selain di Desa Kalibuntu, saat ini sudah ada 2 kelompok Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (Pugar) di Kecamatan Gending yang sudah menerapkan. “Inovasi ini sangat aplikatif, karena tidak memerlukan biaya besar dan bersifat adaptif. Pelan-pelan, diterapkan ke sentra garam lainnya di Kabupaten Probolinggo,” tutur Dedy.
Untuk itu Diskan menganggarkan Rp 100 juta untuk biaya penerapan model (Katup Gadis). Anggaran tersebut digunakan untuk melakukan sosialisasi dan pembinaan kepada petani garam. Termasuk meningkatkan fasilitas penunjang produktivitas petani garam. “Kami juga akan menambah geoisolator bagi petambak garam yang membutuhkan. Sehingga dengan sarana tersebut, target yang ditetapkan Pemkab Probolinggo bisa tercapai,” ungkapnya.
Produksi garam di Kabupaten Probolinggo melebihi target yang ditetapkan sebesar 20 ribu ton. Dari lahan seluas 315, 992 hektar, produksi garam mencapai 23 ribu ton. Jumlah ini naik drastis jika dibandingkan dengan hasil produksi tahun 2017 yang hanya mencapai 14 ribu ton. Dengan keberhasilan sistem Katup Gadis, maka tahun ini target produksi garam dinaikkan, yakni 22 ribu ton.
ADVERTISEMENT
“Tujuan dengan penerapan metode garam on/off atau Katup Gadis, agar menambah produksi garam di musim hujan. Karena biasanya petani berhenti memproduksi garam saat musim hujan. Memang hasil panennya tidak bisa semaksimal saat musim kemarau, namun petani bisa tetap produksi garam,” ujar pria kelahiran Jakarta ini.