Konten dari Pengguna

Persona dan Shadow: Dua Kepribadian Manusia yang Betolak Belakang

YASMIN NAWAWI
Mahasiswi Psikologi Universitas Brawijaya
10 Oktober 2022 9:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari YASMIN NAWAWI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi manusia https://www.canva.com/design/DAFOji3Nda8/8_gdaj6QwW4iSt0nu75mdA/edit#
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi manusia https://www.canva.com/design/DAFOji3Nda8/8_gdaj6QwW4iSt0nu75mdA/edit#
ADVERTISEMENT
“Saya ini aslinya dua orang yang berbeda” tentunya kita sudah tidak asing dengan kata-kata ini, yang mana biasanya dipakai di meme yang sering meramaikan perbincangan di media sosial khususnya Twitter. Belum lama ini juga kata-kata tersebut kembali turut meramaikan jagat media sosial ketika ada kasus salah satu influencer terindikasi mempunyai dua akun dengan personal branding yang saling bertolak belakang satu sama lain . Meme atau seolah “saya aslinya dua orang” barangkali sangat cocok untuk menggambarkan peristiwa tersebut.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi sejatinya menggunakan dua akun dengan personal branding yang berbeda bukan hal yang baru lagi, istilah seperti akun alter tentunya sudah sangat akrab kita temui di lini masa. Tak hanya itu kita juga lumrah memiliki lebih dari satu akun media sosial yang mana isi dari setiap akun yang kita miliki bisa saling berkontradiksi satu sama lain, beda akun beda pula citra yang kita tampilkan.
Jika melansir kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) citra dapat diartikan sebagai gambaran mengenai pribadi, perusahaan atau produk. Mudahnya dapat kita simpulkan, citra merupakan sebuah kesan yang ingin kita perlihatkan kepada orang lain. Baik di kehidupan sehari-hari maupun di media sosial barangkali kita memang selalu memproyeksikan citra atau kepribadian seperti apa yang ingin kita perlihatkan kepada orang lain dan citra apa yang senantiasa ingin kita pendam dan kita sembunyikan pula dari orang banyak, pertentangan antara dua hal ini yang oleh seorang Psikolog kepribadian, Carl Jung, didefinisikan sebagai Persona dan Shadow.
ADVERTISEMENT
Persona dan Shadow merupakan bagian dari arketipe yang melekat pada diri kita atau suatu ketidaksadaran kolektif yang kita miliki bersama, mudahnya arketipe merupakan suatu kecenderungan bawaan yang dimiliki oleh setiap manusia yang berperan dalam mempengaruhi perilaku sehari-hari. Pada dasarnya persona adalah suatu kepribadian yang senantiasa ingin kita perlihatkan kepada dunia, atau persona juga bisa dikatakan sebagai sisi baik pada diri kita yang ingin selalu kita tunjukan. Jung (dalam Fiest, J., et al 2018) menambahkan bahwa persona ini merupakan kepribadian yang mana menyesuaikan dengan peran yang ditentukan oleh lingkungan masyarakat terhadap diri kita.
Kasarnya persona merupakan topeng atau “ideal self” yang senantiasa kita tampilkan kepada publik ketika kita menjalani keseharian kita. Sedangkan shadow seperti namanya, bayangan, merupakan arketipe yang selalu kita tekan dan tidak kita munculkan ke permukaan. Shadow ini bisa dikatakan sebagai sisi gelap yang kita miliki, shadow bisa bersifat sangat berkebalikan dari persona yang selalu kita tunjukan kepada orang lain. Shadow bisa merupakan hal-hal yang tidak kita sukai dari diri kita atau pun berbagai emosi negatif yang tidak bisa ekspresikan kepada publik seperti envy (iri), aggression (agresi) , greedy (ketamakan), laziness (kemalasan), dan jealousy (kecemburuan).
ADVERTISEMENT
Adanya persona dan shadow ini sejalan dengan ungkapan bahwa sejatinya hidup adalah panggung sandiwara, ketika kita memasuki panggung ini kita harus bersikap sesuai dengan peran apa yang telah kita dapatkan dan berusaha sebaik mungkin untuk menampilkan peran tersebut baru setelah tirai ditutup kembali pada diri kita dengan tanpa tuntutan peran apa-apa.
Sejalan dengan ungkapan tersebut, memang terkadang persona yang kita tunjukan bukan dari sebenarnya apa yang benar-benar menggambarkan diri kita, ia dibentuk atas keinginan lingkungan untuk bagaimana seharusnya kita bersikap. Kadangkala seseorang memodifikasi kepribadiannya agar ia dapat diterima oleh masyarakat, sampai pada tahap tertentu seseorang bisa saja berpura-pura untuk senantiasa menunjukan segala hal-hal yang baik dari dirinya hanya agar dapat diterima oleh lingkungannya.
ADVERTISEMENT
Dan memang acap kali kehidupan bermasyarakat menuntut kita untuk senantiasa menunjukan sisi gemerlap yang kita miliki, akan tetapi tentu saja berpura-pura bersikap sedemikian rupa hanya karena lingkungan menginginkan hal itu dan berusaha agar diterima masyarakat tentunya sangat melelahkan, opsi membuat akun kedua di mana kita bisa mengekspresikan bagian-bagian yang kita pendam merupakan sebuah alternatif untuk melarikan diri dari hidup dengan persona yang penuh dengan kepura-puraan.
Selain itu membuat second account juga bisa merupakan sebuah coping mechanism di mana kita bisa setidaknya mengeluarkan emosi negatif yang selalu kita tekan agar tidak muncul di permukaan, seperti sambat dan menyumpah serapahi hidup. Iya mungkin pada akhirnya barangkali meme itu benar adanya bahwa sejatinya kita semua aslinya “dua orang”.
ADVERTISEMENT