Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tunanetra Dibutakan Media Massa
12 Desember 2024 16:10 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Yusep Maulana Sidiq tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, media massa sering dijuluki sebagai sebuah jendela untuk mengintip apa yang sedang berlangsung di dunia saat ini. Kemajuan internet dan gencarnya persebaran informasi melalui media daring mengubah lanskap media, menghasilkan pergeseran besar dari media konvensional ke media digital.
Masyarakat kini berpaling ke media daring untuk mendapatkan informasi terbaru karena jaringannya yang cepat. Hal ini dibuktikan oleh laporan Reuters Institute tahun 2023 mencatat bahwa sebanyak 84% responden di Indonesia mengakses berita secara online, dan 65% melalui media sosial.
Selain kecepatan, media daring juga menjadi sumber utama informasi karena aksesibilitas yang mudah. Hanya dengan ponsel dan internet, informasi bisa disebar dan dikonsumsi langsung secara massal.
Sebagai negara dengan prevalensi disabilitas tertinggi di Asia Tenggara berdasarkan UNESCAP, bagaimana aksesibilitas media di Indonesia bagi penyandang disabilitas netra?
ADVERTISEMENT
Informasi adalah hak yang seharusnya dimiliki oleh seluruh warga Indonesia. Namun kenyataannya, hak penyandang disabilitas terhadap informasi belum sepenuhnya terpenuhi. Sementara, Peraturan Dewan pers Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Disabilitas menyatakan bahwa setiap warga negara dijamin mendapatkan haknya untuk memperoleh akses informasi melalui pers di indonesia.
Hasil Survei Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2020 menunjukkan bahwa sekitar 10,38% penduduk Indonesia merupakan penyandang disabilitas. Susenas 2018 menyatakan bahwa akses informasi penyandang disabilitas dalam penggunaan ponsel atau laptop hanya 34,89% yang jumlahnya sangat kecil jika dibandingkan dengan akses informasi non-disabilitas yang mencapai 81,61%.
Media massa juga belum mampu mengakomodasi kebutuhan penyandang disabilitas dalam media mereka. Penelitian Prestianta, Mardjianto, & Ignatius tahun 2018 menunjukkan bahwa belum ada media daring yang terdaftar di Dewan Pers yang sepenuhnya memenuhi pedoman Web Content Accessibility Guidelines (WCAG).
ADVERTISEMENT
Tantangan aksesibilitas media daring untuk tunanetra
Terdapat beberapa masalah utama yang dihadapi masyarakat disabilitas tunanetra dalam mengakses informasi melalui media massa.
Cito, seorang mahasiswa tunanetra mengatakan bahwa salah satu kekurangan dari pemberitaan di media daring adalah iklan yang seringkali muncul dan memenuhi seluruh halaman layar. Tidak semua ponsel kuat memadai screen reader ketika dihadapi dengan iklan pop up seperti itu, sehingga ponsel sering mengalami eror atau crash.
Selain iklan dalam kanal berita, mereka juga mengalami kesulitan dalam mengakses informasi di media sosial seperti Instagram dan TikTok. Penyajian gambar tanpa adanya deskripsi atau video yang hanya menggunakan musik latar belakang tanpa narasi akan informasi yang disampaikan menghambat proses penyampaian informasi.
“Biasanya, videonya itu dikasih backsound sedangkan narasinya itu enggak ada, sementara yang tunanetra butuhkan adalah pembicara ataupun narasi yang ada di dalam si video itu teh apa.” Jelas Ramdhan yang merupakan mahasiswa tunanetra di Bandung.
ADVERTISEMENT
Screen reader mereka tidak bisa membaca foto atau video yang diunggah tanpa adanya alt text, sedangkan belum banyak media yang menyediakan hal tersebut dalam unggahan mereka di media sosial.
Masalah lainnya juga ditemukan oleh Alifia, perempuan disabilitas netra yang juga aktif di Yayasan Cahaya Inklusi Indonesia (CAI).
"Biasanya bagi saya yang low vision, ada artikel berita yang background-nya warna cerah misalkan kuning, dan warna tulisannya cerah juga, misalkan warna merah. Nah itu membuat mata saya sakit saat membaca"
Permasalahan aksesibilitas bukan hanya berhenti dalam memberikan akses terhadap disabilitas untuk membaca. Hal-hal lain yang kerap kurang mendapatkan perhatian juga dapat menjadi masalah besar bagi penyandang disabilitas, khususnya disabilitas netra.
Langkah kedepan untuk mencapai media daring yang inklusif
ADVERTISEMENT
Minimnya aksesibilitas di media daring dan kurangnya upaya dari sisi pemerintah mendorong penyandang disabilitas untuk mencari alternatif dalam mencari informasi. Lantas apa solusi yang bisa ditawarkan dalam meningkatkan aksesibilitas informasi dalam media daring untuk penyandang disabilitas netra?
Ramdhan yang juga gencar dalam mencari solusi yang bisa meningkatkan aksesibilitas media daring untuk tunanetra mengungkapkan bahwa saat ini sudah banyak tools yang bisa digunakan untuk meningkatkan hal tersebut. Menurutnya artificial intelligence (AI) memiliki peran untuk mencapai media daring yang inklusif.
“AI itu untuk mengaksesnya jauh lebih mudah, tapi kan perlu sosialisasi ya, apakah semua temen-temen tunanetra ini aware dengan teknologi?” Tanyanya kembali ketika membahas mengenai potensi AI sebagai alat bantu media daring menuju inklusif.
ADVERTISEMENT
Sementara itu dalam rangka pemilu kemarin, Cahaya Inklusi Indonesia (CAI) menyusun sebuah aplikasi dengan nama ‘Violet’ yang diisi dengan informasi terkait pemilu. Aplikasi yang diluncurkan oleh CAI ini mengakomodasi kebutuhan informasi yang dapat diakses oleh seluruh kalangan masyarakat disabilitas dan non-disabilitas. Aplikasi ini mereka rancang karena adanya keprihatinan terhadap banyaknya aplikasi dan media yang tidak inklusif untuk teman-teman disabilitas.
"Saat akan menggunakan aplikasi Violet, ada tahap verifikasi yang menunjukan pengguna merupakan disibalitas netra, dan nantinya akan otomatis terhubung ke aplikasi screen reader. Tapi aplikasi ini juga terbuka bagi masyarakat umum untuk mengkases" Ujar Alifia seorang disabilitas netra low vision.
Selain itu, menurut keterangannya aplikasi ini dan Yayasan Cahaya Inklusi Indonesia (CAI) pernah bekerjasama dengan salah satu media lokal. Tujuan dari kerjasama tersebut untuk memberikan kemudahan akses terhadap informasi bagi disabilitas khususnya tunanetra.
ADVERTISEMENT
"Setau saya belum ada media-media besar yang inklusi hingga saat ini, dan belum ada yang mengadopsi konsep Violet untuk memberikan kemudahan bagi kami" Tambah Alifia.
Sejalan dengan Penelitian Prestianta, Mardjianto, & Ignatius tahun 2018, hingga saat ini Alifia menilai belum ada media yang sepenuhnya telah memberikan akses yang mudah bagi disabilitas. Salah satunya disabilitas netra, yang seiring dengan perkembangan teknologi, transformasi persebaran berita semakin pesat. Hal ini menjadi tantangan baru bagi disabilitas netra untuk terus beradaptasi.
Kemana perginya pemerintah ketika dibutuhkan?
Faktanya, pemerintah sampai saat ini belum ada gerakan untuk mencari solusi akan masalah ini. Dewan Pers sendiri juga belum memiliki jawaban atas permasalahan ini berdasarkan wawancara kami Mei lalu. Kami kembali mengontak Dewan Pers terkait kelanjutan dari solusi yang mungkin bisa ditawarkan namun tidak mendapatkan balasan.
ADVERTISEMENT
Pertimbangan akan cara pengemasan konten dan penyediaan hal-hal seperti deskripsi melalui alt text dalam media sosial diperlukan agar informasi dalam media daring menjadi inklusif. Namun, hal ini tidak akan terjadi tanpa adanya peraturan dari pemerintah yang mendorong inklusivitas media daring.
Terdapat juga tantangan bagi lembaga-lembaga penyiaran dan pemberitaan saat ini. Media-media di Indonesia yang bergantung pada pihak sponsor untuk keberlanjutan mereka, sulit untuk bisa menghilangkan kehadiran iklan-iklan yang menjadi salah satu kendala bagi disabilitas netra.
Selain itu, aktualitas yang menjadi nilai utama dalam suatu pemberitaan, menjadi kendala bagi media untuk bisa memberikan konten-konten yang inklusif. Namun, sudah ada beberapa media yang telah memberikan akses yang inklusif bagi disabilitas dalam beberapa konten pemberitaannya.
ADVERTISEMENT
Informasi dan dunia digital merupakan hak yang seharusnya dimiliki oleh semua orang dengan sama rata. Dengan dorongan pada pemerintah dan komunitas sosial yang mampu mengadvokasikan hal ini, aksesibilitas sama rata dalam media massa menjadi suatu impian yang bisa dinyatakan.
Tim Penulis