Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Detak Jantung Ibu: Kisah Cinta dan Ketahanan
25 Desember 2024 9:40 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Yonadia Meliana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Aku masih ingat hari itu, ketika dokter memanggil kami ke ruangannya. Ibuku duduk di kursi kayu, dengan senyum tipis yang berusaha menenangkan hatiku. Tapi saat dokter mulai berbicara, duniaku serasa runtuh.
ADVERTISEMENT
“Tumor di otak, Bu. Ini sudah cukup besar. Kita perlu menanganinya segera,” katanya pelan, tapi cukup untuk menghantam batinku.
Sejak hari itu, waktu seperti berlomba dengan kekuatan ibu. Setiap bulan, aku menyaksikan tubuhnya melawan rasa sakit yang tidak mampu kuterjemahkan. Kejang itu datang tanpa aba-aba. Tangannya mengejang, tubuhnya terjatuh. Aku memeganginya erat-erat, menahan air mata.
“Ibu, tahan, ya… aku di sini,” bisikku, meski suaraku bergetar.
Perkataan itu menamparku. Aku, yang saat itu sedang berjuang menamatkan SMA, sering merasa dunia begitu kejam. Aku kehilangan teman, mimpi, bahkan diriku sendiri. Pikiranku mengingat pada ibu, membuatku kehilangan fokus pada pelajaran. Tapi ibu selalu punya cara untuk menguatkanku.
ADVERTISEMENT
“Belajarlah, Nak. Ibu di sini kuat karena kamu.”
Malam itu, kejang ibu datang lagi. Aku memeluknya, berharap bisa mentransfer kekuatan, meski tahu itu tidak mungkin. Tapi di saat genting itu, ibu berbisik lirih di tengah sesaknya, “Jangan takut… Ibu kuat.”
Di malam-malam yang sunyi, aku sering mendekati tempat tidur ibu, mendengarkan detak jantungnya yang melemah. Anehnya, di setiap denyut itu, aku mendengar cinta yang terus tumbuh.
Aku tahu, selama detak itu masih ada, ibu tetap di sini, mencintaiku sepanjang hidupku. Dan aku, anaknya, adalah saksi dari setiap perjuangan itu.
ADVERTISEMENT
– semangat sembuh, ibu sayang🤍