Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menengok Pulau Terluar: Simeulue
24 Agustus 2018 9:15 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
Tulisan dari wied kiki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia itu kaya, puluhan ribu pulau yang ada di negeri ini. Untuk mengunjungi semua pulau-pulau itu sepertinya hanya lah sebuah mimpi, untuk saat ini. Siapa tau mungkin di masa depan tercipta transporter, yang dapat memindahkan orang dari satu pulau ke pulau lainnya dalam hitungan menit atau detik. Jika demikian, mungkin saja berkunjung ke seluruh pulau di negeri ini.
ADVERTISEMENT
Pulau yang pernah penulis kunjungi, selain pulau-pulau besar tentunya, adalah Pulau Simeulue. Mungkin tidak banyak yang mengenal tentang pulau ini. Pembaca mungkin pernah ingat tentang peristiwa tsunami di Aceh pada 2004. Nah, pulau ini terkait erat dengan peristiwa tersebut.
Pulau Simeulue terletak di sebelah barat Sumatera, bersebelahan dengan Pulau Nias dan termasuk dalam Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Simeulue adalah daerah Kabupaten dengan ibu kotanya Sinabang. Pusat gempa yang menyebabkan terjadinya tsunami saat itu berada di antara Pulau Simeulue dan Pulau Sumatera. Meskipun banyak yang menjadi korban meninggal akibat tsunami di Aceh, dilaporkan hanya 7 orang saja yang meninggal di Simeulue.
Ternyata masyarakat di pulau ini telah mengenal tsunami sebelumnya, dari kisah yang disampaikan turun temurun dan telah menjadi kearifan lokal di mana setiap menina-bobokan sang anak, senandung smong tak luput dinyanyikan. Tsunami disebut sebagai “smong” dalam istilah lokal. Diceritakan dalam kisah tersebut jika smong datang, laut akan tiba-tiba surut, maka masyarakat diharapkan lari segera ke gunung atau ke tempat-tempat yang lebih tinggi untuk menyelamatkan diri.
ADVERTISEMENT
Meski dikenal dengan nama berbeda, kisah itulah yang banyak menyelamatkan masyarakat Simeulue. Memang kerusakan tetap banyak terjadi, namun tidak sampai menelan banyak korban.
Gempa bumi berkategori besar sekitar tiga bulan setelah Tsunami, sesar atau patahan Simeulue menjadi naik dengan ketinggian yang bervariasi di berbagai sisi pulau yang di antaranya mencapai dua meter dari permukaan laut, akibatnya, pulau yang dulunya hanya terlihat ketika air laut surut, setelah gempa tersebut benar-benar terlihat sebagai pulau dan masih terlihat ketika air pasang.
Pulau Simeulue mulai mendapat perhatian setelah terjadinya tsunami. Ternyata pulau ini banyak memiliki pantai-pantai cantik yang masih alami, di antaranya Pantai Alus-alus, Pantai Pasir Tinggi, dan Pantai Ganting (untuk wisata pantai, dapat dilihat di tautan ini ).
ADVERTISEMENT
Sayangnya, dibanding wisatawan domestik, lebih banyak wisatawan mancanegara yang lebih mengenal Simeulue dan keindahannya. Beberapa tempat di pulau ini adalah tujuan para peselancar mancanegara. Ombak tinggi memang biasa di Simeulue, karena berbatasan langsung dengan Samudera Hindia.
Suasana tepi pantai di Simeulue dengan ombak tinggi (Koleksi pribadi)
Wisatawan cukup mudah untuk mencapai Simeulue. Medan adalah penghubung menuju Simeule jika menggunakan transportasi udara. Wings Air dan Susi Air melayani penerbangan menuju Simeulue setiap harinya menggunakan pesawat kecil.
Dengan keindahan yang masih alami, pemerintah lokal dapat menggarap ini untuk mendapatkan lebih banyak wisatawan. Informasi-informasi akurat mengenai fasilitas, kegiatan budaya maupun lainnya, baik melalui website pemerintah maupun agen-agen wisata dapat terus diperbaiki. Fasilitas umum dan penunjang yang mendukung peningkatan pariwisata juga perlu terus dikembangkan.
ADVERTISEMENT
Ketika berkunjung ke pulau ini, penulis belum menemukan suatu benda khas daerah ini yang dapat dijadikan oleh-oleh. Seperti jika penulis berkunjung ke suatu daerah, maka penulis biasanya akan berusaha mencari apa yang menjadi kekhasan daerah tersebut yang dapat dibawa pulang, baik itu berupa souvenir maupun makanan.
Lobster (Sumber: Wikimedia Commons)
Memang pulau ini terkenal dengan lobsternya, dan menikmati lobster segar yang dimasak secara lokal bukan main nikmatnya. Namun, masyarakat sepertinya belum tergerak untuk membuat ini sebagai kuliner khas yang dapat dijadikan sebagai oleh-oleh, bukan dalam bentuk mentah.
Potensi daerah ini cukup besar, karena tanahnya yang juga subur, hampir semua tanaman dapat tumbuh di situ. Hamparan pohon kelapa melambai-lambai di sepanjang pantai merupakan aset yang dapat dimanfaatkan seluruhnya. Mulai dari daun, air, dan batoknya dapat dikomersilkan, jika diolah lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
Namun daerah ini juga menghadapi tantangan seperti daerah perbatasan lainnya di Indonesia. Fasilitas pendidikan di daerah ini hanya sampai tingkat SMA atau setara. Jika ingin meneruskan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi, seorang anak harus ke luar pulau. Medan atau Banda Aceh adalah pilihan terdekat.
Tidak jarang penulis mendengar anak-anak yang tidak lagi melanjutkan sekolahnya karena ketidakmampuan orang tua. Biasanya pilihan selanjutnya adalah dengan menikahkan anak tersebut. Meski hal ini sekarang sudah tidak banyak lagi dilakukan, namun masih terjadi.
Pulau ini menyimpan banyak potensi dan masih banyak yang harus dilakukan untuk membuat potensi tersebut menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakatnya.