Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Visi Pemajuan Kebudayaan Capres-Cawapres 2024, Siapa Lebih Menjanjikan?
4 Desember 2023 10:33 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Yanu Endar Prasetyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia memiliki Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang menjadi landasan hukum untuk melestarikan, mengembangkan, dan memajukan kebudayaan nasional.
ADVERTISEMENT
Undang-undang ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk mengintegrasikan kebudayaan sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan. Di dalamnya terkandung prinsip-prinsip yang memberikan pedoman bagi pemimpin Indonesia dalam menjalankan visi kebudayaan yang berkelanjutan.
Salah satu inti dari Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan adalah pelestarian dan pengembangan warisan budaya, baik yang bersifat materi (benda) maupun non-material (tak benda). Pemimpin Indonesia ke depan diharapkan dapat memberikan perhatian serius terhadap pentingnya lembaga dan mekanisme yang mendukung pemajuan kebudayaan sebagai bagian integral dari identitas bangsa.
Pemimpin ke depan perlu memahami bahwa pembangunan tidak boleh mengorbankan keberagaman budaya yang menjadi ciri khas Indonesia. Dukungan terhadap inovasi dan penggunaan teknologi harus sejalan dengan nilai-nilai tradisional, menciptakan kesinambungan antara masa lalu dan masa depan. Undang-Undang ini menempatkan pendidikan kebudayaan sebagai salah satu pilar penting.
ADVERTISEMENT
Mereka harus bisa memastikan bahwa kurikulum sekolah mencakup pemahaman mendalam tentang budaya daerah dan nasional. Suka atau tidak, Capres-cawapres harus memandang pendidikan kebudayaan sebagai investasi jangka panjang untuk menciptakan generasi yang memiliki karakter, kecintaan dan penghargaan terhadap kekayaan luhur budaya Indonesia.
Beberapa aspek kunci untuk mendorong pemajuan kebudayaan tak lain adalah dengan ikut memacu industri kreatif dan pariwisata budaya serta kolaborasi antarbudaya. Penting bagi pemimpin Indonesia untuk tidak hanya melihat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 sebagai peraturan formal, tetapi sebagai panduan untuk membentuk kebijakan yang mampu mengakomodasi dinamika kebudayaan dan menyeimbangkan antara tradisi dan modernitas. Pertanyaannya, sudahkah amanat UU Pemajuan Kebudayaan tercermin dengan baik dalam Visi Misi Capres-Cawapres yang akan bertanding dalam Pemilu 2024 mendatang?
ADVERTISEMENT
Narasi dan Program Pemajuan Kebudayaan Capres-Cawapres
Dalam dokumen Visi Misi Capres, terhitung AMIN menyebut kata “budaya” sebanyak 29 kali, Prabowo-Gibran 37 kali dan Ganjar-Mahfud sebanyak 8 kali. AMIN menyebut kata “kebudayaan” sebanyak 13 kali, Prabowo-Gibran sebanyak 6 kali dan Ganjar-Mahfud sebanyak 4 kali (lihat gambar 1).
Dari sisi frekuensi, pasangan Prabowo-Gibran memang lebih sering menyebut kata “budaya”, “seni”, dan “tradisional” dibanding dengan dua pasangan Capres-Cawapres lainnya. Sementara itu, AMIN lebih banyak menyebut kata “kebudayaan” dan “seniman” dibandingkan dengan dua pasang Capres-Cawapres lainnya.
AMIN juga menyebut kata “adat” sebanyak 21 kali, Ganjar-Mahfud 4 kali, dan Prabowo-Gibran tidak menyebut sama sekali dalam dokumen Visi Misinya.
Frekuensi penyebutan beberapa kata kunci terkait dengan Pemajuan Kebudayaan ini tentunya menjadi indikasi awal bagaimana Capres-Cawapres meletakkan strategi pemajuan kebudayaan mereka? Memang, tidak semua kata di atas terkait dengan aspek Pemajuan Kebudayaan seperti yang dimaksud UU 5/2017.
ADVERTISEMENT
Beberapa melekat dalam aspek lain seperti budaya organisasi, politik, hukum dan lain sebagainya. Agar lebih akurat, perlu kita lihat bagaimana narasi Kebudayaan yang dimaksud dan ditulis oleh Capres-Cawapres dalam visi misi mereka.
Dalam bentuk program yang lebih kongkrit, pasangan AMIN dan Prabowo-Gibran keduanya menyebut soal Dana Abadi Kebudayaan sebagai salah satu program unggulan mereka dalam upaya Pemajuan Kebudayaan Indonesia.
Meskipun tidak menyebut secara eksplisit soal Dana Abadi Kebudayaan, pasangan Ganjar Mahfud menyebutkan soal dukungan sumber daya, penghargaan dan apresiasi yang nyata kepada para budayawan. Lebih lanjut, ketiganya sepakat bahwa industri kreatif berbasis kebudayaan perlu untuk didorong agar bisa go-international, untuk memperkokoh citra dan diplomasi Indonesia di dunia. Ketiganya juga sepakat akan menjaga, merawat dan merevitalisasi warisan-warisan budaya material, khususnya untuk kawasan cagar budaya, museum dan pusat-pusat kebudayaan lainnya.
ADVERTISEMENT
Beberapa program yang membedakan ketiga pasangan barangkali pada penekanan terhadap beberapa aspek, misalnya untuk pasangan AMIN memiliki program yang ingin memperkuat pengembangan kebudayaan di wilayah Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara secara eksplisit.
Sementara kedua pasang calon lainnya tidak ada yang menyebutkan satu wilayah secara khusus. Lalu, AMIN juga memiliki program membangun pusat sinema kelas dunia, penataan kampung kota hingga penguatan lembaga adat yang tidak disebutkan oleh dua calon lainnya.
Prabowo-Gibran menjadi satu-satunya pasangan yang menyebut secara eksplisit UU Pemajuan Kebudayaan dalam dokumen Visi Misi mereka. Mereka juga menggarisbawahi pentingnya pendekatan budaya untuk daerah-daerah konflik dan rawan separatisme serta internalisasi budaya bahari dalam sistem pendidikan nasional.
Tak hanya itu, banyak sekali dalam visi misi Prabowo-Gibran yang menyebut rencana membangun taman-taman budaya, festival budaya, kampung seni-budaya, hingga pertukaran budaya internasional. Nampaknya visi ini seperti upaya scalling-up terhadap program-program kebudayaan Gibran di Solo selama ini.
ADVERTISEMENT
Ganjar-mahfud membawa visi kebudayaan yang lebih abstrak namun nampak ingin menyasar persoalan-persoalan mendasar. Tentu masih ingat program atau gerakan "revolusi mental" yang pernah menjadi unggulan di era Jokowi, Ganjar-mahfud juga rasanya ingin menyasar aspek mental dan kepribadian bangsa dengan program atau jargon seperti budaya tertib hukum, budaya sportif hingga disiplin nasional dalam cara pikir, cara kerja dan cara hidup yang unggul.
Ketiga pasangan ternyata punya cara dan gaya yang berbeda dalam upaya Pemajuan Kebudayaan. Perbedaan tersebut barangkali dipengaruhi oleh latar belakang, pengalaman hingga pertimbangan konstituen yang mereka sasar.
Isu Industri kreatif, UMKM kebudayaan, beasiswa, dunia perfilman hingga festival-festival, mungkin akan digemari oleh kalangan pemilih muda. Sementara menyinggung warisan budaya, cagar budaya, hingga dana abadi kebudayaan, mungkin akan digemari oleh seniman, pelaku budaya serta budayawan yang peduli terhadap kelestarian budaya secara umum.
ADVERTISEMENT
Sekarang semua dikembalikan kepada para pembaca, kira-kira siapa Capres-Cawapres yang memiliki program Pemajuan Kebudayaan yang lebih realistis dan menjanjikan di mata insan budaya Nusantara?