Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Teknologi Panas Bumi untuk Bumi Pertiwi
20 Februari 2022 15:09 WIB
Tulisan dari Yustantiana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bumi Indonesia menyimpan banyak kekayaan. Tidak hanya di permukaan, namun jauh di perut bumi, ada potensi energi besar untuk dimanfaatkan, energi panas bumi. Energi terbarukan ini belakangan hits dan digadang-gadang sebagai salah satu energi alternatif untuk menggantikan fosil.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari laman ebtke.esdm.go.id, potensi panas bumi nasional mencapai 23,9 Giga Watt (GW). Angka ini menyumbang 40 persen potensi panas bumi di dunia. Ironinya, hingga saat ini, potensi tersebut baru dimanfaatkan sebesar 2.276 MW atau sekitar 9,5 persen. Sebagian besar komponen Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang saat ini terpasang pun masih impor.
Dengan angka pemanfaatan kurang dari 10 persen saja, Indonesia menempati urutan ke – 2 kapasitas terpasang PLTP di dunia setelah Amerika Serikat, lho! Dengan potensi sebesar itu, panas bumi sudah semestinya berpeluang besar untuk menggerakkan industri dalam negeri.
Kalau mau menilik, periset-periset bangsa ini sudah lama berkutat dengan penguasaan teknologi panas bumi. Salah satu periset Indonesia, Cahyadi, bahkan sudah berhasil mendesain 3 jenis teknologi panas bumi. Lokasinya ada di 3 lokasi sumber panas bumi di pegunungan berapi, yaitu di Kamojang – Jawa Barat, Lahendong – Sulawesi Utara, dan Sibayak – Sumatera Utara.
ADVERTISEMENT
Cahyadi dan timnya sudah mulai mendesain teknologi PLTP sejak tahun 2010. PLTP jenis condensing di Kamojang dibuat pada kapasitas 3 MW. Sedangkan jenis siklus biner di Lahendong berkapasitas 500 kW, dipersiapkan untuk sumur panas bumi jenis uap entalpi rendah atau berbentuk brine water.
“Kedua jenis PLTP ini skalanya demo plant, jadi memang untuk riset,” kata pria yang bekerja di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini, saat berbincang-bincang dengan penulis.
Teranyar, ia mengembangkan PLTP Modular. Pemilihan PLTP modular ini salah satunya mempertimbangkan hampir 35 persen potensi panas bumi di Indonesia tersebar di wilayah Indonesia timur. Lokasi panas bumi memang kebanyakan di daerah terpencil, yang beban listriknya tidak terlalu tinggi.
ADVERTISEMENT
Berpotensi Gerakkan Industri dalam Negeri
Penguasaan teknologi PLTP ini sangat penting, tidak hanya untuk meningkatkan kemampuan anak bangsa. Dengan menguasai teknologi, PLTP juga berpotensi menggerakkan industri dalam negeri.
Komponen utama PLTP terletak pada turbin dan generator. Karena itu, untuk PLTP condensing di Kamojang, BRIN bekerja sama dengan PT. Pindad dan PT. Nusantara Turbin Propulsi telah berhasil membangun turbin generator PLTP 3 MW. Kemampuan produksinya hingga 10 MW.
Selain itu, peralatan mekanikal pada PLTP seperti demister, condenser, dan lainnya, dapat didukung oleh industri strategis BUMN seperti PT. Boma Bisma Indra, PT. Barata Indonesia, dan industri nasional lainnya. Panas buminya sendiri diambil dari sumur milik PT. Pertamina Geothermal Energy.
Karena turbin, generator, dan komponen lainnya berasal dari industri dalam negeri, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk PLTP Kamojang bisa mencapai 63 persen.
Sedangkan, untuk PLTP jenis siklus biner di Lahendong, TKDN-nya lebih kecil, baru mencapai 30 persen. Hal ini dikarenakan para periset kita masih perlu belajar teknologi jenis siklus biner dari Jerman, terutama untuk pembuatan turbin dan generator.
ADVERTISEMENT
Namun, dimulai tahun 2020 lalu, Cahyadi dan tim mulai melakukan rekayasa balik untuk PLTN jenis siklus biner. Maksudnya, teknologi yang sudah dikuasai, kemudian dilakukan diferensiasi desain. Tentu saja, dengan harapan untuk meningkatkan TKDN sebesar-besarnya.
Belajar dari 2 teknologi sebelumnya, pria yang saat ini aktif sebagai Kepala Balai Besar Teknologi Konversi Energi BRIN ini tengah mengembangkan PLTP Modular sejak tahun 2020.
PLTP Modular didesain dengan konsep tapak lebih ringkas, mobilisasi dan instalasi cepat, dan fleksibel ditempatkan pada kepala sumur dimanapun. Kapasitas sesuai potensi sumur sekitar 3 hingga 5 MW, dan cepat menghasilkan listrik begitu sumur siap diproduksi. Modul PLTP pun dapat digeser dari sumur yang sudah tidak ekonomis ke sumur yang masih produktif.
ADVERTISEMENT
Investasi produk PLTP juga menjadi pertimbangan. Investasi PLTP diperkirakan mencapai kurang dari 2 juta US dollar (di bawah 28,7 miliar) per MW, sehingga dinilai layak dari sisi ekonomis dan teknis. Ia dan tim telah melakukan studi kelayakan PLTP Modular 2×3 MW di Sibayak – Sumatera Utara.
PLTP termasuk teknologi ramah lingkungan dengan emisi karbon dioksida rendah. Jejak karbon pun rendah. Hal ini disebabkan energi panas bumi tersedia di lokasi, serta tidak membutuhkan sumber bahan bakar yang perlu usaha produksi, yang menghasilkan karbon.
Dengan potensi panas bumi yang besar, dan TKDN tinggi, Indonesia seharusnya dapat menempati posisi kedua atau ketiga produsen turbin dan generator PLTP di dunia. Cahyadi merujuk pada data National Renewable Energy Laboratory, US Department of Energy (2005 -2015). Data tersebut menunjukkan, manufaktur turbin PLTP jenis condensing terbesar dikuasai oleh Jepang dan Italia. Sedangkan untuk jenis siklus biner, dikuasai oleh Israel dan Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Butuh Dukungan Regulasi untuk Komersialisasi
Harga listrik panas bumi diklaim cenderung stabil, ramah lingkungan, serta penggunaan lahan yang lebih efisien dari EBT lainnya. Pemanfaatan panas bumi dengan teknologi dalam negeri perlu didukung, baik dari sisi regulasi, finansial, serta riset yang memadai.
Masalahnya, UU Ketenagalistrikan belum mengakomodir kebutuhan PLTP untuk riset. UU tersebut mengharuskan adanya persyaratan-peryaratan layaknya PLTP komersial, seperti Sertifikat Laik Operasi (SLO), Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL), Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL), dan sebagainya.
Selain itu, kata Cahyadi, Peraturan Menteri Keuangan juga belum mengatur mekanisme jika PLTP demo plant yang merupakan barang milik negara dapat dihibahkan ke BUMN, sehingga dapat dimanfaatkan dan dirawat.
Regulasi yang belum mengakomodir inilah yang menurutnya, menjadi kendala dalam keberlanjutan ke tahap komersialisasi. Ia berharap, pemerintah dapat memberikan penugasan kepada industri PLTP seperti BUMN untuk menggunakan teknologi PLTP skala kecil buatan dalam negeri. PLTP skala kecil cocok digunakan di lokasi panas bumi wilayah tengah dan timur Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, bicara soal energi, tak hanya soal berapa potensi yang tersedia. Tetapi penguasaan dan pemanfaatan teknologi karya periset-periset bangsa jauh lebih penting, agar teknologi panas bumi dalam negeri, benar-benar didedikasikan untuk bumi pertiwi.