Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tim Nasional Inggris dan Media Besar Kepala
30 September 2022 15:51 WIB
Tulisan dari Yohanes Leonardo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
30 Juli 1966, tri gol Geoff Hurst dan satu gol Martin Peters ke gawang Jerman Barat yang dikawal Hans Tilkowski memastikan trofi Piala Dunia 1966 menjadi milik The Three Lions. Pesta rakyat tumpah di jalanan setelahnya, seorang penggemar kawakan Inggris, Peter Shepherd mengaku terkejut melihat respons negerinya.
ADVERTISEMENT
“Saya tak pernah melihat publik Britania sangat emosional. Orang tak dikenal memeluk saya di stasiun, semua orang berbahagia, ada orang yang menangis, memeluk dan mencium orang yang tak dikenal sama sekali,” tukas Shepherd kepada Daily Star.
30 tahun usai euforia keberhasilan itu, dua komedian Inggris, Frank Skinner dan David Baddiel menggandeng band lokal The Lightning Seeds merilis lagu berjudul Three Lions untuk meramaikan Piala Eropa 1996 yang dihelat di rumah mereka.
‘It’s coming home, it’s coming home, football is coming home’. Penggalan lagu tersebut tak hanya merujuk pada keberhasilan Inggris tiga dekade sebelumnya, namun juga untuk menularkan semangat olahraga ke seluruh penjuru negeri.
Lantas, bagaimana dengan prestasi Inggris setidaknya sejak lagu tersebut dirilis? Well, raihan terbaik Inggris hanyalah peringkat ketiga Piala Eropa 1996 dan menjadi finalis Piala Eropa 2020. Buruknya lagi, dua prestasi terbaik Inggris tersebut diraih saat menjadi tuan rumah. Sedangkan saat menjadi pendatang, Inggris tak pernah lebih jauh dari perempat final.
ADVERTISEMENT
Di kancah sepak bola dunia, Inggris dijegal Kroasia di semifinal, dan menyerah di tangan Belgia pada perebutan tempat ketiga. 13 gelaran Piala Dunia berlalu sejak kesuksesan mereka pada tahun 1966, tetapi ke-13 turnamen tersebut berakhir dengan pil pahit. Yah, walau setidaknya terminologi 'football is coming home' berhasil diwujudkan oleh Tim Nasional Inggris Wanita yang memenangi Piala Eropa 2022 lalu.
Belakangan, performa Harry Kane dan kolega juga menuai kritik. Kekalahan di tangan Italia 1-0 menggenapkan Inggris gagal menang dalam lima laga terakhir dengan catatan dua hasil imbang dan tiga kekalahan. Bahkan, mereka terdegradasi dari Grup A Liga Antar Negara Eropa dengan menjadi juru kunci.
Tentunya bukan pertanda baik untuk negeri yang kerap digemborkan sebagai akar sejarah sepak bola dunia tersebut. Padahal The Analyst memprediksi Inggris menempati urutan keempat diantara tim yang memiliki peluang juara terbesar di Piala Dunia 2022.
ADVERTISEMENT
Tiga bulan yang lalu, punggawa The Three Lions, Declan Rice percaya betul negerinya dapat memenangi Piala Dunia 2022.
“Tentu saja kami sangat dekat (menjadi juara Piala Eropa) musim panas lalu, tetapi sebagai penggemar Inggris sekaligus pemain, beberapa pemain yang kami miliki di skuat saat ini cukup mengerikan soal betapa bagusnya mereka. Jika kami pergi dan memenanginya di Qatar, wow, itu jadi yang pertama sejak 1966, itu sangat besar, tak seorangpun menduganya,” tukas Rice.
Apakah anda yakin tak seorangpun memprediksi hal itu, Rice? Hmm mari meninjau jejak digital soal ‘keyakinan’ akan Inggris menjadi juara Piala Dunia 2022.
Pada tahun 2013, The Independent merilis artikel tentang prediksi tim Inggris yang akan memenangi Piala Dunia 2022. Sebuah tim yang diyakini akan dibesut oleh Gary Neville – eks pemain Man United yang bahkan prestasi terbaiknya sebagai pelatih hanyalah 10 kemenangan, tujuh hasil imbang, dan 11 kekalahan dalam 28 laga bersama Valencia yang dibesutnya selama empat bulan saja.
ADVERTISEMENT
Artikel yang ditulis oleh Simon Rice tersebut seolah menegaskan keyakinan media massa akan kesuksesan Inggris di Qatar sembilan tahun lalu. Uniknya, di antara sebelas nama tersebut, mungkin hanya Luke Shaw yang punya peluang cukup bagus untuk sekadar masuk skuat Inggris di Piala Dunia nanti. Sisanya dapat anda interpretasi sendiri.
Mundur lebih jauh, di awal 2000-an, muncul istilah Generasi Emas Inggris yang dihuni pemain-pemain bintang seperti Frank Lampard, Wayne Rooney, John Terry, dan masih banyak lagi. Namun faktanya, Inggris hanya menembus perempat final Piala Dunia 2002 dan 2006, dan Piala Eropa 2004.
Bahkan Inggris gagal lolos ke putaran final Piala Eropa 2008 usai tim asuhan Steve McLaren dikalahkan Kroasia di babak kualifikasi. Lucunya, lima tahun sebelumnya, penulis kolom olahraga BBC, Dan Warren, merilis artikel tentang alasan Inggris akan memenangi Piala Eropa 2008.
ADVERTISEMENT
“Tak diragukan lagi, rival-rival Inggris akan menggemeretakan gigi mereka di negeri susu dan madu (Austria dan Swiss) saat berhadapan dengan pendukung Inggris,” bunyi kalimat puitis Warren soal keyakinannya akan kesuksesan Inggris.
Jangankan tampil digdaya dan menjadi kampiun Piala Eropa 2008, untuk menyentuh tanah Austria-Swiss saja Inggris tak mampu. Jadi, siapa yang giginya gemeretak, Warren?
Legenda hidup Barcelona yang kini mengarsiteki Blaugrana, Xavi, juga pernah berkomentar soal media Inggris yang banyak berkoar tentang superioritas sepak bola mereka. "Di Inggris, jika anda melakukan beberapa hal dasar dengan benar, orang-orang akan membicarakan anda bak seorang legenda," tegas Xavi dikutip dari Sky Sports.
Ungkapan Xavi terbukti pada Piala Eropa 2020 ketika Kalvin Phillips bermain solid di lini tengah Inggris, Squawka menyatakan Phillips merupakan gabungan dari trio Andrea Pirlo, Ricardo Kaka, dan Genaro Gattuso. Sementara itu Independent menyebutnya sebagai Pirlo dari Yorkshire. Semua pujian itu berakhir dengan kekalahan tragis Inggris di Wembley pada partai final oleh Italia.
ADVERTISEMENT
Tanpa mengurangi rasa hormat untuk Kalvin Phillips yang bergabung dengan Manchester City musim panas lalu, rasanya sedikit berlebihan menyamakan performanya dengan Gattuso, Pirlo, dan Kaka yang memenangi berbagai gelar bersama untuk Milan.
Performa Tim Nasional Inggris nampaknya tak sesuai dengan selentingan yang terdengar melalui media massa. 56 tahun berlalu sejak Negeri Pangeran Charles berpesta di kompetisi elit sepak bola pria dan hingga kini belum ada piala yang kembali mendarat pada negara yang dibingkai Vera Lynn dalam lagunya sebagai Land of Hope and Glory. Padahal media massa telah bekerja keras mengagungkan harkat Tim Nasional Inggris melalui unggahan-unggahan penuh kepercayaan diri.
***
Rentetan hasil negatif dalam lima laga terakhir jelas tak membantu Inggris mempersiapkan diri jelang Piala Dunia 2022. Hal itu diperparah dengan pilihan skuat Gareth Southgate yang dinilai tak masuk akal soal sejumlah pemain. Misalnya Hary Maguire yang kesulitan menembus tim utama Man United asuhan Erik Ten Hag, namun tetap lolos seleksi The Three Lions. Bahkan Maguire tetap jadi pilihan utama menyusul performa inkonsisten, menyisakan bek tengah potensial Fikayo Tomori hanya menghangatkan bangku cadangan.
ADVERTISEMENT
Belum lagi jika menyebutkan daftar panjang pemain Inggris yang performanya mulai menanjak seperti Jadon Sancho, James Maddison, hingga Ben White yang belum juga kembali dipanggil ke kamp pelatihan Tim Nasional Inggris.
Anyway, pilihan pemain memang sepenuhnya berada di tangan Southgate dan staf kepelatihannya. Tetapi, paling tidak, takdir Inggris di Piala Dunia 2022 tidak ditentukan arogansi media dan penggemar Inggris!