Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Adab dan Ilmu
7 Juli 2022 17:52 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Wuryanti Sri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa hari lalu dunia pendidikan diramaikan dengan berita tentang pembagian rapor dan anak-anak yang tengah mencari sekolah baru setelah lulus dari SD dan SMP maupun SMA. Tidak ketinggalan anak-anak lulusan TK ikut sibuk mempersiapkan diri masuk SD atau MI.
ADVERTISEMENT
Selama kurang lebih dua tahun belajar secara daring lalu setahun berikutnya belajar secara tatap muka, ternyata proses belajar mengajar belum bisa dibilang sesuai harapan. Tanpa melupakan bagaimana polah para guru dan bagaimana jerih payah orang tua dalam mendampingi anak-anak belajar, apapun hasilnya patut kita syukuri.
Betapa tidak mudah mendampingi anak-anak belajar secara daring, apalagi bagi orang tua yang harus bekerja di luar rumah atau orang tua yang (maaf) kurang bisa membantu anak secara intelektual. Namun karena masih ada semangat ingin maju, seberat apapun orang tua tetap berusaha mengikuti dan mematuhi aturan yang berlaku.
Kini, kurang lebih sudah setahun sekolah-sekolah melaksanakan pembelajaran tatap muka. Rasa ragu atas keberhasilan test para siswa tahun ini menghantui benak para guru dan wali murid. Dua tahun masa pandemi tidaklah sebentar dan efek yang ditimbulkan pun bermacam-macam.
ADVERTISEMENT
Apakah anak-anak masih mampu berprestasi sebagaimana sebelum pandemi? Dan apakah sekolah tatap muka setahun terakhir ini mampu menutup segala kekurangan yang ditimbulkan akibat pandemi? Atau justru dengan daring tahun kemarin anak-anak meningkat prestasi akademiknya? Semua itu hanya bisa dilihat dari hasil test akhir semester yang baru saja usai dengan nilai yang tercatat rapi di buku rapor.
Tingkat kecerdasan masing-masing anak tidak sama, karena itu tidak semua anak perlu masuk ke bimbingan belajar tertentu maupun mengikuti les ini itu. Jika ternyata ada les-les privat dan bimbel yang dipilih orang tua tentu bukan tanpa tujuan, karena hal ini sesungguhnya sangat membantu. Semua demi memaksimalkan potensi akademik yang ada pada anak sehingga tidak hanya bertumpu pada pelajaran-pelajaran dari sekolah saja.
ADVERTISEMENT
Rapor yang berisi daftar nilai kepandaian dan prestasi belajar siswa di sekolah, sangat berarti bagi siswa, orang tua atau wali murid maupun guru. Meski tinggi rendahnya nilai di rapor bukan satu-satunya jaminan cemerlangnya masa depan, tapi sangat berpengaruh pada hasil test terakhir siswa selama menuntut ilmu di sebuah sekolah.
Nilai tinggi yang tercatat di rapor memang menjadi dambaan setiap orang tua dan siswa, karena dari sana bisa diketahui seorang siswa mampu atau tidak menyerap setiap mata pelajaran dari gurunya. Namun tak perlu bersedih hati apabila ternyata mendapatkan nilai yang pas-pasan. Akan lebih baik tetap semangat dalam menuntut ilmu karena nilai di rapor bukanlah segalanya. Apalah artinya nilai rapor selalu tertinggi jika tidak dibarengi dengan akhlak yang terpuji?
ADVERTISEMENT
Seperti yang pernah diceritakan oleh seorang guru senior di sebuah SD, siswa yang selalu menjadi langganan juara kelas tiap tahun belum tentu juara dalam berinteraksi dengan sesama siswa. Kurang akrab dan cenderung suka menyendiri seakan tidak butuh bantuan apa pun dari orang lain. Termasuk kurang peka dengan segala yang terjadi di lingkungan pergaulan dengan temannya. Meski dalam hal ini tidak semuanya bertabiat demikian.
Justru siswa yang pas-pasan kepandaiannya atau kurang pandai, dia supel dalam bergaul dan selalu ramah dengan siapa pun. Tak ada rasa sedih atau minder ketika dia sadar tertinggal dari teman-temannya. Seolah tak ada beban yang membuatnya tertekan, dia tetap ceria meski prestasinya sedang-sedang saja atau bahkan kurang, tapi di mata teman-temannya dia sangat menyenangkan.
ADVERTISEMENT
Ini menunjukkan betapa pentingnya belajar tenggang rasa dan bersosialisasi yang dilandasi saling menghormati dan saling menghargai. Seorang siswa dinyatakan paling pandai secara akademis di sebuah sekolah sudah pasti sangat disayang oleh guru-gurunya. Namun jika hubungan dengan teman-temannya kurang manis, kenangan yang ditingggalkannya pun akan kurang manis di kemudian hari.
Tidak hanya kurang manis di sekolah, kadang di rumah masih berlanjut. Usai sekolah di kamar saja dan tak mau membantu pekerjaan rumah yang ringan-ringan. Tak mau mencuci piring bekas makannya sendiri dan pilih-pilih yang dirasa cocok dengan nurani bila dimintai bantuan saudara maupun orang tua. Inikah sosok sang juara kelas itu? Mudah-mudahan semua anak yang meski pinter dan juara, tetap peduli dengan lingkungan di sekelilingnya dan menjunjung tinggi adab atau akhlak mulia.
ADVERTISEMENT
Adab atau akhlak atau budi pekerti dan ilmu pengetahuan sudah seharusnya seiring sejalan. Meski begitu, alangkah lebih afdol jika beradab kita tempatkan yang pertama sebelum berilmu. Budi pekerti luhur dan berwawasan luas disertai kuatnya iman yang dimiliki seorang anak, merupakan bekal utama yang membawanya lebih mampu menghadapi tantangan zaman. Bagaimanapun ilmu sangatlah penting. Namun memiliki adab jauh lebih utama sebelum memiliki ilmu.