Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Peran Hati Nurani di Balik Jurnalisme yang Bertanggung Jawab
12 Oktober 2024 16:40 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Wilsya Azzahroh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hati nurani dan moralitas adalah dua elemen fundamental yang menjadi fondasi utama dalam pelaksanaan tugas jurnalistik. Sebagai penyampai informasi kepada publik, wartawan memiliki tanggung jawab bukan hanya sekadar tuntutan profesi, tetapi juga pada nilai-nilai moral sebagai manusia.
ADVERTISEMENT
Hati nurani merujuk pada kesadaran etis pribadi seorang wartawan berupa kemampuan untuk membedakan antara yang benar dan salah. Moralitas, sama halnya dengan hati nurani, mencakup norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap wartawan dalam melaporkan kebenaran secara bertanggung jawab.
Menurut hukum di Indonesia, moralitas wartawan diatur oleh Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999, yang menjamin kebebasan pers, namun juga mengharuskan wartawan untuk mematuhi aturan hukum dan etika dalam menjalankan fungsinya. Pelanggaran hukum terhadap moralitas jurnalistik dapat berujung pada konsekuensi hukum yang serius.
Kode Etik Jurnalistik—pegangan jurnalis dalam menjalankan profesi, menegaskan bahwa wartawan harus menjunjung tinggi prinsip kebenaran, keadilan, serta menghormati hak asasi setiap orang. Hati nurani menjadi pedoman penting, karena wartawan harus memiliki integritas untuk menilai apakah sebuah berita layak dipublikasikan atau tidak berdasarkan prinsip-prinsip moral. Hati nurani dan moralitas pada dasarnya merupakan tanggung jawab pribadi dan profesional yang harus dijunjung tinggi oleh setiap wartawan.
ADVERTISEMENT
Dalam buku The Elements of Journalism, Bill Kovach dan Tom Rosenstiel menjelaskan sembilan elemen yang menjadi prinsip dalam kerja jurnalistik. Salah satu elemen menegaskan bahwa kebenaran dan loyalitas utama jurnalisme adalah kepada warga masyarakat, yang artinya wartawan harus menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan bisnis atau politik. Elemen lain bahkan menyebut bahwa wartawan harus menggunakan hati nurani sebagai kompas moral dalam menghadapi tekanan eksternal dan internal yang bertentangan dengan etika jurnalis.
Di tengah tantangan media yang semakin kompleks, wartawan kerap kali terjebak dalam sensasi dan tekanan bisnis oleh media. Mereka dihadapkan pada dilema antara moralitas atau tuntutan untuk memenuhi kebutuhan komersial. Dalam hal ini, hati nurani dan moralitas menjadi benteng terakhir dalam menjaga indepedensi dan integritas wartawan. Ketika hati nurani dan moralitas diabaikan, dampaknya dapat merugikan individu yang diliput maupun masyarakat luas.
ADVERTISEMENT
Contoh nyata dapat dilihat dalam pemberitaan kasus-kasus kriminal yang belum terbukti, di mana wartawan sering kali mengabaikan hak privasi demi kebutuhan komersial. Pemberitaan yang tidak bertanggung jawab dengan cara memovonis tanpa dasar yang kuat dapat menghancurkan reputasi dan hidup seseorang dalam sekejap, bahkan sebelum kejahatan itu terbukti di pengadilan.
Tanpa hati nurani dan moralitas, jurnalisme kehilangan perannya sebagai pilar keempat demokrasi. Wartawan yang gagal mematuhi hukum dan kode etik jurnalis, serta mengabaikan hati nurani hanya akan memperlebar jurang kepercayaan publik dan mengikis nilai-nilai keadilan. Moralitas dan hati nurani bukan sekedar aturan tertulis, tetapi prinsip yang harus melekat dalam diri setiap wartawan. Keseimbangan antara kebebasan pers dan tanggung jawab moral adalah fondasi utama bagi jurnalis dalam menjalankan tugasnya.
ADVERTISEMENT