Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Niche Tourism: Resolusi Pariwisata Indonesia di Masa Depan
12 Desember 2024 14:39 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Zuyina Barara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia, negara dengan ribuan keberagaman, mulai dari pulau, suku, adat-kebudayaan, bahkan bahasa-nya, saat ini mulai kehilangan keberagaman tersebut satu-persatu secara perlahan. Globalisasi dan Westernisasi merupakan salah satu faktor yang sangat berdampak besar terhadap keutuhan budaya kita sekarang ini. Kemajuan teknologi yang tidak dapat dikontrol bak pisau bermata dua, satu sisi sangat berdampak positif terhadap jalannya hidup manusia, di sisi lainnya, kemajuan teknologi justru menghancurkan kehidupan berbudaya di negara kita. Banyaknya bahasa, adat istiadat yang punah karena globalisasi yang sangat cepat berkembang luas, terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Hal ini sangat memungkinkan untuk diatasi apabila warga negara kita mulai sadar dan peduli terhadap kebudayaan kita sendiri, salah satunya dengan cara berwisata menuju tempat-tempat yang lebih spesifik untuk wisatawan dengan tujuan yang lebih spesifik, yang biasa disebut Niche Tourism. Niche Tourism adalah wisata yang sifatnya lebih khusus, wisata yang dikhususkan bagi pengunjung yang memiliki minat tertentu. Niche Tourism dalam mempertahankan kebudayaan Indonesia dapat berupa Cultural Tourism (wisata kebudayaan), Rural Tourism (wisata perdesaan atau desa wisata), Environmental Tourism or Green Tourism (wisata hijau), Ecotourism (wisata alam liar), Ancestry Tourism (wisata warisan), dll. Yang berujung pada Sustainable Tourism atau Wisata Berkelanjutan.
Niche Tourism memiliki sisi positif dalam mempertahankan warisan-warisan serta kebudayaan Indonesia, namun, Niche Tourism sendiri memiliki beberapa kekurangan seperti kurangnya nilai ekonomi yang signifikan. Hal ini dapat berdampak pada ekonomi negara, terutama Indonesia sebagai negara berkembang. Oleh karena itu Niche Tourism harus diimbangi dengan adanya Mass Tourism. Mass Tourism atau wisata massal menargetkan pasar yang lebih umum dan tidak mempunyai tujuan yang spesifik selain rekreasi maupun hiburan. Oleh karena itu, Mass Tourism dapat memberikan dampak ekonomi yang sangat signifikan. Akan tetapi, jika Mass Tourism ini tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan overtourism atau kelebihan wisatawan. Hal ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan baik dalam wisata itu sendiri maupun para wisatawan yang berkunjung.
ADVERTISEMENT
Indonesia dengan beragam kebudayaan dan perbedaan di setiap wilayah, akan lebih cocok apabila diterapkan lebih banyak Niche Tourism, namun agar perekonomian lebih stabil dan adanya diferensiasi pada tiap wisata yang ditawarkan, maka, Mass Tourism juga sangat berperan penting dan diperlukan. Hal ini tentu akan berjalan dengan baik apabila semua dalam keadaaan normal. Beda halnya jika dunia dalam keadaan darurat seperti pada masa COVID-19. Pada masa itu, hampir seluruh sektor pariwisata mati total. Banyak destinasi wisata yang terpaksa tutup karena kebijakan pemerintah dalam menghadapi COVID-19.
COVID-19 menyebar secara global saat awal Januari 2020, dan ditetapkan menjadi pandemi pada Maret 2020. Semenjak saat itu, banyak sektor yang lumpuh, seperti sektor perekonomian, sektor industry, dan yang paling parah adalah sektor pariwisata. UNWTO memperkirakan akan ada pembatalan kedatangan turis sebesar 60%-70% pada tahun 2020. Negara-negara di seluruh dunia mengalami dampak signifikan akibat peristiwa ini. Pada awal hinggat pertengahan tahun 2020, pariwisata internasional mengalami penurunan sekitar 67 juta pengunjung. Kerugian ekspor diperkirakan mencapai hamper 80 miliar USD. UNWTO memperkirakan bahwa penurunan kedatangan wisatawan sebesar 60-80 persen pada akhir tahun, dapat mengakibatkan kerugian finansial sekitar USD 300-450 miliar dari pengeluaran wisatawan. Bisa dilihat bahwa memang pariwisata merupakan sektor yang paling rentan apabila ada permasalahan global.
ADVERTISEMENT
Pandemi sebenenarnya memberikan kita cukup waktu untuk membangun Sustainable Tourism, pandemi memberikan kita waktu untuk mengevaluasi beberapa lokasi wisata yang gagal menerapkan Sustainable Tourism. Berkat pandemi, ada muncul istilah baru yang kita kenal sebagai virtual tourism. Virtual Tourism sendiri sebenarnya tidak bisa dikatakan sebagai wisata karena kita tidak berinteraksi secara langsung dengan wisata yang kita lihat, bahkan seperti hanya menonton video, tapi hal ini mungkin sudah cukup baik untuk menghilangkan jenuh orang-orang yang sedang di-lockdown.
Menurut UNWTO, kedatangan turis internasional meningkat sekitar 41% pada tahun 2022, dibandingkan dengan awal munculnya COVID-19 pada tahun 2020, jika semuanya dibandingkan dengan kedatangan turis internasional tahun 2019. Ledakan turis ini membuat beberapa tempat wisata sempat mengalami overtourism, yang dimana, jumlah turis melebihi kapasitas tempat wisata yang dikunjungi, terutama pada tahun 2023. Destinasi-destinasi wisata tersebut diberikan peraturan yang ketat mengenai penyebaran virus corona. Oleh karena itu, Ecotourism, seperti pegunungan, dan tebing menjadi salah satu alternatif yang baik pasca pandemi COVID-19. Ecotourism merupakan pilihan yang tepat jika ingin menerapkan social distancing dan menghindari interaksi antar manusia.
Setelah pandemi COVID-19 perlahan hilang, disitulah sektor wisata berangsur-angsur mulai membaik. Pembatasan jarak, regulasi-regulasi mengenai penyebaran virus corona mulai ditiadakan, dan bumi telah menjalani kehidupan normalnya. Meskipun begitu, apabila terjadi pandemi lainnya atau terjadi resesi ekonomi, sektor wisata-lah yang akan paling terlihat dampaknya, mungkin bahkan lumpuh dan ditiadakan jika memang sangat parah. Kita tidak mengetahui pasti apa yang akan terjadi di masa depan, maka begitu, Sustainable Tourism harus mulai diperbanyak dan diterapkan, agar wisata di Indonesia dan global dapat terus dipertahankan.
ADVERTISEMENT
Harapan saya sebagai profesional pariwisata di masa yang akan datang adalah saya dapat memperbaiki sektor wisata di Indonesia, baik di bidang transportasi domestik, bidang kebijakan dan hukum, karena sampai saat ini, yang menjadi concern saya adalah mahal-nya harga penerbangan domestik dibandingkan dengan penerbangan internasional. Hal ini membuat mobilitasasi wisatawan lokal menjadi lebih sulit, yang berarti sektor wisata di Indonesia akan sulit untuk dibenahi apabila wisatawannya saja diberatkan oleh biaya transportasi. Kebijakan-kebijakan pariwisata juga ada yang masih longgar, terutama terkait dengan wisatawan asing yang melihat kelonggaran kebijakan tersebut sebagai kesempatan, yang akhirnya merugikan bagi negara kita sendiri.
REFERENSI:
Kemenparekraf RI (2021). Destinasi Wisata Berbasis Sustainable Tourism di Indonesia from https://kemenparekraf.go.id/ragam-pariwisata/Destinasi-Wisata-Berbasis-Sustainable-Tourism-di-Indonesia : Kemenparekraf
ADVERTISEMENT
Sharpley, Richard (2006). Travel and Tourism. London: SAGE, 13-23.
Tourism Notes. Niche Tourism: Exploring Unique and Specialized Travel Experiences from https://tourismnotes.com/niche-tourism/#:~:text=lesser%2Dknown%20regions.-,Disadvantages%20of%20Niche%20Tourism,may%20face%20higher%20unit%20costs : Tourism Notes
Tourism Tattler (2019). 31 Niche Tourism Groups from https://www.tourismtattler.com/31-niche
UNWTO (2024). "International Tourism and COVID-19." UN Tourism Data Dashboard from https://www.unwto.org/tourism-data/international-tourism-and-covid-19 : UNTWO