Konten dari Pengguna

Mengapa Hakim Cuti Massal?

Yuniar Riza Hakiki
Peneliti Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) UII
10 Oktober 2024 7:08 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yuniar Riza Hakiki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Perwakilan SHI usai beraudiensi dengan Menkumham di kantor Kemenkumham, Jakarta, Senin (7/10/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Perwakilan SHI usai beraudiensi dengan Menkumham di kantor Kemenkumham, Jakarta, Senin (7/10/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
Gerakan cuti bersama para hakim dimulai pada tanggal 7 sampai dengan 11 Oktober 2024. Para hakim menuntut kenaikan gaji dan tunjangan yang tak berubah selama 12 tahun terakhir. Tercatat, hingga Sabtu (5/10) kemarin, ada 1.748 hakim yang ikut gerakan mogok kerja tersebut.
ADVERTISEMENT

Bagaimana tanggapan terkait para hakim yang melakukan cuti massal menuntut kenaikan gaji dan tunjangan?

Dalam iklim negara yang demokratis, penyampaian aspirasi itu tentu boleh sepanjang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Isu tuntutan para hakim untuk menaikkan gaji dan tunjangan ini perlu ditelaah dari tujuannya:
ADVERTISEMENT

Apakah aksi cuti massal yang dilakukan oleh para hakim tersebut merupakan langkah yang tepat dan efektif agar tuntutan mereka betul-betul dipenuhi?

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT

Pada Selasa lalu, dalam rapat RDPU dengan DPR, Prabowo berencana untuk menaikkan gaji para hakim setelah dirinya dilantik, seberapa besar peluang komitmen tersebut betul-betul akan dilaksanakan oleh pemerintah baru?

Koordinator SHI menyebut bahwa selama ini skema tunjangan hakim setara dengan PNS, sehingga itu dianggap seperti para hakim menerima gaji tanpa dasar yang jelas, lantas seperti apa seharusnya kebijakan kenaikan gaji dan tunjangan ini dituangkan?

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Resume Wawancara dengan Radio MQFM Jogja.