Konten dari Pengguna

Kisah Korban Pelecehan Seksual: Bukti Kurangnya Kesadaran Individu

Yulia Minarti Arafat
Mahasiswa jurusan Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran. Aktif di kegiatan kemahasiswaan bidang legislatif kampus serta pers mahasiswa Pena Budaya FIB Unpad.
24 Oktober 2023 7:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yulia Minarti Arafat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Diambil dari Pixabay: https://www.istockphoto.com/id/foto/pasien-wanita-dengan-penyakit-mental-dan-fisik-dan-psikiater-psikiater-mendorong-dan-gm1449387282-486617827
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Diambil dari Pixabay: https://www.istockphoto.com/id/foto/pasien-wanita-dengan-penyakit-mental-dan-fisik-dan-psikiater-psikiater-mendorong-dan-gm1449387282-486617827
ADVERTISEMENT
Kamis (8/9/2022) di Bandung pukul 12.00, remaja berinisial F sedang melaksanakan kegiatan olahraga bersama teman-teman kelasnya. F tidak menyadari bahwa bajunya tersingkap sehingga menampakkan perut. Kemudian di kejauhan terdapat segerombolan kakak kelas yang menunjuk dan bersorak sorai ke arahnya, mereka bersuit-suit dan menyoraki F. F awalnya tidak menyadari, namun atas kepekaan temannya, F dibawa menjauh. Temannya mengatakan bahwa kakak kelas tersebut beberapa kali meneriaki “susuna gede” kepada F. Setelah mendengar hal tersebut F merasa takut bertemu orang-orang dan merasa malu karena diolok-olok.
ADVERTISEMENT
Peristiwa ini membuat F menangis dan melaporkannya kepada sang kakak, yaitu Y. F berkata tidak mau masuk sekolah dan ingin dijemput karena merasa takut menghadapi kakak kelasnya yang menyorakinya. Sebagai tindakan awal, sang kakak menghubungi wali kelas untuk menyelidiki kasus ini lebih lanjut.
Ilustrasi Diambil dari Pixabay: https://pixabay.com/photos/girl-teenager-human-woman-window-3141445/
Perlu diketahui peristiwa yang F alami termasuk ke dalam pelecehan secara verbal. Pelecehan tersebut acapkali kurang disadari elemen masyarakat karena dianggap sepele. Namun hal sepele itulah yang dapat menjadi bomerang bagi korban. Korban akan merasa was-was, takut, risih, tidak nyaman dan tidak tenang. Pelecehan ini seolah membuktikan sulitnya menemukan ruang aman bagi korban karena masih berkeliarannya pelaku.
Kebanyakan pelaku pelecehan verbal tidak menyadari bahwa dia telah melakukan pelecehan. Sebabnya ia menganggap apa yang diutarakan adalah hal kecil dan masih tahap wajar. Namun dampak dari hal kecil tersebut membuat pelaku melakukan perbuatan kurang ajar tersebut berulang kali. Kemudian akhirnya karena tidak ada hukuman yang membuat jera, pelaku akan mencari korban baru. Selanjutnya “hal biasa” yang telah dia lakukan berdampak besar dan kompleks bagi dirinya sendiri, sehingga ia terbiasa cabul dari segi pikiran dan perbuatan.
ADVERTISEMENT
Kasus ini ditindaklanjuti oleh pihak sekolah, sang kakak yaitu Y dipanggil guru BK sebagai wali dari F. Penyelidikan ini menyertakan wali kelas, saksi, pelaku, korban, dan wali korban. Semuanya ditanyai satu-persatu untuk menemukan bukti. Namun hal yang membuat Y murka adalah guru BK seolah memihak pelaku. Dibuktikan saat mediasi, guru BK menjelaskan bahwa apa yang terjadi adalah sebuah kesalahpahaman, hal itu ditegaskan oleh wali kelas F.
Respon dan tindakan dari guru BK ini kurang relevan karena hanya melihat dari sudut pandang pelaku yang bisa saja berbohong. Guru BK menanyai saksi kejadian namun menyatakan bahwa saksi kejadian adalah orang yang problematik sehingga menimbulkan fitnah dan mengadudombakan sekolah dengan wali murid. Selain itu, wali kelas F menjelaskan kepada Y bahwa apa yang terjadi adalah sekadar “candaan”. Terjadi perdebatan alot, namun guru BK dan wali kelas F tetap bersikukuh bahwa apa yang terjadi adalah kesalahpahaman dan becandaan anak remaja yang masih tahap wajar. Kemudian sebagai penutup dari kasus ini, dilakukannya maaf-maafan dari pelaku terhadap korban dan walinya. Guru BK meminta untuk tidak memperpanjang kasus ini disebabkan pelaku adalah “anak kelas 9”.
Ilustrasi Diambil dari Pixabay: https://pixabay.com/photos/glass-hands-palm-transparent-green-3983411/
Saya rasa apa yang terjadi merupakan suatu humor, yang mana pelaku bisa dinyatakan tidak bersalah sedangkan korban harus terus mengingat peristiwa yang membuatnya ketakutan. Kemudian kasus ini diselesaikan dengan tidak bijak dan tidak berkeadilan. Hal inilah yang terjadi sebenarnya, bagaimana seorang individu tidak menyadari bahwa pelecehan verbal merupakan salah satu jenis pelecehan. Hal-hal yang dikatakan “wajar” tersebut sebenarnya bukanlah hal yang wajar, pelecehan tetaplah pelecehan, tidak ada pengampunan dan pembenaran atas itu. Pelecehan harus mendapat sanksi yang setimpal. Tidak untuk dimaklumi, tapi harus diperingati.
ADVERTISEMENT