Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Kenapa bisa begitu? Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG ) menjelaskan salah satu faktornya adalah musim kemarau yang terjadi saat ini.
Musim kemarau disebut membuat udara cenderung memburuk. Dia turut memengaruhi kondisi udara di Jakarta menjadi kering, dan ini juga sudah terjadi pada beberapa tahun sebelumnya.
Kemudian, hal lain yang perlu dicermati adalah siklus harian yang memengaruhi tingkat polusi pada malam hingga pagi hari.
"Kualitas udara itu ada siklus hariannya. Pada saat lepas malam hari, dini hari, lepas pagi itu (polusi) cenderung lebih tinggi daripada siang hingga sore. Itu karena ada siklus harian," kata PLT Diputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, dalam konferensi pers di Kantor Dirjen PPKL, Jakarta Timur, Jumat (11/8).
Suhu Dingin Malam Bikin Udara Mengendap Lebih Dekat ke Tanah
Ardhasena menambahkan, musim kemarau terdapat fenomena yang disebut lapisan inversi, kondisi udara di dekat permukaan lebih dingin dibandingkan udara di bagian atasnya. Lapisan inversi yang umum terjadi pada malam hari ini membuat udara di Jakarta dan wilayah urban lainnya saat musim kemarau kelihatan keruh di bawah dibandingkan di atas.
ADVERTISEMENT
Pernyataan serupa juga pernah dijelaskan oleh peneliti BMKG lainnya, Siswanto. Pria yang menjabat sebagai Sub Koordinator Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara itu mengatakan tingginya konsentrasi polusi udara pada malam hari disebabkan oleh faktor perubahan suhu Bumi.
Pada malam hari, udara dingin mengendap lebih dekat ke tanah, karena kurangnya pemanasan dari Matahari. Udara yang stagnan ini menjadi tempat berkembang biaknya akumulasi polutan, itulah sebabnya terdeteksi lebih banyak polusi di malam hari dan dini hari menjelang pagi.
"Ini memang karakteristik harian dari konsentrasi polutan, baik PM 2.5 maupun PM 10 menunjukkan karakter yang sama. Di mana waktu dini hari sampai pagi hari disebabkan udara yang mendingin atau suhu udara yang minimum. Saat udara mendingin, ia menjadi lebih mampet dan bergerak turun karena lebih berat, artinya polutan akan terbawa," jelas Siswanto kepada kumparan pada April 2020 lalu.
ADVERTISEMENT
Selain fenomena itu, knalpot dari mobil, pekerjaan konstruksi, dan bangunan yang beroperasi pada malam hingga dini hari juga dapat melepaskan polutan. Aktivitas tersebut menambah konsentrasi polusi udara.
Kasusnya berbeda saat pagi dan siang hari. Ketika Matahari terbit dan memanaskan lapisan atmosfer, molekul udara menjadi renggang.
Panas dari sinar Matahari merenggangkan molekul udara yang secara perlahan melepaskan polutan ke atmosfer, menghilangkan udara yang tercemat dan meningkatkan kualitas udara. Itu mengapa konsentrasi polutan yang terdeteksi oleh alat pemantau kualitas udara pada pagi hari menurun.
"Ketika pagi hari, udara ini lebih merenggangkan. Karena sudah menerima sinar matahari maka berangsur panas itu merenggangkan molekul udara. Ketika molekul udara merenggang, maka konsentrasi polutan ikut merenggang. Jadi yang terukur dari alat konsentrasinya menurun, sebab menjelang pagi," tutur Siswanto.
ADVERTISEMENT