Arie Kriting hingga Bintang Emon Orasi depan DPR: Kita Dianggap Tolol, Lawan!

22 Agustus 2024 12:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Komika Rigen Rakelna, Arie Kriting, dan Abdur Arsyad mengikuti aksi di depan kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8/2024).  Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Komika Rigen Rakelna, Arie Kriting, dan Abdur Arsyad mengikuti aksi di depan kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Sejumlah komika ikut demo Kawal Putusan MK di depan gedung DPR, Jakarta Pusat, Kamis (22/8). Mereka di antaranya Arie Keriting, Abdur Arsyad, Bintang Emon, dan Mamat Alkatiri.
ADVERTISEMENT
Mereka juga naik ke mobil komando untuk berorasi. Bintang Emon menyampaikan kehadirannya dan teman-temannya sebagai bentuk kemarahan atas keputusan DPR yang merevisi UU Pilkada. Revisi itu menganulir putusan MK terkait aturan Pilkada.
"Kita kumpul di sini tidak membela perseorangan, tidak membela partai apa pun. Kita di sini dikumpulkan karena kemarahan kita," kata Bintang dalam orasinya
"Banyak akrobat-akrobat keputusan yang tidak masuk akal dan kita dipaksa untuk menelan, kita dianggap tolol. Ketika kita dianggap tolol kita harus lawan," tambahnya.
Keputusan MK yang dianulir DPR dalam RUU Pilkada membuat partai politik atau gabungan partai politik harus memiliki 20% suara di DPRD untuk bisa mencalonkan kepala daerah. Ini membuat semakin sedikit calon kepala daerah yang bisa diajukan.
ADVERTISEMENT
"Berikan kami kompetisi yang baik untuk kita. Tadi ada titipan dari teman-teman yang di bawah," kata Bintang.
Selain itu, keputusan MK yang dianulir juga terkait usia minimal calon kepala daerah 30 tahun saat ditetapkan sebagai calon. RUU Pilkada menggunakan keputusan MA yakni syarat minimal usia calon kepala daerah 30 tahun saat dilantik.
"Buat teman-teman yang enggak sempat hadir di sini tanamkan ini dalam kepala kalian. Kalau belum umur 30 jangan nyalon dulu, jangan ya, dek, ya," ujarnya.
Sementara itu, Abdur Arsyad mengatakan orang-orang dalam gedung DPR lebih lucu dari para komika. "Kumpulan orang-orang tolol, tolol setolol tololnya," ujar Abdur.
Ia juga memastikan orang-orang yang demo hari ini bukan pencari kerja yang minta bantuan dari bapak. Pria asal NTT itu juga meminta maaf demo menyebabkan kemacetan. "Tapi kami pastikan bahwa demokrasi tidak akan macet ke depan," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Abdur mengingatkan keputusan MK bersifat final dan mengikat. Keputusan itu harusnya dipatuhi.
"Mari kita kawal bersama, mudah-mudahan KPU menuruti apa yang diputuskan MK bukan yang diputuskan orang-orang yang di dalam sana itu. Jadi mari kita kawal," ujarnya.
Cing Abdel, Abdur Arsyad, Arie Kriting datangi demo depan MPR/DPR. Foto: Abid Raihan/kumparan
Sedangkan Arie Keriting, mengatakan kehadirannya sebagai bentuk solidaritas. Sebab rakyat sudah capai karena wakil rakyatnya tidak mewakili mereka.
"Selama ini kita masih punya harapan tipis-tipis mudah-mudahan ada yang bisa terketuk hati hari ini di depan mata kita dengan gamblang bagaimana wakil rakyat kita tidak mewakili suara rakyat dan kedatangan kita hari ini untuk menunjukkan bahwa kita rakyat untuk Indonesia," tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Mamat Alkatiri menyemangati massa yang hadir. Ia meminta massa untuk terus bersatu mengawal putusan MK.
ADVERTISEMENT
"Saya cuma meminta kita jangan lagi mau dipecah belah oleh mereka. kita tinggalkan segala ego yang ada pada diri kita, kita bersatu karena mereka takut kita bersatu. Jadi teman-teman kita datang ke sini atas inspirasi sendiri mau atas dasar konten mau apa pun mari, mereka takut kita jadi banyak," kata Mamat.
"Selama ini mereka memecah belah kita seluruh agenda mereka, mereka masukan dan gol-gol saja," pungkasnya.
Demo hari ini dihadiri oleh komika, buruh, mahasiswa, dan elemen masyarakat lainnya. Mereka menolak upaya DPR menganulir putusan MK lewat revisi UU Pilkada.