Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tradisi Jeguran Malam Satu Sura di Pesarean Mbah Mutamakkin, Pati
3 Desember 2024 9:13 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari A Rima Mustajab tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tradisi Jeguran merupakan salah satu ritual khas yang dilakukan masyarakat di sekitar Pesarean Mbah Mutamakkin, Desa Kajen, Pati, pada malam Satu Sura. Sebagai bagian dari peringatan Tahun Baru Islam dalam penanggalan Jawa, tradisi ini memiliki makna spiritual yang mendalam bagi masyarakat setempat. Pesarean Mbah Mutamakkin, yang dikenal sebagai makam seorang ulama besar abad ke-17, menjadi pusat kegiatan keagamaan dan budaya, termasuk pelaksanaan Jeguran.
ADVERTISEMENT
Ritual ini mencerminkan perpaduan antara nilai-nilai keagamaan dan budaya lokal, yang diwariskan secara turun-temurun. Tradisi Jeguran tidak hanya menjadi wujud penghormatan terhadap leluhur, tetapi juga menjadi media untuk mempererat hubungan sosial antarwarga melalui doa bersama dan kegiatan simbolis lainnya. Dalam konteks masyarakat Jawa, malam Satu Sura dianggap sakral, sehingga pelaksanaan Jeguran dipandang sebagai upaya mendekatkan diri kepada Sang Pencipta sekaligus memohon keselamatan dan berkah untuk tahun yang akan datang.
Artikel ini bertujuan untuk mengkaji makna dan proses pelaksanaan tradisi Jeguran di Pesarean Mbah Mutamakkin, serta menggali relevansinya dalam kehidupan masyarakat saat ini. Tradisi ini tidak hanya menjadi warisan budaya, tetapi juga cerminan nilai-nilai religius dan harmoni sosial yang masih terpelihara hingga kini.
ADVERTISEMENT
Hasil dan Pembahasan
Tradisi Jeguran yang dilakukan di Pesarean Mbah Mutamakkin mencakup rangkaian kegiatan yang penuh simbolisme dan nilai spiritual. Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan masyarakat setempat, beberapa hasil utama dari pelaksanaan tradisi ini adalah:
1. Penguatan Nilai Keagamaan
Ritual ini diawali dengan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh agama setempat. Doa-doa tersebut meliputi pembacaan tahlil, dzikir, dan ayat-ayat suci Al-Qur'an, yang bertujuan untuk mendoakan arwah Mbah Mutamakkin serta masyarakat sekitar. Aktivitas ini menguatkan ikatan spiritual masyarakat dengan ajaran Islam sekaligus memperkuat semangat keagamaan (Beta News) .
2. Pelestarian Tradisi dan Identitas Budaya
Tradisi Jeguran menjadi salah satu cara masyarakat Kajen melestarikan warisan budaya leluhur. Penggunaan sesajen yang terdiri atas hasil bumi, seperti nasi, buah-buahan, dan bunga, menunjukkan akulturasi antara budaya lokal dan nilai Islam. Meskipun unsur-unsur ini kadang dianggap kontroversial, masyarakat setempat meyakini bahwa simbol-simbol tersebut hanyalah bentuk penghormatan kepada tradisi.
ADVERTISEMENT
3. Peningkatan Solidaritas Sosial
Jeguran bukan hanya kegiatan spiritual, tetapi juga wadah untuk mempererat hubungan sosial antarwarga. Kehadiran ratusan hingga ribuan jamaah dari berbagai daerah menunjukkan semangat gotong royong dalam mempersiapkan dan melaksanakan acara ini. Selain itu, tradisi ini menjadi ajang silaturahmi bagi para pengunjung dan masyarakat setempat.
4. Peningkatan Ekonomi Lokal
Kehadiran banyak peziarah dan wisatawan selama malam Satu Sura membawa dampak positif terhadap perekonomian lokal. Pedagang makanan, minuman, dan cendera mata mendapat manfaat dari meningkatnya jumlah pengunjung. Hal ini membuktikan bahwa tradisi Jeguran juga memiliki dimensi ekonomi yang memberikan manfaat langsung bagi masyarakat.
5. Relevansi dalam Kehidupan Modern
Dalam konteks kehidupan modern, tradisi ini tetap relevan sebagai media untuk merefleksikan diri dan mendekatkan masyarakat dengan nilai-nilai spiritual. Meski menghadapi tantangan globalisasi, masyarakat Kajen tetap menjaga tradisi ini dengan melakukan penyesuaian agar tetap relevan tanpa menghilangkan esensi aslinya.
ADVERTISEMENT
Melalui tradisi Jeguran, masyarakat tidak hanya melestarikan warisan budaya, tetapi juga memperkuat nilai-nilai keagamaan, sosial, dan ekonomi yang penting bagi keberlanjutan komunitas mereka.
Kesimpulan
Tradisi Jeguran pada malam Satu Sura di Pesarean Mbah Mutamakkin, Desa Kajen, Pati, merupakan warisan budaya yang sarat makna spiritual dan sosial. Tradisi ini tidak hanya menjadi bentuk penghormatan kepada leluhur, tetapi juga menjadi media untuk memperkuat nilai-nilai keagamaan, solidaritas sosial, dan identitas budaya masyarakat setempat.
Rangkaian kegiatan yang melibatkan doa bersama, simbol-simbol tradisional, dan interaksi antarwarga mencerminkan perpaduan antara ajaran Islam dan kearifan lokal. Selain itu, tradisi Jeguran juga memberikan dampak ekonomi positif bagi masyarakat melalui aktivitas pariwisata religi yang berkembang di kawasan ini.
ADVERTISEMENT
Meskipun berada di tengah arus modernisasi dan globalisasi, masyarakat Kajen berhasil mempertahankan tradisi Jeguran dengan tetap relevan di era modern. Tradisi ini menjadi cerminan harmoni antara spiritualitas, budaya, dan kehidupan sosial yang terus terjaga dari generasi ke generasi. Pelestarian tradisi ini tidak hanya penting untuk mempertahankan identitas budaya, tetapi juga untuk memperkuat kebersamaan dan rasa saling menghormati di tengah masyarakat.