Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Deteksi Dini Ancaman SARA Terhadap Pilkada Jakarta 2024
16 September 2024 9:36 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Zackir L Makmur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang akan digelar pada 27 November 2024 di Indonesia, merupakan momen krusial bagi kelangsungan demokrasi di negara ini. Dalam hal ini pula Provinsi Jakarta (yang tidak lagi sebagai ibu kota) tetap menjadi salah satu fokus utama, terutama setelah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jakarta merilis pemetaan kerawanan pemilu di provinsi ini.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan laporan yang dirilis pada 1 Agustus lalu, provinsi terkecil yang berpenduduk sangat padat ini masuk dalam kategori sedang terkait potensi kerawanan, dengan pelanggaran SARA dan ujaran kebencian mendapatkan perhatian khusus. Perkara ini menunjukkan bahwa Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam menjaga integritas demokrasi, terutama di wilayah yang memiliki dinamika politik intens seperti Jakarta.
Pilkada serentak sendiri merupakan bagian dari reformasi politik yang diperkenalkan pasca-1998, dengan tujuan memperkuat akuntabilitas pemerintah daerah. Desentralisasi politik ini dimaksudkan untuk menciptakan proses demokrasi yang lebih partisipatif dan terbuka. Akan tetapi dalam perjalanannya, Pilkada sering kali menjadi ajang kontestasi politik yang juga membawa risiko.
Beberapa tantangan yang muncul antara lain adalah politik identitas, politisasi isu-isu lokal, serta peningkatan kerawanan sosial yang dapat memecah belah masyarakat. Hal ini tampak jelas pada pemilihan-pemilihan sebelumnya, termasuk di Daerah Khusus Jakarta (DKJ), di mana isu SARA kerap menjadi alat mobilisasi politik.
ADVERTISEMENT
DKJ bekas ibu kota masih sebagai pusat politik, ekonomi, dan budaya Indonesia, maka masih memiliki dinamika politik yang lebih kompleks dibandingkan daerah lain. Sebagai contoh, Pilkada DKI Jakarta 2017 memperlihatkan bagaimana ketegangan politik yang dipicu oleh isu-isu SARA bisa mempolarisasi masyarakat secara drastis.
Narasi yang digunakan dalam kampanye sering kali bersifat provokatif dan memanfaatkan identitas agama, etnis, serta ras, yang mengakibatkan fragmentasi sosial. Ketegangan semacam ini, jika tidak dikelola dengan baik, dapat mengganggu proses demokrasi dan menyebabkan rusaknya persatuan bangsa.
Maka pemetaan kerawanan Bawaslu untuk Pilkada Jakarta 2024 memberikan peringatan dini terhadap potensi pelanggaran yang dapat terjadi. Pelanggaran SARA dan ujaran kebencian yang mendapatkan skor sempurna mencerminkan bahwa tantangan yang dihadapi pada pemilu sebelumnya masih belum terselesaikan.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, mitigasi terhadap potensi konflik sosial-politik ini harus menjadi prioritas bagi semua pihak yang terlibat. Baik Bawaslu, aparat penegak hukum, maupun masyarakat memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa proses demokrasi berjalan dengan damai dan adil.
Rangkaian Pemetaan Risiko
Rilis Pemetaan Kerawanan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKJ Tahun 2024 oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada Agustus lalu memberikan gambaran jelas tentang tantangan serius yang dihadapi dalam proses demokrasi di bekas ibu kota. Berdasarkan laporan tersebut, Jakarta diklasifikasikan dalam kategori kerawanan sedang untuk Pilkada mendatang.
Salah satu faktor utama yang memengaruhi penilaian ini adalah tingginya potensi pelanggaran sosial-politik, terutama terkait isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) dan ujaran kebencian, yang memperoleh skor sempurna (100). Kondisi ini menegaskan betapa kuatnya narasi identitas dalam memengaruhi dinamika politik Jakarta.
ADVERTISEMENT
Pemetaan ini bukan hanya berfungsi sebagai alat untuk memahami potensi konflik, tetapi juga untuk memandu langkah preventif dalam menghadapi risiko yang mungkin timbul. Bawaslu membagi kerawanan dalam tiga tingkatan: tinggi, sedang, dan rendah, berdasarkan daya rusak yang ditimbulkan, banyaknya informasi yang tersedia dari daerah-daerah, serta intensitas peristiwa pada pemilu-pemilu sebelumnya.
Dalam konteks Daerah Khusus Jakarta, meskipun berada pada kategori kerawanan sedang, pengalaman pemilu masa lalu memperlihatkan potensi ketegangan yang signifikan, terutama dengan penggunaan isu SARA dalam kampanye politik.
Untuk menghadapi latar belakang kerawanan ini, sangat penting untuk menerapkan strategi mitigasi yang efektif. Bawaslu, bersama dengan aparat penegak hukum dan pemerintah, harus meningkatkan pengawasan selama kampanye dan menindak pelanggaran, terutama terkait isu SARA dan ujaran kebencian.
ADVERTISEMENT
Selain itu, masyarakat harus diberikan edukasi politik yang lebih baik agar tidak mudah terpancing oleh narasi yang memecah belah. Langkah preventif ini sangat diperlukan agar Pilkada 2024 dapat berjalan dengan lancar, adil, dan mengutamakan persatuan bangsa.
Tidak hanya Bawaslu dan aparat, partai politik serta kandidat yang berpartisipasi dalam Pilkada Jakarta 2024 juga memiliki tanggung jawab besar dalam mencegah kerawanan pemilu. Para kandidat diharapkan mampu menyampaikan visi dan program yang konkret, alih-alih menggunakan politik identitas yang dapat memperburuk polarisasi sosial. Partai politik harus berperan sebagai pendidik politik bagi masyarakat, menciptakan diskursus publik yang sehat dan mencegah penyebaran informasi yang tidak benar.
Konteks Kesehatan Demokrasi Indonesia
Pelanggaran SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) serta ujaran kebencian telah menjadi isu krusial dalam politik Indonesia, terutama dalam kontestasi di Jakarta. Pada Pilkada 2017, penggunaan isu agama secara terang-terangan dalam kampanye politik tidak hanya memecah belah masyarakat, tetapi juga mencederai integritas proses pemilu.
ADVERTISEMENT
Narasi berbasis identitas agama digunakan sebagai alat politik yang memecah persatuan, menimbulkan ketegangan di antara kelompok-kelompok sosial yang berbeda. Kejadian ini menyisakan luka sosial yang mendalam, yang merusak kohesi masyarakat pluralis yang sangat menghargai keragaman.
Dalam konteks Pilkada 2024, kekhawatiran akan terulangnya narasi serupa kembali mencuat, terutama dengan tingginya polarisasi politik di Indonesia. Hal ini menandakan adanya ancaman serius terhadap kesehatan demokrasi negara. Isu SARA dan ujaran kebencian bukan hanya merusak kualitas demokrasi, tetapi juga menimbulkan dampak yang lebih luas terhadap stabilitas sosial.
Dalam masyarakat majemuk seperti Jakarta, penggunaan narasi identitas dalam kampanye politik dapat memicu ketegangan antar kelompok etnis dan agama, yang pada akhirnya dapat mengarah pada konflik sosial. Efek jangka panjang dari pelanggaran ini jauh lebih berbahaya karena dapat memperlebar kesenjangan sosial dan memperkuat stereotip negatif antar kelompok.
ADVERTISEMENT
Untuk mencegah terulangnya pelanggaran SARA dan ujaran kebencian dalam Pilkada 2024, harus ada langkah-langkah preventif yang lebih tegas dari pemerintah dan aparat penegak hukum. Pengawasan ketat selama masa kampanye, peningkatan kesadaran politik masyarakat, serta penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku pelanggaran adalah beberapa langkah penting yang harus diambil.
Selain itu,
Langkah-langkah ini penting untuk menjaga agar Pilkada 2024 tidak hanya berjalan lancar, tetapi juga untuk memperkuat fondasi demokrasi yang sehat.
Upaya Mitigasi dan Tanggung Jawab Kolektif
Dalam menghadapi potensi kerawanan sosial-politik yang telah dipetakan oleh Bawaslu, kolaborasi antara berbagai aktor politik, masyarakat sipil, dan pemerintah menjadi sangat krusial untuk mengurangi eskalasi konflik demi kepentingan demokrasi dan persatuan bangsa. Langkah-langkah mitigasi yang efektif harus mencakup pengawasan ketat terhadap kampanye politik, peningkatan pendidikan politik untuk masyarakat, serta penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran SARA dan ujaran kebencian.
ADVERTISEMENT
Pengawasan yang ketat selama masa kampanye akan membantu mencegah penyebaran informasi yang dapat memicu konflik. Sedangkan pendidikan politik yang intensif dapat membekali masyarakat dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk berpartisipasi secara aktif dan kritis dalam proses demokrasi.
Penegakan hukum yang konsisten terhadap pelanggaran ini akan memberikan efek jera bagi pelaku pelanggaran dan memperkuat komitmen terhadap prinsip-prinsip demokrasi, yang penting untuk menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa.
Pemerintah dan aparat penegak hukum memegang tanggung jawab besar untuk menjaga integritas proses demokrasi dengan bersikap netral dan tegas dalam menindak pelanggaran yang berpotensi menimbulkan konflik sosial. Implementasi hukum yang adil dan transparan adalah kunci untuk mencegah manipulasi isu-isu sensitif seperti SARA dalam kampanye politik.
ADVERTISEMENT
Penegakan hukum yang tegas akan mengirimkan pesan bahwa pelanggaran tidak akan ditoleransi, sehingga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan pelanggaran serupa di masa depan. Dengan menjaga netralitas dan integritas, pemerintah dan aparat penegak hukum dapat menciptakan lingkungan politik yang lebih aman dan adil, yang merupakan prasyarat untuk proses demokrasi yang sehat dan stabilitas nasional.
Partai politik dan kandidat juga memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga agar kampanye mereka tidak memecah belah masyarakat. Mereka harus fokus pada penyampaian gagasan yang inklusif dan progresif, yang dapat memberikan solusi nyata bagi pembangunan daerah dan negara.
Kampanye yang didasarkan pada substansi kebijakan dan visi pembangunan yang jelas akan lebih produktif dan konstruktif dibandingkan dengan kampanye yang mengandalkan narasi identitas untuk meraih dukungan.
ADVERTISEMENT
Dengan mengedepankan program yang bermanfaat dan menyatukan, partai politik dan kandidat dapat membantu menciptakan suasana politik yang lebih harmonis, yang penting untuk menjaga persatuan dan kemajuan bangsa. Selain itu, masyarakat sipil juga memainkan peran penting dalam proses mitigasi. Masyarakat perlu terlibat aktif dalam memantau proses politik dan mengedukasi sesama warga tentang pentingnya menjaga integritas demokrasi.
Partisipasi masyarakat dalam mengawasi dan melaporkan pelanggaran yang terjadi akan memperkuat sistem pengawasan dan memberikan tekanan tambahan pada pelaku pelanggaran untuk bertindak sesuai dengan hukum. Keterlibatan masyarakat dalam upaya mitigasi juga akan meningkatkan kesadaran akan pentingnya berpartisipasi secara aktif dalam proses demokrasi dan menjaga keutuhan sosial, yang pada akhirnya mendukung persatuan dan stabilitas nasional.
Peran media dalam menciptakan lingkungan politik yang sehat juga tidak boleh diabaikan. Media massa dan platform digital harus berkomitmen untuk menyajikan berita dengan akurasi dan keseimbangan, serta menghindari sensationalisme yang dapat memperburuk polarisasi. Media juga memiliki tanggung jawab untuk melawan penyebaran hoaks dan ujaran kebencian dengan memberikan klarifikasi dan edukasi kepada publik.
ADVERTISEMENT
Melalui pelaporan yang objektif dan berimbang, media dapat membantu mengurangi ketegangan sosial dan mendorong dialog yang konstruktif antara berbagai kelompok masyarakat, yang sangat penting untuk menjaga persatuan dan keutuhan bangsa. Bersamaan pula institusi pendidikan berperan vital dalam membangun kesadaran politik dan sosial di kalangan generasi muda. Pendidikan yang berkualitas dapat membekali siswa dan mahasiswa dengan pemahaman tentang nilai-nilai demokrasi, toleransi, dan hak-hak warga negara.
Dengan menanamkan kesadaran akan pentingnya berpartisipasi secara aktif dalam proses politik serta menghargai keberagaman, institusi pendidikan dapat membantu menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan resilient terhadap perpecahan. Melalui pendekatan komprehensif yang melibatkan semua sektor masyarakat, diharapkan Indonesia dapat mengatasi tantangan kerawanan sosial-politik dan memperkuat fondasi demokrasi serta kesatuan bangsa. ***
ADVERTISEMENT