Konten dari Pengguna

Koperasi Belajar Startup

Wildanshah
Komisaris Perkumpulan Warga Muda. Direktur Utama PT Gerakan Masa Depan. CEO Gorengin. Deputi Riset dan Manajemen Pengetahuan Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation. Anggota Asosiasi Ilmu Politik Indonesia.
6 Desember 2021 17:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Wildanshah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
InnoCircle Initiative merupakan  koperasi yang belajar startup dan kini mereka menjadi inkubator Startup Coop yang berdiri di Purwokerto, Jawa Tengah.
zoom-in-whitePerbesar
InnoCircle Initiative merupakan koperasi yang belajar startup dan kini mereka menjadi inkubator Startup Coop yang berdiri di Purwokerto, Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
Koperasi perlu berlajar Startup. Karena dunia kini sering terinspirasi dengan Startup yang di mulai dari garasi. Garasi menjadi legenda bagi kehadiran empat perusahan besar dunia Apple, Amazon, Microsoft hingga Google.
ADVERTISEMENT
Muncul pertanyaan di benak kita semua, bagaimana mereka memulai bisnis raksasa di garasi rumah mereka?
Apakah perlu menjadi jenius untuk memulai, perlu menemukan keberuntungan atau itu hanya serangkaian kerja keras yang bisa diikuti oleh banyak orang tanpa kompetensi apapun.
Menurut Eric Ries, dalam buku “The Lean Startup”, kewirausahaan yang sukses adalah tentang manajemen. Manajemen menjadi kunci keberhasilan perusahan kecil menjelma menjadi besar. Namun tentunya, dengan manajemen yang berbeda.
Manajemen Startup, menurut Ries, berfokus pada inovasi sistematis serta bakat manusia dan individu untuk menciptakan hal baru. Manajemen Startup tidak fokus pada riwayat pasar yang statis dan akurat, mereka justru mendobraknya.
Ries sendiri mendefinisikan Startup sebagai “lembaga manusia yang dirancang untuk menciptakan produk dan jasa baru di bawah kondisi yang sangat tidak pasti”.
ADVERTISEMENT
Kata lembaga manusia adalah kuncinya, karena di startup produk bukanlah segalanya, bagi para ventura bisnis baru: orang di dalam perusahaan adalah kekuatannya.
Hal fundamental dalam usaha rintisan adalah inovasi dan sdm, bukan struktur dari organisasinya. Perbedaan yang paling mencolok dari Startup dengan korporasi konvensional bahwa ketidakpastian, dinamika, resiko selalu melekat pada usaha rintisan.
Menariknya, para angel investor dan capital ventura dapat menerima berbagai ketidakpastian dari Startup, mereka tidak takut menghabiskan uang yang mereka tanam kepada kesempatan kecil di masa sekarang, karena mereka ingin memiliki keuntungan mutlak di masa depan.
Koperasi perlu belajar keberanian dari Startup. Kalau perusahaan tradisional menjalan operasinya dengan efiensi produk dan jasa, fokus Startup adalah membuat perusahaan menjadi ramping untuk terus belajar mencari tahu apa yang benar-benar dibutuhkan peradaban manusia.
ADVERTISEMENT
Singkatnya, yang dilakukan oleh Startup adalah berinovasi dengan terus belajar dan terbuka dengan berbagai alternatif baru.
Tentunya, ini bukanlah langkah yang mudah bagi koperasi, untuk anggota yang memiliki jiwa wirusaha, mereka akan sangat bergairah terlibat dalam setiap proses yang dinamis. Namun, bagi para anggota di level manajemen, yang selalu mempertahankan kestabilan walaupun itu sudah tidak relevan, adalah langkah yang paling dihindari.

Koperasi Belajar Startup

Dari Startup, koperasi dapat belajar bahwa Kestabilan bukan berarti kesuksesan, karena menghilangkan segala fitur yang tidak berguna di koperasi adalah langkah yang paling masuk akal yang dapat dilakukan sekarang walaupun akan memicu ketidakstabilan.
Bila koperasi kita tidak berani mencari kesalahan model bisnis, produk, fitur, dan strategi pemasaran yang sekarang sedang beroperasi secara terus-menerus, kemungkinan hanya soal waktu sebelum koperasi kita benar-benar dilahap zaman.
ADVERTISEMENT
Langkah praktisnya, kita bisa mengikuti saran Sergey Brin, seorang pionir Google, yang memiliki aturan inovasi “70/20/10 untuk melalokasikan sumber daya perusahaan: 70 persen untuk bisnis inti, 20 persen untuk pada bisnis yang baru muncul, dan 10 persen pada bisnis baru”.
Proyek 10 persen ini adalah bisnis yang memiliki kemungkinan kecil untuk sukses, tapi jika berhasil imbalan besar akan menyertainya. Prinsip 10 persen berlaku juga bagi koperasi, karena sejatinya “kreativitas selalu mencintai keterbatasan”.
Koperasi yang tangkas, semakin menjadi lebih baik ketika sumber daya, waktu, dan modal mereka dalam status “terbatas”, percaya atau tidak, situasi tersebut akan memaksa seluruh anggota koperasi untuk berfikir lebih cerdas, dan ini yang selalu dihadapi oleh para penggiat startup: terbentur, terbentuk, dan terbentuk.
ADVERTISEMENT