Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
PDIP Tuding Intervensi Polri di Pilkada 2024: Kapolri Harus Tanggung Jawab
28 November 2024 17:32 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
PDIP menyampaikan pernyataan resmi terkait hasil Pilkada Serentak yang telah digelar pada 27 November lalu. PDIP melihat Pilkada kali ini sarat kecurangan termasuk intervensi Polri.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, PDIP menuding Presiden ke-7 Jokowi, meski sudah pensiun, masih tetap cawe-cawe karena mempunyai kepentingan di beberapa daerah seperti Sumatera Utara dan Jateng termasuk Jakarta.
"Karena bermula pada saat seorang penguasa bernama Jokowi dengan segala cara, dengan segala kekuasaan yang dimilikinya melakukan upaya-upaya untuk menghasilkan pemilu sesuai keinginannya," kata Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus dalam konferensi pers di DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (28/11).
"Apakah target sasaran dari kegiatan itu adalah seluruh populasi pemilik? Sudah tentu tidak. Tetapi didesain untuk jumlah persentase yang memadai agar agenda mereka tercapai," tambah dia.
PDIP menilai, Jokowi dalam rangka mencapai tujuan politiknya, memerlukan instrumen untuk mendukungnya. Yakni dengan cara menggunakan Polri atau mereka sebut sebagai Partai Cokelat.
ADVERTISEMENT
"Apa instrumen yang dipakai dengan politik pemilu ala Jokowisme ini? Tentu sesuatu yang sangat besar, berjalan kuat, punya kemampuan untuk melakukan penggalangan dana, penggalangan kelompok-kelompok tertentu yang sudah menjadi pengetahuan publik. Sekarang kita mengenal Partai Coklat," ucap Deddy.
Anggota DPR ini menilai, masalah ini sudah menjadi perbincangan di Komisi II dan III DPR. Ia menyebut, sudah mempunyai banyak bukti keterlibatan Polri dalam Pilkada.
"Karena yang dimaksud Partai Coklat ini sudah barang tentu adalah oknum-oknum kepolisian. Cuma karena tidak hanya satu, tidak hanya satu tempat. Mungkin sebaiknya kita tidak menyebut oknum-oknum," ucap dia.
PDIP menegaskan, pimpinan Polri yakni Jenderal Listyo Sigit harus bertanggung jawab. Sebab, tidak mungkin anggota Polri bergerak sendiri tanpa adanya komando.
ADVERTISEMENT
"Tapi ini sudah sesuatu yang bersifat dari komando. Dan saya kira pemegang kuncinya adalah Listyo Sigit. Beliau bertanggung jawab terhadap institusi yang dia kendalikan, yang dia pimpin yang ternyata merupakan bagian dari kerusakan demokrasi kita. Ini tanggung jawab yang saya kira harus dibebani dipikul sepanjang sejarah ini," kata Deddy.
PDIP sempat sedikit menyinggung langkah Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri memisahkan Polri dengan TNI. Megawati berharap Polri bisa bekerja profesional dalam penegakan hukum bukan malah sebaliknya.
"Ibu Presiden kelima, Ibu Megawati Soekarno Putri adalah orang yang memisahkan Kepolisian Republik Indonesia dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia setelah reformasi," kata Deddy.
"Dengan harapan institusi kepolisian menjadi instrumen negara untuk menegakkan hukum dan perundang-undangan, menjaga keselamatan rakyat. Melayani to serve and to protect," tutup dia.
ADVERTISEMENT
Sementara Listyo Sigit dan Polri belum memberikan komentar terhadap pernyataan PDIP ini.