Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tradisi Unik Lebaran Masyarakat Adat Kampung Naga Tasikmalaya
8 Juli 2024 9:48 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Yusep Maulana Sidiq tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masyarakat adat Kampung Naga Berkumpul, saling memaafkan dan kembali bercengkrama dengan sanak saudara yang sengaja pulang bertemu keluarga. Sebuah moment yang biasanya terjadi setelah 30 hari penuh berpuasa. Ketupat, opor, dan rendang selalu menjadi penyedap suasana di hari Lebaran . Ini adalah tradisi lama yang dilakukan masyarakat muslim pada umumnya di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan masyarakat adat kampung Naga, sebuah komunitas di Kabupaten Tasikmalaya yang teguh memegang tradisi nenek moyangnya, menyambut hari yang suci dengan hati penuh sukacita. Namun, di antara gemerlapnya tradisi hari raya Idulfitri yang umum, terdapat satu kepingan berharga yang menjadi ciri khas masyarakat adat Kampung Naga.
Jika masyarakat pada umumnya merayakan hari raya bersama keluarga, di Kampung Naga, keluarga bukan lagi satu atau dua rumah yang saling berhubungan darah. Melainkan satu kampung yang tinggal bersama di bawah lebah, dan keluarga yang tinggal di luar Kampung Naga atau kerap disebut “Sanaga”.
Ziarah ke Makam Leluhur
Pagi hari, seiring matahari yang beranjak naik di langit biru, suara gemuruh langkah kaki memenuhi udara. Masyarakat Kampung Naga bergandengan tangan, menuju makam leluhur mereka. Di bawah bayang-bayang pepohonan yang menjulang, mereka merenungkan warisan yang ditinggalkan oleh nenek moyang mereka, mengucapkan doa-doa yang penuh makna.
ADVERTISEMENT
“Karena saya keturunan Kampung Naga jadi saya harus mengikuti tradisi mereka, biasanya kami berziarah kemudian makan bersama nanti di makam” Kata Fikri, pemuda keturunan Kampung Naga.
Masyarakat Kampung Naga tidak hanya sekadar berkumpul untuk merayakan Idulfitri. Mereka mengalirkan tradisi nenek moyang mereka dengan penuh kesungguhan dan kebanggaan. Diantara tradisi yang khas bagi mereka adalah ritual ziarah ke makam leluhur, sebuah penghormatan yang dalam kepada mereka yang telah berpulang.
Nasi Tumpeng di Hari Raya Idulfitri
Setelah menyampaikan penghormatan kepada leluhur, komunitas ini berkumpul dalam semangkuk kebersamaan. Halal bi halal menjadi momen haru, di mana saling memaafkan dan memperkuat silaturahmi menjadi landasan bagi kehidupan yang lebih baik.
Sebelum kembali pulang, suasana haru sekejap berubah menjadi riang dan penuh dengan kebersamaan. Bagi masyarakat adat Kampung Naga bukan opor ataupun rendang, makanan utama di hari raya Idulfitri, melainkan nasi tumpeng. Bersama-sama, mereka merayakan keberkahan dan kekayaan tradisi nenek moyang, menyantap hidangan dengan penuh syukur dan kegembiraan.
ADVERTISEMENT
“Renteng” Petasan Setelah Ziarah
Namun, perayaan belum lengkap tanpa hentakan riang renteng yang meletup-letup di udara. Renteng atau petasan, menjadi simbol kegembiraan dan semangat. Selepas berziarah dan makan bersama, masih di tempat yang sama yaitu di makam leluhur. Masyarakat Kampung Naga selalu menyalakan renteng sebagai salah satu tradisi mereka.
Di tengah kehidupan modern yang terus berubah dan berkembang, masyarakat Kampung Naga memegang teguh nilai-nilai kearifan lokal mereka. Ini bukanlah sekadar perayaan lebaran, tetapi suatu peringatan akan kekuatan dan keindahan tradisi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Menjaga kepercayaan dan tradisi nenek moyang agar tetap eksis di tengah arus perubahan zaman.
Sebuah kisah tentang kekuatan tradisi, kebersamaan, dan kepercayaan, yang terus hidup dan berkembang di tengah-tengah kemajuan zaman. Kampung Naga, sebuah tempat di mana waktu berhenti sejenak untuk merayakan keindahan hidup dan keberagaman budaya.
ADVERTISEMENT