Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Teruntuk Diriku Kemarin Sore dan Di Masa Depan
30 Maret 2018 11:40 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
Tulisan dari Yasmin Izati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di senja itu, dimana aku melihat sebuah bayang-bayang hitam yang gelap dan besar yang menghantuiku pada hari ini. Seakan-akan bayangan itu selalu mengejar diriku dihari ini, seperti mencari pemilik bayangan dimasa lalu. Bayangan itu menjadi besar karena cerita dalam masalah yang sudah berlalu itu terus mengejar diriku di hari ini. Kesalahan yang amat aku sesali dan menjadi tolak ukur untuk kehidupanku sekarang ini. Aku bercerita untuk diriku, menulis untuk diriku kisah ini hingga aku benar-benar belajar dari kesalahan.
ADVERTISEMENT
Waktu itu, aku belum tau apa yang namanya tanggung jawab. Tanggung jawab akan diriku, cita-citaku,dan keluargaku. Yang ku utamakan hanyalah keinginan dan ambisiku yang tidak akan dapat disentuh oleh jariku sendiri padahal. Entah karena apa Tuhan memberiku jalan yang sekelumit ini hingga berkat-NYA, aku di “dijedotkan” oleh masalah itu dan akhirnya otakku kembali berfungsi normal dan mengalahkan ego ku. Cita-cita ku ingin masuk perguruan tinggi waktu itu, sehingga segala upaya aku kerahkan untuk menuju kesana. Namun, kesempatan belum diraih. Lalu aku mengobati patah hatiku dengan bekerja dan menghasilkan uang. Perekonomian keluargaku saat itu terbantu dengan aku bekerja. Orangtuaku tidak memikirkan kelanjutan sekolahku, namun dalam hati aku ingin mencoba tes lagi di tahun depan. Dan akhirnya aku berkuliah jauh di perantauan di luar sana. Namun apa? Aku tetaplah egois. Aku gak pernah memikirkan perasaan mama yang ternyata selama aku sampai disana mama selalu menangis karena tidak siap aku tinggalkan. Sekali lagi.. aku bukan bermaksud begitu.
Lalu setelah satu semester berjalan, pererkonomian memburuk. Mobil yang ada dirumah lenyap dialihkan ke orang lain.karena tidak sanggup untuk membayar tagihan. Begitu pula dengan uang kuliah dan asramaku. Aku sungguh egois. Memikirkan keinginan ku pribadi tanpa tahu keluargaku teramat tersiksa. Alhamdulilah aku di beri pelajaran. Aku akhirnya memutuskan kembalike ibukota dan menuruti semua keinginan keluarga besarku untuk kuliah disini. Seiring berjalannya waktu aku berpikir, menjadi diplomat bukannya hal yang mudah. Aku berpikir bahwa mimpiku telah mati. Namun aku mengalihkan mimpiku terhadap sesuatu yang lebih real dan realistis. Jurusan yang ku ambil yaitu politik bukanlah sesuatu hal yang mudah untuk menjadikan suatu cita-cita apalagi prestige. Dan aku mengambil hikmah terbesarku kali ini.
ADVERTISEMENT
“aku sekarang merasa bersyukur menyadari kesalahan terbesarku yang merugikan orangtuaku, dan ku harap dulu aku lebih menyayangi kedua orangtuaku tanpa harus aku memenangi keegoisanku, karena semua pada akhirnya bergantung pada ridho kedua orangtua”. Dan sungguh, ini merupakan hal yang bear benar menjadi bayanganku, aku tidak akan lagi menggunakan ke-akuan ku tapi aku akan menjadi pendengar yang baik untuk masa depanku.
Dari anakmu, pemimpin di masa depan