Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Fenomena "Quiet Quitting": Apa Itu dan Mengapa Banyak Milenial Memilihnya?
14 November 2024 18:25 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Yogi Prasetiyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa tahun terakhir, istilah quiet quitting mulai viral di media sosial, terutama di kalangan milenial dan Gen Z. Fenomena ini mengacu pada sikap para pekerja yang hanya melakukan tugas minimum sesuai deskripsi pekerjaan, tanpa ada upaya ekstra yang biasanya dianggap sebagai "melebihi ekspektasi." Quiet quitting bukan berarti resign atau berhenti bekerja, melainkan berhenti bekerja secara berlebihan. Tapi kenapa tren ini muncul, dan apa alasan di balik keputusan banyak orang untuk berhenti "memberikan lebih" di tempat kerja?
ADVERTISEMENT
Apa Itu Quiet Quitting?
Secara harfiah, quiet quitting berarti "mengundurkan diri secara diam-diam." Namun, dalam praktiknya, ini adalah bentuk sikap di mana seorang karyawan tidak lagi mengusahakan lebih dari yang diharapkan. Mereka datang dan pulang tepat waktu, melakukan tugas sesuai deskripsi pekerjaan tanpa inisiatif tambahan, dan menghindari tanggung jawab tambahan yang sering kali tidak berimbalan. Tren ini menggambarkan perubahan sikap pekerja, terutama yang mulai menyadari pentingnya keseimbangan antara kehidupan dan pekerjaan atau yang sering disebut work-life balance.
Mengapa Banyak Pekerja Memilih Quiet Quitting?
Ada beberapa alasan utama yang membuat orang merasa perlu untuk melakukan quiet quitting. Berikut ini beberapa faktor utamanya:
1. Menjaga Kesehatan Mental dan Fisik
Bekerja secara berlebihan sering kali memengaruhi kesehatan mental dan fisik. Para pekerja yang dulu mungkin mengambil tanggung jawab tambahan atau bekerja hingga larut malam kini mulai sadar bahwa upaya semacam itu bisa menguras energi dan memicu stres. Quiet quitting dipilih sebagai solusi agar mereka bisa tetap menjaga keseimbangan antara waktu kerja dan waktu istirahat.
ADVERTISEMENT
2. Respon Terhadap Budaya "Hustle" yang Berlebihan
Dalam beberapa tahun terakhir, budaya hustle dan produktivitas telah meningkat pesat. Pekerja sering kali diharapkan untuk selalu siap bekerja, berinovasi, dan mencari solusi kreatif meskipun di luar jam kerja. Fenomena quiet quitting menjadi bentuk perlawanan terhadap tuntutan budaya kerja yang terlalu keras ini.
3. Kurangnya Pengakuan dan Imbalan
Banyak karyawan yang merasa bahwa usaha ekstra mereka tidak diakui atau dihargai oleh perusahaan. Di lingkungan kerja yang tidak memberikan imbalan atau promosi bagi usaha ekstra, banyak yang merasa lebih baik hanya melakukan yang diperlukan saja. Dari sudut pandang ini, quiet quitting menjadi jalan untuk menjaga energi dan usaha agar tetap termotivasi dalam jangka panjang.
4. Munculnya Nilai Penting Work-Life Balance
Pandemi COVID-19 memberi dampak besar pada cara pandang pekerja terhadap waktu kerja dan kehidupan pribadi. Banyak yang mulai merasa bahwa hidup bukan hanya tentang pekerjaan, dan nilai work-life balance menjadi semakin penting. Fenomena ini mendorong orang untuk berhenti bekerja secara berlebihan dan lebih fokus pada kehidupan di luar pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Apakah Quiet Quitting Menguntungkan atau Merugikan?
Quiet quitting tentu saja memiliki sisi positif dan negatif. Di sisi positif, fenomena ini bisa menjadi sarana bagi karyawan untuk menjaga kesehatan mental dan mengurangi stres. Dengan hanya melakukan tugas sesuai deskripsi pekerjaan, pekerja dapat meminimalisir tekanan dan lebih fokus pada aspek-aspek lain dalam hidup mereka. Quiet quitting juga mendorong perusahaan untuk memikirkan kembali bagaimana cara memberi pengakuan dan penghargaan pada karyawan yang bekerja ekstra.
Namun, di sisi negatif, quiet quitting dapat berdampak pada karir jangka panjang. Karyawan yang tidak menunjukkan inisiatif atau usaha lebih mungkin tidak mendapat promosi atau kesempatan pengembangan. Fenomena ini juga bisa memengaruhi produktivitas tim secara keseluruhan jika terlalu banyak karyawan yang hanya bekerja minimal. Dari sisi perusahaan, ini bisa menjadi tantangan untuk mempertahankan karyawan yang termotivasi dan bersemangat.
ADVERTISEMENT
Cara Mengatasi Quiet Quitting di Tempat Kerja
Untuk mengurangi fenomena quiet quitting, perusahaan perlu menciptakan lingkungan yang mendukung kesejahteraan karyawan dan memberi apresiasi pada setiap usaha ekstra. Berikut beberapa langkah yang dapat diambil oleh manajer dan perusahaan:
1. Berikan Pengakuan dan Penghargaan
Salah satu cara efektif untuk menjaga motivasi karyawan adalah dengan memberikan pengakuan atas kerja keras mereka. Penghargaan bisa berupa bonus, penghargaan karyawan bulanan, atau bahkan apresiasi sederhana seperti ucapan terima kasih.
2. Fokus pada Keseimbangan Work-Life Balance
Perusahaan yang mendukung keseimbangan antara kerja dan hidup pribadi akan lebih menarik bagi karyawan. Kebijakan seperti jam kerja fleksibel atau remote working dapat membantu karyawan menjaga produktivitas tanpa harus merasa tertekan.
3. Ciptakan Jalur Komunikasi yang Terbuka
Memiliki hubungan komunikasi yang baik antara karyawan dan manajer dapat membantu mengidentifikasi masalah sejak awal. Jika karyawan merasa beban kerja mereka terlalu berat, adanya jalur komunikasi yang baik dapat membantu mereka merasa didengarkan dan dihargai.
ADVERTISEMENT
4. Memberikan Peluang untuk Pengembangan Karir
Memberikan peluang pelatihan atau kesempatan pengembangan karir akan membuat karyawan merasa perusahaan berinvestasi pada masa depan mereka. Hal ini dapat meningkatkan loyalitas dan motivasi untuk terus berusaha memberikan yang terbaik.
Kesimpulan
Quiet quitting adalah fenomena yang menandakan adanya perubahan nilai di dunia kerja, khususnya di kalangan milenial dan Gen Z. Tren ini memperlihatkan bahwa para pekerja mulai menuntut lingkungan kerja yang sehat, pengakuan yang adil, serta keseimbangan hidup yang baik. Meski memiliki sisi negatif dalam hal produktivitas, quiet quitting adalah sinyal bagi perusahaan untuk lebih memperhatikan kesejahteraan karyawan dan menciptakan budaya kerja yang mendukung.
Dengan memahami fenomena ini, perusahaan dan karyawan dapat bekerja sama menciptakan lingkungan kerja yang lebih produktif dan harmonis. Quiet quitting bisa jadi bukan soal "kemalasan," melainkan refleksi dari kebutuhan dasar yang belum terpenuhi di tempat kerja.
ADVERTISEMENT