Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pembatasan Riba Dalam Fiqih Muamalah dan Aplikasinya di Era Modern
24 September 2024 9:03 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari dzakirahdzihni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Riba, yang sering dipahami sebagai bunga atau keuntungan yang tidak adil dalam transaksi keuangan, telah menjadi tema penting dalam fiqih muamalah (hukum ekonomi Islam).
ADVERTISEMENT
Dengan pertumbuhan pesat ekonomi global dan perubahan dalam cara transaksi keuangan dilakukan, penting untuk mengeksplorasi pembatasan riba dalam konteks fiqih muamalah dan bagaimana prinsip-prinsip ini diterapkan dalam praktik di era modern.
Artikel ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai riba, pembatasannya dalam fiqih muamalah, serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari di dunia yang terus berubah.
Apa Itu Riba?
Riba berasal dari kata Arab yang berarti "bertambah" atau "berkembang". Dalam konteks fiqih, riba merujuk pada setiap bentuk keuntungan yang diperoleh dari transaksi pinjaman uang yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan keseimbangan.
Riba juga, dalam pengertian sederhana, dapat diartikan sebagai kelebihan atau keuntungan yang diperoleh dari transaksi pinjaman uang yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan. Dalam konteks Islam, riba dianggap sebagai praktik yang merugikan, baik bagi individu maupun masyarakat.
ADVERTISEMENT
Ada dua jenis riba yang umum dikenal:
Pembatasan Riba dalam Fiqih Muamalah
Dalam Al-Qur'an dan Hadis, riba dilarang secara tegas. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 275 :
اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
ADVERTISEMENT
Yang Artinya "Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya." Ini menunjukkan betapa seriusnya konsekuensi riba dalam pandangan Islam.
Fiqih muamalah mengajarkan bahwa transaksi keuangan harus didasarkan pada prinsip keadilan, transparansi, dan saling menguntungkan.
Pembatasan riba bertujuan untuk mencegah eksploitasi, mengurangi kesenjangan ekonomi, dan memastikan bahwa setiap individu memiliki kesempatan yang sama dalam berpartisipasi dalam ekonomi.
ADVERTISEMENT
Aplikasi Pembatasan Riba di Era Modern
Di era modern, tantangan dalam penerapan prinsip-prinsip fiqih muamalah semakin kompleks. Namun, dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah, upaya untuk menghindari riba semakin nyata. Beberapa aplikasi nyata dari pembatasan riba dalam konteks modern antara lain:
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Pembatasan riba dalam fiqih muamalah memainkan peran kunci dalam menciptakan sistem ekonomi yang adil dan berkelanjutan. Di era modern, penerapan prinsip-prinsip ini menghadapi berbagai tantangan, namun dengan kemajuan dalam lembaga keuangan syariah dan edukasi masyarakat, kita dapat melihat potensi besar dalam membangun ekonomi yang tidak hanya menguntungkan, tetapi juga etis. Melalui pemahaman yang lebih baik tentang riba dan alternatif yang ada, kita dapat mendorong praktik keuangan yang lebih baik dan lebih inklusif untuk semua.
Dengan demikian, penerapan prinsip fiqih muamalah akan terus relevan dan bermanfaat dalam menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat.