Konten dari Pengguna

Menilik Mencuatnya Gyaru Style sebagai Media Ekspresi Paradoks Remaja Jepang

Yesinda Bilqis Pranasari
Mahasiswa S1 Studi Kejepangan, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga
1 September 2022 18:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yesinda Bilqis Pranasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh Ryutaro Tsukata dari Pexels: https://www.pexels.com/id-id/foto/wanita-anonim-dalam-pakaian-tradisional-di-kota-5745777/
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh Ryutaro Tsukata dari Pexels: https://www.pexels.com/id-id/foto/wanita-anonim-dalam-pakaian-tradisional-di-kota-5745777/
ADVERTISEMENT
Globalisasi telah merevolusi kebudayaan dan gaya pada masyarakat. Awalnya globalisasi merupakan suatu perubahan sosial yang dilatarbelakangi oleh perkembangan teknologi. Media berperan penting dalam penyebaran informasi lingkup budaya dan fenomena budaya populer. Seiring perkembangan zaman, terdapat beberapa kebudayaan baru yang memengaruhi gaya hidup masyarakat Jepang. Negara Barat memberikan pengaruh dalam perkembangan fashion di Jepang. Menurut Anggraini (2018:139), setelah restorasi Meiji, masyarakat Jepang mulai mengadopsi cara berpakaian orang Barat dan menggunakan youfuku (洋服) atau pakaian bergaya Barat untuk menggantikan wafuku (和服) atau pakaian Jepang.
ADVERTISEMENT
Pada awalnya, terdapat argumen pertentangan terhadap eksistensi antara wafuku dan youfuku di antara perempuan Jepang. Bagi laki-laki Jepang, fashion Barat adalah gaya pada masa kini yang mencerminkan modernitas. Akan tetapi, wanita Jepang beranggapan bahwa hal tersebut menjadi bentuk pengabaian terhadap nilai-nilai tradisional wanita Jepang. Meskipun demikian, pada akhirnya budaya Barat tersebut dapat diterima oleh masyarakat Jepang. Menurut Magdalena (2014:2), sejak zaman Meiji, pria memakai jas, mantel atau tuxedo. Wanita memakai kimono yang diberikan sentuhan gaya atau aksesoris yang bergaya barat, bahkan mereka juga mengenakan gaun pada beberapa kesempatan tertentu.
Tokyo memiliki pengaruh besar dalam mempromosikan ciri khas dan ragam fashion di Jepang. Menurut Anggraini (2018:140), di sekitar tahun 1980-an, terjadi kemunduran ekonomi yang menyebabkan nilai-nilai di Jepang mulai berubah terutama di kalangan remaja yang melihat identitas individual sebagai hal yang penting dan menyalurkannya melalui revolusi fashion. Street style menjadi semakin kreatif dan inovatif di bawah kondisi sosial dan ekonomi saat itu. Di kawasan urban di Tokyo, terdapat tiga street fashion yang terkenal, yaitu Harajuku style, Shibuya style, dan Akiba style.
ADVERTISEMENT
Gyaru merupakan salah satu street fashion yang sedang mencuat saat ini. Gyaru berasal dari kata serapan dalam bahasa Inggris, yaitu gal atau girls. Kogal atau Kogyaru merupakan titik awal adanya komunitas Gyaru. Meskipun demikian, perspektif masyarakat terhadap Kogal cenderung negatif karena adanya beberapa oknum Kogal yang terlibat enjo kosai atau paid dating, yang bersedia untuk menemani jalan-jalan dengan pria dewasa yang sudah bekerja dibandingkan pergi bersama teman-teman seusia mereka. Menurut Susanty (2018:2), Gyaru merupakan sebuah subkultur pada tahun 1990-an yang memiliki keunikan pada tren [fashion], yang mana tren fashion Gyaru jauh dari kesan standar feminin wanita Jepang, yaitu berkulit putih, serta gaya fashion mereka yang kontroversial.
Karakteristik Gyaru yang bersifat menyimpang dari kebudayaan Jepang, ditunjukkan melalui fashion, bahasa ‘Gyaru-go’, dan shūjoshi. Shūjoshi berfungsi sebagai penanda jenis kelamin penutur. Akan tetapi, terdapat penyimpangan penggunaan shūjoshi pada komunitas Gyaru, contohnya perempuan menggunakan gaya bahasa laki-laki, dan sebaliknya. Gyaru style merupakan salah satu bentuk media ekspresi jati diri yang bertujuan agar mereka (pengikut Gyaru style) mendapatkan prestise dari masyarakat. Para pengikut Gyaru style umumnya merupakan remaja SMA Jepang, yang merasa kurang percaya diri terhadap penampilan dan jati diri mereka. Oleh karena itu, Gyaru style cenderung menggunakan riasan make-up yang tebal dan atribut yang mencolok.
ADVERTISEMENT
Sumber rujukan
Anggraini, C. (2018). Memakai Harajuku Style: Brand-brand Lokal dan Street Style di Jepang. Lensa Budaya: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Budaya, 13(2). Diambil dari https://journal.unhas.ac.id/index.php/jlb/article/view/5296. Diakses tanggal 26 Agustus 2022 pukul 15.30 WIB.
Maria Shinta, M. (2014). TERBENTUKNYA GYARU AKIBAT PEMBERONTAKAN REMAJA TERHADAP BUDAY A BERPAKAJAN DI JEPANG (Doctoral dissertation, Universitas Darma Persada). Diambil dari http://repository.unsada.ac.id/3202/. Diakses tanggal 26 Agustus 2022 pukul 16.00 WIB.
Respati, B. (2019). “Doumo. Boku desu.”: Negosiasi Maskulinitas dalam Citra Idola Sakurai Sho. Jurnal Seni Nasional Cikini, 5(2), 6-21. Diambil dari https://jurnalcikini.ikj.ac.id/index.php/jurnalcikini/article/view/79. Diakses tanggal 25 Agustus 2022 pukul 13.00 WIB.
Susanty, R. A. R., & Prasetyo, J. Bahasa Gyaru dalam Cuitan Akun Twitter Anggota Komunitas Gyaru pada Tahun 2017: Konsentrasi pada Pembentukan Kata-Kata dan Shūjoshi. Diambil dari https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/hikari/article/view/29466. Diakses tanggal 25 Agustus pukul 12.35 WIB.
ADVERTISEMENT