Konten dari Pengguna

Perang Sarung, Sebuah Tradisi atau Tindakan Kriminal

YUYUN LUNTUNGAN
MAHASISWA FAKULTAS ILMU HUKUM ( UNIVERSITAS PAMULANG )
2 April 2024 12:51 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari YUYUN LUNTUNGAN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Perang Sarung. Doc. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perang Sarung. Doc. Pribadi
ADVERTISEMENT
Perang sarung tidak hanya terjadi di bulan Ramadhan, tetapi perang sarung meningkat selama bulan Ramadhan. Dahulu perang sarung hanya dijadikan sebagai permainan anak-anak untuk mengisi waktu luang selama Ramadhan. Tradisi perang sarung tidak menggunakan benda-benda yang membahayakan. Paling selesai perang sarung hanya membuat si anak menangis dan cukup dinasehati oleh orang tuanya. Dan yang perlu digarisbawahi bahwa perang sarung jaman dahulu tidak ada dendam antara satu dengan yang lainnya.
ADVERTISEMENT
Tetapi saat ini perang sarung sudah berubah menjadi tindak kriminal, bahkan tidak sedikit menimbulkan korban jiwa. Perang sarung saat ini sudah direncanakan dan bahkan menggunakan senjata tajam untuk mendukung aksinya tersebut. Para pelaku tidak hanya anak-anak, tetapi juga remaja atau anak putus sekolah. Perang sarung dijadikan aksi gagah-gagahan seolah-olah punya nyawa lebih dari satu.
Peran orang tua, masyarakat, dan aparat kepolisian sangat penting untuk mencegah aksi perang sarung tersebut. Karena perang sarung sejatinya adalah tawuran yang sudah direncanakan. Orang tua harus mengawasi/membatasi pergaulan dan jam keluar malam anak-anaknya. Masyarakat yang melihat anak-anak remaja kumpul-kumpul dan mencurigakan harus segera membubarkannya. Sedangkan aparat kepolisian harus lebih sering melakukan patroli khususnya waktu-waktu terjadinya tawuran.
ADVERTISEMENT
Selama bulan Ramadhan tahun ini telah terjadi beberapa kasus perang sarung, bahkan ada yang menimbulkan korban jiwa. Salah satunya adalah kasus perang sarung yang terjadi di Cikarang Barat, Bekasi pada tanggal 15 Maret 2024 menimbulkan 1 orang remaja berusia 17 tahun meninggal dunia. Selanjutnya ada kasus perang sarung yang terjadi di Kalianda, Lampung Selatan pada tanggal 20 Maret 2024 yang menimbulkan 1 orang remaja berusia 14 tahun meninggal dunia. Polres Tangerang Selatan mengamankan pemuda yang melakukan perang sarung pada tanggal 04 April 2024 di Pondok Aren.
Kalau generasi seperti ini terus, maka Indonesia tidak akan pernah maju, karena diisi oleh generasi yang suka akan kekerasan. Maka dari itu, Polisi harus bertindak tegas dalam menangani kasus ini. Mungkin kita harus menerapkan pasal pidana yang serius bahkan pasal berlapis kepada pelaku perang sarung/tawuran tersebut apabila ada korban yang meninggal.
ADVERTISEMENT
Didalam pasal 28 G ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”. Ini dimaksudkan agar setiap perbuatan yang dilakukan oleh pelaku tawuran merupakan perbuatan yang melanggar hak asasi seseorang.
Pelaku tawuran dapat diancam dengan pasal 358 KUHP dengan ancaman hukuman paling lama 2 tahun 8 bulan apabila menimbulkan luka berat, dan ancaman hukuman paling lama 4 tahun apabila mengakibatkan kematian. Selain itu, pelaku tawuran yang masih dalam kategori anak-anak dapat dibawa ke pengadilan dan dijatuhkan sanksi pidana apabila telah mencapai usia 16 tahun (pasal 45 KUHP). Namun didalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Pasal 1 ayat (3) Sistem Peradilan Pidana Anak menetapkan batas usia anak yang dapat dijatuhi hukuman atau sanksi pidana sangat berbeda, yaitu usia 12 tahun sampai sebelum 18 tahun.
ADVERTISEMENT
Beberapa dampak akan timbul akibat dari perang sarung atau tawuran tersebut, antara lain :
1. Luka berat bahkan kematian bagi pelakunya.
2. Kerugian finansial dari tawuran tersebut. Contohnya adalah kerusakan kendaraan, rumah, toko akibat tawuran.
3. Trauma pada korban tawuran.
4. Rusaknya mental generasi muda bangsa.
5. Turunnya kualitas pendidikan.
Oleh sebab itu harus dicari solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini. Seluruh lapisan masyarakat harus ikut berperan dalam menanggulangi kasus tawuran pelajar, mulai dari orang tua, guru, pemerintah termasuk aparat kepolisian yang menangani para pelaku tawuran pelajar tersebut. Prof. Dr. Awan Mutakin dalam bukunya yang berjudul “Dinamika Masyarakat Indonesia” berpendapat bahwa sistem sosial yang stabil (equilibrium) dan berkesinambungan (kontinuitas) senantiasa terpelihara apabila terdapat adanya pengawasan melalui dua macam mekanisme sosial dalam bentuk sosialisasi dan pengawasan sosial. Marilah kita sama-sama menjaga keluarga kita agar tidak menjadi pelaku ataupun korban daripada tawuran tersebut. Ingat, penyesalan akan datang belakangan, nyawa tidak bisa dibeli.
ADVERTISEMENT