Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Memutus Rantai Diam: Mengapa Kita Harus Berbicara tentang Pelecehan Seksual
1 November 2024 14:35 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Yonatan Harry Rambitan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Diam bukanlah solusi; itu adalah senjata yang memungkinkan pelaku pelecehan seksual melanjutkan aktivitasnya tanpa hambatan. Jika kita berani memecah keheningan, kita tidak hanya akan memberikan ruang bagi para korban untuk bersuara, namun juga memberikan harapan bagi dunia yang lebih aman. Saatnya memutus rantai keheningan dan mengungkap kebenaran
Selama bertahun-tahun, pelecehan seksual merupakan masalah yang tersembunyi di balik dinding tebal stigma dan ketakutan. Bukan hanya karena para korban takut akan penilaian masyarakat, namun juga karena banyak dari kita yang enggan membicarakannya. Rasa malu, takut akan tuntutan dan keraguan terhadap sistem peradilan menjadi kendala utama yang membuat para korban enggan bersuara. Keheningan ini menciptakan rantai panjang yang menguntungkan para pelaku dengan menciptakan ruang aman dimana mereka dapat terus melakukan tindakan kekerasan tanpa rasa takut. Oleh karena itu, sudah saatnya kita memutus rantai keheningan ini dengan berani membicarakan persoalan ini.
ADVERTISEMENT
Pelecehan seksual tidak hanya berdampak pada korban secara fisik, namun juga mental. Banyak korban mengalami trauma jangka panjang, ketidakpastian, dan bahkan depresi, yang dapat menurunkan kualitas hidup mereka. Sebaliknya, masyarakat yang tidak berpendidikan akan menganggap pelecehan seksual adalah masalah pribadi yang tidak perlu dipublikasikan. Semakin kita membiarkan masalah ini tetap disembunyikan, semakin besar risiko pelecehan seksual, sehingga meningkatkan jumlah korban yang menderita secara diam-diam.
Budaya diam atau yang sering disebut dengan “menyalahkan korban” menjadi persoalan yang membenarkan tindakan pelaku. Para korban tidak hanya bergelut dengan trauma kekerasan, namun juga menghadapi stigmatisasi dan komentar negatif dari masyarakat. Kata-kata seperti "Mengapa tidak berkelahi?" atau “Mengapa kamu berpakaian seperti itu?” Ini hanyalah beberapa dari sekian banyak komentar menghina yang sering diterima oleh para korban. Hal ini membuat mereka semakin sulit untuk melaporkan atau bersuara, seolah-olah mengatakan kebenaran adalah sebuah kesalahan.
ADVERTISEMENT
Berbicara mengenai pelecehan seksual bukan berarti mempermalukan korban atau pelakunya, melainkan memberikan ruang bagi korban untuk tidak merasa sendirian. Memberikan dukungan moral dan memahami posisi korban merupakan sebuah langkah kecil yang sangat penting. Selain itu, dengan mengangkat masalah ini ke permukaan, kita dapat menciptakan ruang yang lebih aman bagi masyarakat. Masyarakat yang sadar akan fenomena pelecehan seksual adalah masyarakat yang tahu bagaimana memberikan dukungan kepada korban dan mencegahnya.
Percakapan tentang pelecehan seksual perlu ditingkatkan di tempat kerja, di sekolah, dan bahkan di rumah. Pendidikan tentang batasan, pentingnya persetujuan dan mengakui pelecehan harus menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Langkah ini mungkin tidak serta merta menghilangkan pelecehan seksual, namun akan memberikan pemahaman kepada generasi penerus bahwa mereka berhak untuk bersuara dan tidak perlu takut untuk bersuara.
ADVERTISEMENT
Sudah saatnya kita berani mengakui bahwa pelecehan seksual merupakan persoalan yang perlu dibicarakan secara terbuka. Diam bukanlah suatu pilihan jika kita ingin menciptakan masyarakat yang aman dan menghormati hak setiap individu. Dengan memutus rantai keheningan, kami memberikan harapan kepada para korban bahwa suara mereka akan didengar, dan mengirimkan pesan yang kuat kepada para pelaku bahwa tindakan mereka tidak lagi dapat ditoleransi. Mari kita ciptakan ruang aman bersama dengan terus bersuara dan mendukung mereka yang membutuhkan.