Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Meski Jago Medsos, Mengapa Gerakan Politik Anak Muda Justru Meredup?
19 Agustus 2024 11:07 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Yanu Endar Prasetyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan besar dalam cara anak muda terlibat dalam gerakan sosial dan politik. Media sosial, khususnya, telah menjadi alat yang sangat kuat untuk memobilisasi massa, menyebarkan informasi, dan menarik perhatian publik terhadap berbagai isu. Namun, meskipun potensinya besar, banyak gerakan politik yang digerakkan oleh anak muda melalui media sosial tidak selalu berhasil atau efektif dalam mencapai tujuan mereka.
ADVERTISEMENT
Ada berbagai faktor yang menyebabkan hal ini. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh gerakan anak muda di media sosial adalah represi dari pemerintah. Pemerintah yang otoriter sering kali merespons gerakan ini dengan tindakan keras, termasuk sensor dan pemblokiran akses internet.
Di Venezuela, misalnya, selama protes anti-pemerintah pada 2014-2017, pemerintah secara aktif memblokir akses internet dan menyensor media sosial. Bahkan, baru-baru ini, Presiden Venezuela Nicolas Maduro telah melarang akses ke platform media sosial X. "Sabotase" resmi dari Pemerintah seperti ini, bisa membuat sulit bagi para aktivis untuk mengorganisir dan berkomunikasi, sehingga gerakan tersebut kehilangan momentum dan gagal mencapai tujuannya.
Selain itu, pemerintah juga sering menangkap dan mengintimidasi para pemimpin gerakan, seperti yang terjadi pada Umbrella Movement di Hong Kong pada 2014. Ketakutan akan penangkapan dan hukuman ini bisa melemahkan semangat gerakan, membuat para peserta mundur, dan pada akhirnya, gerakan tersebut kehilangan daya dorongnya meskipun pernah dengan sangat sukses "melumpuhkan" sebagian Hong Kong.
ADVERTISEMENT
Selain represi pemerintah, keterbatasan dalam mobilisasi offline juga menjadi penyebab mengapa gerakan anak muda di media sosial sering kali tidak efektif. Meskipun media sosial efektif dalam menyebarkan pesan dan menggalang dukungan, gerakan ini seringkali gagal memobilisasi dukungan yang cukup besar di lapangan.
Tanpa adanya aksi nyata yang signifikan di dunia nyata, gerakan ini sering dianggap kurang serius dan tidak mampu memberikan tekanan yang cukup terhadap pemerintah atau penguasa. Aktivisme yang hanya berfokus pada media sosial, tanpa aksi nyata di lapangan, sering kali tidak cukup untuk membawa perubahan politik yang berarti.
Selain itu, penyebaran disinformasi dan hoaks di media sosial juga menjadi tantangan besar. Media sosial, dengan kecepatannya yang luar biasa dalam menyebarkan informasi, juga menjadi lahan subur bagi disinformasi. Gerakan sosial politik anak muda yang tidak cukup waspada terhadap informasi yang mereka sebarkan bisa terjebak dalam perang informasi yang merusak kredibilitas mereka.
ADVERTISEMENT
Disinformasi ini juga bisa dimanfaatkan oleh pemerintah atau kelompok lawan untuk melemahkan gerakan tersebut. Algoritma media sosial yang sering kali mendorong konten yang sensasional atau kontroversial, makin memperburuk situasi karena bisa menciptakan polarisasi di antara pendukung gerakan, dan menimbulkan konflik internal yang mengalihkan fokus dari tujuan utama gerakan.
Kurangnya strategi jangka panjang juga menjadi faktor penting yang menyebabkan gerakan anak muda di media sosial kurang berhasil. Banyak gerakan yang terlalu bergantung pada media sosial tanpa memiliki rencana yang jelas. Tanpa tujuan yang konkret dan realistis, gerakan ini bisa kehilangan arah dan berakhir tanpa pencapaian yang berarti.
Fragmentasi tujuan di antara berbagai kelompok dalam gerakan juga bisa menyebabkan kebingungan dan mengurangi efektivitasnya. Ketika sebuah gerakan tidak bisa mengartikulasikan tujuan yang spesifik, para pendukung bisa menjadi bingung atau kehilangan minat, sehingga gerakan tersebut kehilangan momentum.
ADVERTISEMENT
Dukungan internasional-dalam banyak gerakan politik-memainkan peran krusial. Tanpa tekanan internasional yang memadai, pemerintah yang represif mungkin tidak merasa terdorong untuk menanggapi tuntutan gerakan. Misalnya, dalam kasus protes di Myanmar pada 2021, meskipun ada dukungan internasional, tindakan nyata dari komunitas global untuk menekan junta militer sangat terbatas. Hal ini berkontribusi pada kegagalan gerakan tersebut.
Ketika gerakan tidak mendapatkan dukungan internasional yang cukup kuat, pemerintah yang berkuasa dapat merasa lebih aman dalam menekan protes dan melanjutkan kebijakan mereka tanpa takut akan dampak internasional.
Selain itu, gerakan yang terlalu terfokus pada media sosial sering kali kehilangan momentum dengan cepat. Meskipun media sosial dapat membantu gerakan mendapatkan momentum dalam waktu singkat, momentum ini juga dapat dengan cepat hilang akibat gagal mempertahankan perhatian publik.
ADVERTISEMENT
Siklus berita yang cepat dan tren yang berubah-ubah di media sosial bisa membuat sebuah gerakan kehilangan daya tarik jika tidak ada perkembangan yang signifikan. Hal ini bisa diperparah oleh keterbatasan sumber daya yang sering kali dialami oleh gerakan anak muda, baik itu finansial, logistik, atau organisasi. Ketika sumber daya ini habis, gerakan dapat kehilangan energinya dan perlahan-lahan menghilang.
Dalam menghadapi tantangan-tantangan ini, gerakan anak muda di media sosial perlu lebih terorganisir. Mereka harus memastikan adanya koordinasi yang baik antara aksi online dan offline, serta membangun aliansi dengan aktor-aktor politik dan masyarakat sipil lainnya. Media sosial tetap menjadi alat politik yang kuat, tetapi keberhasilannya sangat tergantung pada bagaimana alat tersebut digunakan dan bagaimana gerakan tersebut diorganisir dalam jangka panjang.
ADVERTISEMENT