Konten dari Pengguna

Yuk jadi petani milenial bersama Kabarantan dan TaniHub

Winda Trisuci
writer at https://www.dajourneys.com/ and youtuber at https://www.youtube.com/c/windatrisuci
4 Juli 2019 13:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Winda Trisuci tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Minggu, 30 Juni 2019 yang lalu, saya dan beberapa teman diajak oleh Kumparan dan Kabarantan untuk menghadiri acara AgriTalk “Yuk #BeraniEkspor Komoditas Pertanian Indonesia" dengan tujuan melindungi dan akselerasi ekspor Indonesia.
Minggu, 30 Juni 2019, “Yuk #BeraniEkspor Komoditas Pertanian Indonesia"
zoom-in-whitePerbesar
Minggu, 30 Juni 2019, “Yuk #BeraniEkspor Komoditas Pertanian Indonesia"
Bapak Ali Jamil, Ph.D (Kepala Badan Karantina Pertanian) menjelaskan mengapa acara “Yuk #BeraniEkspor Komoditas Pertanian Indonesia" ini diadakan, karena Bapak Jokowi menginstruksikan pada mentri pertanian untuk mengakselerasi ekspor pertanian kita berdasarkan undang2 no 16 tahun 1992 perkarantinaan untuk menjaga proses karantina baik itu bibit maupun produknya sendiri, karena banyak media yang bisa menjadi media pembawa penyakit, itu sebabnya semua produk yang dibawa dari luar harus dilaporkan dahulu kepada badan karantina agar tidak ada penyakit yang dibawa dari luar.
ADVERTISEMENT
Contohnya beberapa waktu yg lalu badan karantina kita menerima benih jagung seberat 6 ton yang mengandung penyakit, padahal dia sudah mengantongi ijin dari negara asal. Akhirnya dengan sangat terpaksa dimusnahkan. Menurut data tahun 2017, GDP terbesar di indonesia adalah dari sektor pertanian karena kita punya 14 juta hektar pertanian dan 16 juta hektar laut yang belum digarap secara optimal.
Kalau dulu bisa 3 bulan dari proses pelaporan, tapi sekarang sejak diterapkannya online single submissions (OSS) hanya 3 jam sudah selesai. Kalau ekspor, semua wajib lapor karena semua negara sudah mewajibkan dokumen kesehatan tumbuhan, dan health certificate untuk hewan. Tanpa ada kedua hal tersebut, tidak ada negara yang akan mau menerima ekspor tumbuhan dan hewan dari Indonesia.
ADVERTISEMENT
Untuk itu badan karantina bekerjasama dengan badan bea cukai untuk mengecek data-data yang diperlukan. Selain itu Barantan juga membangun kerjasama pertukaran e-Cert dengan negara mitra dagang untuk mengurangi penolakan komoditas dari negara mitra, mencegah pemalsuan dokumen, dan mempercepat proses quarantine clearance. Selain e-Cert, akselerasi ekspor jg dilakukan dg penggunaan aplikasi peta komoditas ekspor produk pertanian i-MACE. Agar pemerintah daerah dapat memetakan sentra & jenis komoditas unggulan ekspor.
Jaman serba digital dan online ini juga di manfaatkan oleh petugas #142KarantinaMelayani untuk melayani dengan baik, bahkan Bapak Ali Jamil mengatakan semua proses tersebut gratis karena semua petugas dilarang memungut uang sama sekali.
Badan karantina membuat 5 kebijakan strategis meningkatkan ekspor komoditas pertanian, untuk menggalakan ekspor melalui generasi milenial yang meliputi:
ADVERTISEMENT
1. Meningkatkan volume ekspor
2. Menambah ragam komoditas ekspor
3. Mendorong pertumbuhan ekspor baru
4. Menambah negara mitra dagang
5. Mendorong ekspor komoditas pertanian dalam bentuk jadi atau bahan
Semua komoditas kita ada, itu sebabnya Bapak Ali Jamil menyerukan untuk mulai mengekspor produk bibit jangan hanya produk jadi. Industri hilirnya pun kita ada. Jadi yg perlu dibina adalah aspek hulunya. Sebagai contoh, jahe asal Kabupaten Bandung sudah #BeraniEkspor ke negara Banglades, contoh lainnya Sulawesi Tenggara memasok lebih dari 50% kebutuhan kacang mete di Indonesia. Kini, salah satu komoditas unggulan ini telah di ekspor ke Negeri Jiran.
Beberapa contoh produk ekspornya saya sertakan di sini ya.
Contoh produk ekspor kita
Contoh produk ekspor kita
Contoh produk ekspor kita
Contoh produk ekspor kita
Contoh produk ekspor kita
Contoh produk ekspor kita
Kuantitas, kualitas dan kontinunitas adalah 3 syarat untuk ekspor, produk apapun itu, terlihat sepele tapi bisa menjadi komoditas untuk negara lain. Contohnya umbi porang aka iles-iles asal Madiun yang menjadi buruan pengusaha asal China dan Jepang, padahal di Indonesia sendiri dipandang sebelah mata.
ADVERTISEMENT
Kontinuitas juga termasuka salah satu syarat karena jangan sampai negara mitra sudah terlanjur cinta dengan produk kita, ternyata kita cuma bisa memasok 1x saja.
Mirisnya kebanyakan petani kita adalah usia tidak produktif, mayoritas wanita dengan pendapatan rata2 lima puluh ribu perhari padahal pertanian adalah segmen yang sangat produktif.
Kenapa? Karena dari dulu stigma yang beredar di masyarakat jadi petani itu ga ada untungnya, capek doank, tenaga yang di keluarkan nggak sebanding dengan hasil yang di dapat. Apa yang di tanam hanya cukup untuk makan satu musim saja, bener apa bener?
Lebih bergengsi mana kalau di tanya apa pekerjaannya? Karyawan swasta atau petani? padahal jaman dahulu mayoritas pekerjaan orang tua kita adalah petani, selain karena gengsi mungkin juga karena generasi millenial malas kotor dan capek.
ADVERTISEMENT
Tapi kalian harus tahu kalau petani sekarang bisa menjadi eksportir juga loh, selain menghasilkan komoditas yang bisa di makan, juga bisa di jual hingga ke manca negara loh. Pastinya lewat bantuan dari Kabarantan dan TaniHub.
Bapak Edison Tobing (VP of Finance TaniHub) menjelaskan kalau pertanian merupakan salah satu sektor yang membutuhkan banyak tenaga kerja, saat ini ada 32 juta petani yang memiliki impian memiliki harga jual produk yang tinggi.
Apa sih TaniHub itu? TaniHub adalah lembaga swasta yang memiliki visi untuk menciptakan dampak positif pada sektor pertanian lewat pemanfaatan teknologi informasi dengan 3 pilar utama yaitu: Pertanian, Teknologi, dan Dampak sosial. Misinya sangat sederhana namun sulit di wujudkan, memberdayakan petani lokal dengan menyediakan akses pasar dan akses keuangan. Kenapa sulit? Karena jarang ada generasi milenial yang mau menjadi petani, padahal yang melek teknologi siapa? Generasi tua jarang ada yang melek teknologi, seperti yang sudah di jabarkan di atas, petani kita 60% berusia diatas 40 tahun, yang biasanya kurang paham masalah teknologi.
ADVERTISEMENT
Melalui TaniHub, para petani lokal dapat menjual hasil panen mereka kepada para individu maupun Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di berbagai wilayah.
TaniHub bekerja sama dengan Kabarantan mengajak para petani meningkatkan kualitas hasil pertanian hingga akhirnya mereka berani mengekspor hasil taninya ke luar negeri. Jika kualitas hasil tani dalam kondisi baik, bebas hama dan penyakit, peluang ekspor pun semakin terbuka lebar.
Seiring dengan peluang ekspor yang semakin tinggi, maka taraf hidup para petani juga akan ikut naik. Contohnya bila selama ini yang dijual adalah kelapa bulat, saat ini sudah banyak eksportir tepung kelapa bahkan santan dari Sulawesi Tenggara.
Namun TaniHub masih mengalami masalah karena banyaknya tengkulak atau ijon yang bergerilya di tengah petani yang membuat para petani kesulitan menaikkan taraf hidupnya. Ya pengijon atau tengkulak itu benar-benar ada loh, bapak yang difoto ini adalah saksinya, beliau adalah petani dan sering di rugikan dengan harga jual yang rendah dari pengijon, itu sebabnya bapak ini sangat senang mendengar adanya TaniHub yang membantu memasarkan komoditas para petani dengan harga yang layak.
Gimana? Sudah mulai memikirkan untuk beralih profesi menjadi petani di tengah kesulitan mencari pekerjaan? Semoga kedepannya sektor pertanian kita semakin maju dan bukan lagi menjadi pekerjaan yang selalu diremehkan ya.
ADVERTISEMENT
Selain itu juga saya berdoa seiring dengan melimpahnya produksi pertanian, daya beli masyarakat juga ikut naik sehingga kedua belah pihak dapat menaikan taraf hidupnya. Amin!