Konten dari Pengguna

Akses Pasar UMKM

Yusuf Rendy Manilet
Ekonom dan peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia
18 Maret 2022 15:09 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yusuf Rendy Manilet tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi salah satu fokus pemerintah dalam mendorong roda perekonomian di tahun 2022. UMKM diharapkan bisa menjadi salah satu bagian dari strategi pemerintah dalam menerapkan pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkeadilan.
ADVERTISEMENT
Beragam upaya yang dilakukan pemerintah untuk UMKM bukanlah tanpa alasan. UMKM merupakan sektor yang memberikan kontribusi besar dalam perekonomian Indonesia. Data pada tahun 2019 menunjukkan kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 60 persen dengan kontribusi tenaga kerja mencapai 96 persen dari total pangsa pasar seluruh tenaga kerja yang mencapai 123 juta.
Akses Pasar UMKM
zoom-in-whitePerbesar
Namun upaya mendorong kinerja UMKM di tahun ini tidaklah mudah. UMKM belum bisa lepas dari beberapa masalah klasik yang menghambat perkembangan UMKM itu sendiri. Salah satu masalah klasik tersebut terkait bagaimana UMKM mengakses pasar baik itu pasar domestik maupun pasar internasional.
Dalam mengakses pasar ritel modern misalnya UMKM seringkali kesulitan dalam memenuhi beberapa standar yang dipersyaratkan oleh ritel modern. Umumnya, kendala yang dihadapi UMKM untuk masuk ke rantai pasok pasar modern diantaranya; kesesuaian produk, kemasan produk, dan juga kontinuitas dari barang yang diproduksi.
ADVERTISEMENT
Ditambah permasalahan pola pembayaran yang diterima UMKM ketika menjual produk di ritel modern. Umumnya, pola yang diterima pelaku UMKM ketika menjual produk di ritel modern menggunakan sistem konsinyasi. Dengan sistem ini UMKM hanya menerima pembayaran dari barang yang laku untuk dijual, dengan bahasa lain pelaku UMKM hanya bersifat titip barang dagangan.
Sayangnya pola ini memberatkan UMKM karena uang hasil penjualan tidak bisa diambil secara cepat, padahal untuk UMKM uang hasil penjualan ini merupakan modal yang akan digunakan UMKM untuk melanjutkan produksi usaha mereka. Maka tidak heran data pada hasil survei BPS pada 2019, menunjukkan secara nasional rata-rata persentase usaha perdagangan yang membeli barang dari UMKM hanya berada di kisaran 7 persen. Bahkan angka untuk kota-kota besar di Indonesia lebih kecil dari itu.
ADVERTISEMENT
Sementara untuk memanfaatkan pasar global, UMKM juga harus menghadapi persaingan dengan negara-negara lain. Sayangnya dalam beberapa indikator Indonesia harus tertinggal dengan beberapa negara peers. Menurut data World Bank Enterprises Survey (2015) misalnya disebutkan, jumlah perusahaan kecil yang memiliki sertifikat mutu internasional hanya 2 persen sementara perusahaan menengah 11 persen nilai tersebut jauh di bawah Malaysia India, dan China.
Maka tidak heran pertumbuhan ekspor UMKM selama lima tahun terakhir mengalami tren fluktuatif cenderung menurun. Kontribusi UMKM terhadap total ekspor pun hanya bergerak di kisaran 14 sampai 15 persen. Jika dibandingkan dengan negara peers kontribusi ekspor UMKM juga relatif rendah. Kontribusi ekspor untuk UMKM mencapai 14 persen, angka ini lebih kecil jika dibandingkan Malaysia (17 persen), Filipina (25 persen), Thailand (28 persen), India (40 persen), dan China (65 persen)
ADVERTISEMENT
Jika dilihat ada beberapa benang merah alasan kenapa kemudian UMKM masih relatif sulit untuk menembus pasar domestik dan global. Akses keuangan, linkage dengan usaha besar, jaringan dengan pengusaha/orang di pasar tujuan, penggunaan teknologi dan inovasi, hingga kemampuan untuk membaca potensi pasar di luar negeri merupakan beberapa tantangan UMKM dalam mengakses pasar di dalam dan luar negeri.

Akses Pasar yang lebih luas

Oleh karena itu, untuk mendorong agar UMKM agar bisa memanfaatkan akses pasar domestik dan juga global maka pekerjaan perlu diselesaikan oleh stakeholder terkait. Untuk pembiayaan betul bahwa pemerintah telah punya KUR namun program ini tidak bisa bekerja sendirian. Pemerintah bisa misalnya mendorong revitalisasi pembiayaan ventura milik pemerintah untuk bisa membiayai UMKM yang bisnis nya mempunyai tingkat resiko yang relatif lebih tinggi seperti misalnya pertanian.
Sementara untuk akses pasar ekspor bagi UMKM dapat dilakukan dengan meningkatkan proporsi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) untuk membiayai ekspor UMKM. Realisasi pembiayaan ekspor yang dilakukan oleh LPEI untuk Usaha Kecil Menengah Ekspor hanya berada di kisaran-kisaran rata 13-15% terhadap total pembiayaan yang dilakukan oleh LPEI selama lima tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Dengan pembiayaan yang cukup para UMKM dapat memenuhi prasyarat yang dibutuhkan untuk masuk ke beragam pasar ritel modern yang ada di tengah masyarakat. Sebagai Alternatif mengakses pasar, pemerintah juga bisa mendorong program kerjasama UMKM dan usaha besar. Dengan menggandeng usaha besar, UMKM diharapkan bisa terlibat dalam rantai pasok usaha besar dan secara tidak langsung bisa mengakses pasar domestik yang lebih luas.
Hal berikutnya yaitu mengoptimalkan peran perwakilan di luar negeri untuk meningkatkan ekspor UMKM. Salah satu lembaga yang mendukung perkembangan ekspor Indonesia ke luar negeri adalah Atase Perdagangan dan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC). Peningkatan bisa dilakukan melalui peningkatan anggaran dan kualifikasi orang-orang yang bekerja di kedua institusi tersebut.
Disamping itu mendorong peran aktif ITPC, Kedutaan Besar Republik Indonesia, serta Konsulat Jenderal Republik Indonesia sebagai advisor bagi calon eksportir UKM juga penting dilakukan. Nanti nya, ketiga institusi ini bisa mendampingi UKM dalam negosiasi dagang, mengawasi penyelesaian perselisihan, dan juga membangun komunikasi bisnis dengan para pelaku usaha di luar negeri.
ADVERTISEMENT
Terakhir yang tidak kalah penting, untuk proses perumusan kebijakan pengembangan UMKM melibatkan beragam institusi pemerintahan lintas sektor, untuk itu koordinasi yang handal menjadi hal penting untuk dilakukan agar kebijakan akses pasar yang lebih luas untuk UMKM bisa berjalan secara optimal.